Sepulang bekerja di rumah majikan, si Fulan rebahan di pos ronda dengan wajah lelah dan nafas yang berat. Lelah setelah bekerja di majikan. Lalu datanglah si A, kemudian Fulan berkata kepada si A: “Yah beginilah orang kerja. Aku sangat lelah. Kalau boleh besok aku mau istirahat sehari saja.”
Si A pun pergi. Dan di tengah jalan dia berjumpa dengan si B lalu berkata: “Tadi, saya bertemu si Fulan, katanya dia besok mau istirahat dulu. Sudah sepantasnya sebab di majikan kasih kerjaan terlalu berat. Kasihan si Fulan”
Ehh, si B pun bercerita lagi kepada si C: “Si Fulan komplain sama majikannya. Karena kerjaannya terlalu banyak dan berat. Besok dia tidak mau kerja lagi.”
Lalu si C bertemu si D dan dia bilang: “Si Fulan tidak senang kerja dengan majikannya lagi, mungkin dia sudah ada kerjaan yang lebih baik.” Menjelang sore, si D pun berjumpa dengan si E, lalu bilang: “Si Fulan tidak akan kerja lagi untuk majikannya. Dia mau kerja di tempat lain.”
Saat malam pun tiba, si E bertemu dengan sang majikan. Lalu berkata: “Pak Majikan, si Fulan akhir-akhir ini sudah berubah sifatnya dan mau meninggalkan Pak Majikan untuk bekerja di tempat majikan yang lain.”
Mendengar ucapan si E, sang majikan pun marah besar. Dan tanpa konfirmasi lagi, sang majikan menelepon si Fulan. Bahwa sejak malam itu, si Fulan dipecat dari pekerjaannya. Karena si Fulan dinilai telah berkhianat dan ngomong yang tidak benar kepada banyak orang.
Si Fulan pun “mati” karena gosip. Padahal ucapan asli si Fulan adalah, “Yah beginilah orang kerja. Aku sangat lelah. Kalau boleh besok aku mau istirahat sehari saja.”
Sungguh, betapa jahatnya gosip. Kini, si Fulan pun tidak lagi bisa menafkahi keluarganya. Dia divonis bersalah bukan atas perbuatannya. Tapi akibat perbuatan orang lain yang gemar bergosip dan mengubah pesan. Entah apa niatnya orang-orang itu?
Hidup di zaman edan begini. Makin banyak orang susah karena perbuatan orang lain. Orang-orang yang sudah tidak punya hati, orang-orang yang tidak baik. Semua hal dianggap enteng, padahal akibatnya fatal.
Apapun, jangan gegabah menafsirkannya. Bila ada satu perkataan harusnya cukup berhenti di di telinga kita saja. Tidak perlu sampai ke telinga orang lain. Berita atau kabar apapun, jangan ditelan mentah-mentah lalu percaya begitu saja. Selain perlu dicek kebenarannya, siapa pun harus tahu tujuannya. Agar tidak salah makna.
Gosip atau kebiasaan meneruskan perkataan dari orang lain dengan menambah atau menguranginya itu bahaya. Apalagi mengganti pesannya bisa “mematikan” orang lain. Apalagi berita itu tidak benar, apalagi hoaks.
Sungguh, di dekat kita, ada orang-orang yang “mati” karena gosip. Itulah kampung gosip, tidak literat sama sekali. Salam literasi. #MatiKarenaGosip #TamanBacaan #GerakanLiterasi #TBMLenteraPustaka