64% Biaya dari Kantong Pribadi, Dilema Taman Bacaan dan 3 Cara Antisipasinya

Salah satu dilema yang dihadai taman bacaan adalah soal biaya operasional. Saat di tanya,, dari mana biaya operasoanl TBM atau taman bacaan? Survei terbaru TBM Lentera Pustaka (Oktober 2021) menyebutkan 64% berasal dari kantong pribadi pengelolanya, 18% dari donatur, dan 18% dari lainnya. Begitu realitas dari 22 pegiat liteasi di 16 kota saat webinar Tata Kelola Taman Bacaan “Kampung Literasi Sukaluyu”.

 

Kondisi dilematis memang selalu dihadapi pegiat literasi di taman bacaan. Selain biaya operasional, taman bacaan pun dhadapkan pada dilema fundamental yang masih menghhantuinya. Yaitu 1) ada anak tidak ada buku, 2) ada buku tidak ada anak, dan 3) komitmen pengelola taman bacaan yang setengah hati. Patut diduga, kondisi dilematis itu pula yang jadi sebab taman bacaan terkesan “mati suri”. Seakan ada tapi tiada. Hingga akhirnya, taman bacaan jadi monoton. Hanya jadi tempat membaca atau gudang buku.

 

Berangkat dari realitas itu pula, pengelola taman bacaan, suka tidak suka, harus “melawan” kondisi dilematis yang dihadapi taman bacaan. Harus berani berhadapan dengan situasi sulit apa pun. Termasuk menentukan pilihan, antara logika dan hati nurani. Logika yang menyatakan sulit untuk berbuat secara sosial tanpa dukungan dana. Atau mengedepankan hati nurani untuk tetap bertahan dalam menebar kebaikan gta membaca anak-anak dan masyarakat. Demi terciptanya masyarakat yang literat, komunitas yang mempu memahami realitas.

 

Karena itu, ada spirit taman bacaan yang tidak boleh ditinggalkan para pegiat literasi. Sebagai ikhtiar untuk terus bergerak memberdayakan kegemaran membaca di tengah gempuran era digital. Menjadikan gerakan literasi untuk semua, gerakan yang memberdayakan masyarakat sekitarnya.

 

Lalu, bagaimana caranya taman bacaan dapat bertahan?

Terlepas dari persoalan teknis di taman bacaan. Ada baiknya taman bacaan membangun nilai-nilai prinsip yang harus tetap ditegakkan pada setiap aktivitas literasi yang dijalaninya. Setidaknya ada 3 nilai penting yang harus terus dibangun di taman bacaan, antara lain:

 

  1. Kerjakan dengan sepenuh hati. Tidak banyak orang yang berani terjun ke taman bacaan. Bahkan sedikit sekali orang yang peduli. Maka tidak ada pilihan lain saat mengelola taman bacaan selain mengerjakannya dengan sepenuh hati. Selalu ikhlas ber-literasi dan berkomitmen untuk bertindak lebih baik dari hari ke hari di taman bacaan.
  2. Berhenti menyalahkan segalanya. Taman bacaan harus jadi tempat untuk membangun optimism bukan mencari kesalahan orang atau pihak lain. Apalagi untuk hal-hal yang di luar kontrol pengelola taman bacaan. Taman bacaan yang tetap fokus menjalani aktivitas literasi, di samping mencari solusi dari setiap masalah yang ada dengan penuh percaya diri.
  3. Jangan pernah menyerah apapun yang terjadi. Sikap militansi di taman bacaan sangat penting. Karena sikap itulah yang jadi energi pegiat literasi dalam me-nakhodai taman bacaan. Teruslah ikhtiar dan berjuanglebih keras untuk mengelola taman bacaan menjadi lebih baik. Karena sejatinya, ikhtiar sekecil apapun tidak akan pernah sia-sia. Asalkan pantang menyerah dan mampu menghadapinya hingga titik darah penghabisan.

 

Dilema itulah yang akhirnya “ditelan” habis-habisan oleh TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sejak berdiri tahun 2017, hanya ada 14 anak yang bergabung di taman bacaan. Tapi kini, TBM Lentera Pustaka telah mengelola 12 program literasi yang penuh maslahat, yaitu: 1) TABA (TAman BAcaan) dengan 160 anak pembaca aktif dari 3 desa (Sukaluyu, tamansari, Sukajaya). Dengan waktu baca 3 kali seminggu, kini setiap anak mampu membaca 5-8 buku per minggu, 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf agarterbebas dari belenggu buta aksara, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 28 ibu-ibu anggota koperasi simpan pinjam agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, 8) DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng), 10) LITDIG (LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, 11) LITFIN (LITerasi FINansial), dan 12) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan adab ke anak-anak seperti memberi salam, mencium tangan, berkata-kata santun, dan budaya antre.

 

Bahkan saat ini TBM Lentera Pustaka pun terpilih 1 dari 30 TBM di Indonesia yang menggelar program “Kampung Literasi Sukaluyu” yang diinisiasi Direktorat PMPK Kemdikbudristek RI dan Forum TBM. Sebagai ikhtiar mewujudkan kawasan giat membaca berbasis inklusi sosial. Hal ini menyusul prestasi Pendiri TBM Lentera Pustaka meraih penghargaan “31 Wonderful People 2021” kategori pegiat literasi dan pendiri taman bacaan dari Guardian Indonesia, di samping jadi sosok inspiratif dalam “Spiritual Journey” salah satu BUMN di Indonesia pada 26-27 Oktober 2021 lalu.

 

Maka pegiat literasi di manapun. Jangan larut pada dilema taman bacaan. Teruslah berkreasi untuk mencari cara terbaik. Agar taman bacaan tetap eksis dan menebar manfaat yang lebih besar ke masyarakat. Karena di taman bacaan, akan selalu hadir tantangan dan risiko yang lebih besar setiap saat. Tapi di saat yang sama, taman bacaan pun harus punya cara untuk bersikap lebih antusias dan menjaga pikiran tetap positif. Agar praktik baik di taman bacaan menjadi lebih berkualitas. Karena di taman bacaan, terkadang leih baik membiarkan mata untuk melihatnya sendiri daripada menyuruh mulut untuk membahasakannya. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *