Puluhan juta pekerja di Indonesia, bisa jadi “dihantui” fakta pahit di masa pensiun, saat tidak bekerja lagi. Selain ketakutan akan di-PHK dari tempatnya bekerja, tidak sedikit pekerja yang memasuki masa pensiun dalam kondisi tidak memiliki keuangan yang cukup. Untuk membiayai kehidupannya sendiri di hari tua. Sebut saja, fakta pahit di masa pensiun.
Dari berbagai literatur yang ada, sangat mungkin pekerja mengalami fakta pahit di masa pensiun. Akibat tidak tersedianya dana yang cukuo untuk hari tua. Terlalu mengandalkan program JHT (Jaminan Hari Tua) BPJS Ketenagakerjaan yang notabene sama sekali tidak mencukupi. Lupa bahwa JHT itu hanya sebatas memenuhi kebutuhan dasar. Tidak akan mampu membiayai standar hidup seperti waktu bekerja, apalagi gaya hidup.
Setidaknya, ada 5 (lima) fakta pahit yang dialami pekerja setelah memasuki usia pensiun, yaitu:
- Ternyata tabungan yang dimiliki saat memasuki pensiun sama sekali tidak cukup untuk membiayai hidupnya di hari tua, di masa pensiun.
- Masih punya utang alias cicilan di masa pensiun, sehingga uang pensiun habis dipakai untuk membayar utang.
- Gaya hidup sewaktu bekerja terlalu tinggi sehingga jadi beban pikiran di masa pensiun.
- Kesehatan mulai terganggu dan berbagai penyakit justru muncul di hari tua, ditambah biaya berobat semakin mahal.
- Terpaksa meminta bantuan finansial ke anak sekalipun tadinya tidak dikehendaki.
Kelima fakta pahit pekerja di masa pensiun pasti terjadi. Akibat saat bekerja tidak mau menabung untuk hari tua. Tidak punya dana pensiun yang didedikasikan khusus untuk masa pensiun, saat tidak bekerja lagi. Menyesal, karena saat masih bekerja diberi tahu untuk menabung untuk hari tua masih ngeyel. Selalu mencari-cari alassan untuk tidak menabung dan lebih gemar menghabiskan uang secara konsumtif. Inflasi tiap tahun sama sekali diabaikan. Maka fakta pahit di masa pensiun pun terjadi. Survei yang membenarkan. Bahwa 7 dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami masalah keuangan. Artinya 70% pensiunan yang ada saat ini tidak punya uang yang cukup untuk biaya hidupnya.
Fakta pahit pekerja di masa pensiun kian menjadi. Akibat mengidap penyakit “post power syndrome”. Sebuah kondisi kejiwaan yang serius akibat pensiun, berhenti dari dunia kerja atau kehilangan kekuasaannya. Fisiknya jadi terganggu, emosinya tidak stabil, dan perilakunya jadi pemurung -cepat marah. Maklum saat pensiun sudah tidak punya gaji, tidak punya pengaruh. Di tambah tidak punya uang. Post power syndrome, sama sekali tidak dapat dianggap enteng. Maka setiap pekerja, harus berani mengambil sikap untuk mempersiapkan hari tua yang nyaman. Masa pensiun yang tetap Sejahtera seperti waktu bekerja.
Lalu, bagaimana cara untuk menghindari fakat pahit di masa pensiun? Agar tidak terkena post power syndrome. Tentu ada solusinya. Salah satunya adalah dengan merencanakan masa pensiun secara lebih dini. Mulai menabung dan menyisihkan sebagian gaji untuk hari tua. Diantaranya melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), sebagai produk keuangan yang dirancang khusus untuk mempersiapkan masa pensiun pekerja yang lebih sejahtera.
Melalui DPLK, dapat dipastikan setiap pekerja akan lebih siap pensiun. Karena memiliki dana yang cukup untuk mempertahankan gaya hidupnya, sekaligus memelihara standar hidup seperti waktu bekerja. Pekerja harus tahu, ada 3 (tiga) manfaat utama DPLK, yaitu 1) ada ketersediaan dana yang pasti untuk masa pensiun, 2) ada hasil investasi yang optimal selama menjadi peserta DPLK karena sifatnya jangka panjang, dan 3) ada insentif pajak saat manfaat pensiun dibayarkan, pajaknya final 5%.
Bila Anda yang bekerja, memiliki gaji Rp. 10 juta hari ini. Maka di masa pensiun, Anda membutuhkan dana Rp. 7-8 juta per bulan. Untuk membiayai hidup dan menjaga gaya hidup tetap bisa berjalan seperti biasa. Agar tidak terkena post power syndrome. Masalahnya, dari mana uang sebesar itu diperoleh saat kita pensiun? Karena kita sudah tidak bekerja dan tidak punya gaji lagi. Jadi, siapkanlah masa pensiun kita sendiri. Kalu bukan sekarang, mau kapan lagi? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun