Jalan Buntu Pegiat Literasi dan Taman Bacaan, Seperti Apa?

Seorang kawan pegiat literasi bertutur. Bahwa taman bacaan yang dikelolanya seakan menemui jalan buntu. Anak-anaknya tidak banyak, sementara buku-buku bacaan pun terbatas. Belum lagi masyarakat sekitar yang apatis. Terkesan kurang mendukung. Jadi frustrasi mengelola taman bacaan. Begitulah realitas yang dihadapi pegiat literasi d banyak taman bacaan. Maka benar, taman bacaan masih jadi “jalan sunyi” kehidupan.

 

Saat diminta komentar, saya pun berkata. Pegiat literasi itu bukan profesi. Tapi spirit dan perjuangan yang harus diemban. Taman bacaan hanya “kendaraan”, tempat untuk mengaktualisasikan gerakan literasi itu sendiri. Jadi, pegiat lirerasi itu harus bersikap. Untuk pantang menyerah dalam memperjuangkan tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Karena itu, jalan pegiat literasi pasti tidak mudah. Pasti banyak tantangan, bergelimang celotehan yang bernada negatif. Maka pegiat literasi dan taman bacaan, jangan terjebak apatisme orang-orang tidak peduli. Jangan pula terperangkap rasa frustrasi.

 

Sejatinya, resep jadi pegiat literasi dan mengelola taman bacaan sangat sederhana. Tetap komitmen dan konsisten dalam menjalani kebaikan. Seberat apapun tantangannya, sejelek apapun pikiran orang lain. Karena di taman bacaan, semua kejelekan orang lain justru jadi tempat belajar tentang arti MENAHAN DIRI. Dan semua kebaikan yang ada pun harus  menjadikan pegiat literasi tetap mampu RENDAH HATI”.

 

Orang-orang di luar sana, memang gemar gaduh. Adu mulut Ibu Arteria vs anak jenderal ramai. Kang Yana “cada pangeran” nge-prank berisik. Soal pengurus MUI komentar. Bahkan punya sirkuit Mandalika pun gaduh. Itulah orang-orang yang lupa. Bahwa larut dalam pembicaraan yang tidak berguna dan banyak bertanya soal yang tidak penting itu perbuatan yang harus dihindari.

 

Di zaman begini, banyak orang lebih senang makan di makaroni ngehe atau rawon setan, bahkan nasi goreng sambal iblis. Sementara koperasi syariah tidak digemari, menyantuni anak-anak yatim atau kaum jompo pun bilang tidak punya waktu. Apalagi mengajarkan membaca dan menulis kaum buta huruf, pasti buru-buru menolaknya. Itu semua pertanda, segala hal yang jelek-jelek patut dicoba dan berpotensi digemari. Sementara yang perbuatan yang baik-baik, tidak sedikit orang yang menghindarinya.

 

Maka berkiprah jadi pegiat literasi, jadi relawan mengelola taman bacaan. Sudah pasti banyak tantangannya. Bila tidak mau disebut banyak musuhnya. Karena itu, pegiat literasi dan taman bacaan di mana pun lebih baik fokus untuk terus melangkah ke depan. Tanpa perlu bertanya, kenapa begini atau merasa berada di jalan buntu. Jalan buntu taman bacaan bukanlah hukuman, melainkan energi untuk tetap bergerak. Karena di taman bacaan, yakinlah ada setitik cahaya di ujung terowongan yang gelap.

Jalan sunyi taman bacaan

Ketahuilah, siapapun orangnya bila berbuat jahat pasti tidak akan mampu mengalahkan setan. Begitu pula jadi orang baik pun bukan berarti harus melebihi malaikat. Bahwa hari ini makin banyak orang yang gemar bicara yang jelek-jelek. Cenderung sarkasme, menghujat, mencaci maki hingga menghasut. Biarkan saja karena itu akan menimpa dirinya sendiri. Sementara pegiat literasi dan taman bacaan, tetap saja bertindak baik. Karena kebaikan itu memang hal yang harus diperjuangkan. Oleh siapapun, untuk urusan apapun.

 

Spirit itulah yang dipegang TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Sejak berdiri tahun 2017 lalu, TBM Lentera Pustaka awalnya hanya memiliki 14 anak dan menjalankan program taman bacaan semata. Tapi kini, TBM Lentera Pustaka terus berkembang dengan melayani tidak kurag dari 250 orang pengguna layanan. Mulai dari program literasi seperti 1) TABA (TAman BAcaan) dengan 160 anak pembaca aktif dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya), 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 warga belajar buta huruf, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim dan 4 diantaranya dibeasiswai, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, dan 7) KOPERASI LENTERA dengan 31 ibu-ibu anggota. Alhasil pada tahun 2021 ini, TBM Lentera Pustaka pun terpilih 1 dari 30 TBM di Indonesia yang menggelar program “Kampung Literasi Sukaluyu” yang diinisiasi Direktorat PMPK Kemdikbudristek RI dan Forum TBM. Hal ini menyusul prestasi Pendiri TBM Lentera Pustaka yang meraih penghargaan “31 Wonderful People tahun 2021” kategori pegiat literasi dan taman bacaan dari Guardian Indonesia (September 2021) serta “Ramadhan Heroes” dari Tonight Show NET TV (Mei 2021), di samping menjadi sosok inspiratif dalam “Spiritual Journey” salah satu BUMN di Indonesia pada Oktober 2021 lalu.

 

Maka pastikan, tidak ada jalan buntu pegiat literasi di mana pun. Perkuat komitmen dan terus konsisten melangkah di jalan sunyi taman bacaan. Karena sejatinya, pegiat literasi dan taman bacaan sangat tahu kapan harus terus berjalan, kapan berjuang, dan kapan pula harus meninggalkan. Pengabdian atas nama kemanusiaan memang tidak mudah walau bukan berarti sulit. Bersikaplah untuk literasi. Salam literasi. #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *