Dalam kunjungannya ke Indonesia, Ratu Belanda Maxima menyatakan pentingnya mempersiapkan dana pensiun sebagai perencanaan jangka panjang. Tapi dia memahami menyiapkan masa pensiun memang tidak mudah. Akan tetapi, menurutnya, dana pensiun harus menjadi standar dalam kehidupan masyarakat.
“Tahukah Anda, dana pensiun itu sangat penting, tetapi juga yang paling sulit. Sebab saat kita masih muda, kita tidak pernah berpikir akan menjadi tua, bukan? Jadi, sangat penting bagi kita untuk menyiapkan masa pensiun,” ujar Ratu Belanda Maxima dalam acara National Financial Health Event yang digelar OJK pada Kamis (27/11/2025).
Sebagai utusan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Kesehatan Finansial, Ratu Belanda Maxima menegaskan saking sulitnya urusan dana pensiun, Belanda memiliki sistem yang disebut “tiga hari pensiun”. Semua pemberi kerja dan perusahaan harus mensosialisasikan dana pensiun kepada para karyawan dalam tiga hari setiap tahun. Jadi, kita harus sadar akan pentingnya perencanaan keuangan jangka panjang, di samping regulator harus membantu terciptanya sistem dana pensiun yang jauh lebih baik. Maka wajar di Indonesia saat ini, 9 dari 10 pekerja sama sekali tidak siap untuk pensiun.
Dari pernyataan Ratu Belanda Maxima tersebut, setidaknya ada beberapa alasan kuat kenapa menyiapkan pensiun jadi salah satu hal tersulit bagi orang yang bekerja. Biasanya bukan karena tidak mampu, tapi karena faktor psikologis, kebiasaan, dan gaya hidup modern. Beberapa alasan sulitnya menyiapkan dana pensiun bagi pekerja antara lain:
- Pensiun terasa masih jauh. Banyak orang merasa pensiun itu nanti saja, masih puluhan tahun lagi. Maka otak lebih memilih fokus pada kebutuhan yang terasa “dekat” seperti cicilan, gaya hidup, atau target karier.
- Tidak ada urgensi yang memaksa. Tidak menabung pensiun hari ini tidak langsung terasa akibatnya. Berbeda dengan telat bayar listrik atau cicilan. Karena tidak ada “alarm”, persiapan pensiun lebih sering ditunda.
- Tekanan kebutuhan hidup saat ini. Biaya hidup, keluarga, pendidikan anak, dan cicilan membuat orang merasa tidak ada ruang untuk memikirkan pensiun. Padahal, sekecil apa pun mulai lebih dini selalu lebih baik daripada mulai besar tapi terlambat.
- Kurang pemahaman tentang angka pensiun. Banyak pekerja belum tahu: berapa dana yang sebenarnya dibutuhkan untuk hidup nyaman saat pensiun? Berapa yang harus disisihkan tiap bulan? Bagaimana cara menjadi peserta dana pensiun? Ketidaktahuan membuat orang tidak mau memulai dana pensiun.
- Pensiun tidak terlihat sebagai prioritas emosional. Berbeda dengan beli rumah, liburan, atau gadget yang punya kepuasaan instan, pensiun tidak memberi “reward cepat”.
Padahal manfaatnya besar, tapi tidak terasa di masa kini. - Budaya “hidup untuk hari ini”. Banyak orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan sekarang, bukan masa depan. Ada anggapan “Nanti kalau tua, ya sudah, ikuti alurnya saja.” Padahal risiko finansial saat tua jauh lebih berat.
- Tidak ada sistem otomatis. Jika tidak ada program perusahaan atau potongan otomatis seperti DPLK, Karyawan cenderung lupa atau malas menyisihkan secara manual setiap bulan.

Maka wajar, mempersiapkan pensiun itu sulit bukan karena kemampuannya kurang, tapi karena psikologis manusia tidak dirancang untuk memikirkan hal yang sangat jauh, kecuali ada edukasi yang masif dan akses yang mudah. Intinya, dana pensiun harus memudahkan apalagi yang bekerja di sektor informal.
Karena itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mengakui bahwa tidak ada sektor jasa keuangan di negara-negara maju tanpa dukungan kuat dari industri dapen serta industri asuransi. Ia menyinggung perlunya inovasi pengembangan produk dana pensiun agar bisa merambah kelompok masyarakat secara lebih luas. Sebab dana pensiun menjadi salah satu bagian penting dalam financial health, bukan semata-mata dilihat dari pertumbuhan perkembangan industri.











