Peta Jalan Dana Pensiun 2024-2028 menargetkan tingkat densitas (rasio jumlah peserta dana pensiun terhadap total angkatan kerja) mencapai 20%. Sedangkan saat ini, total angkatan kerja di Indonesia mencapai 152 juta orang. Rinciannya terdiri dari, pekerja di sektor informal mencapai 88 juta orang atau sekitar 58% dan pekerja sektor formal mencapai 64,1 juta orang atau 42% dari total pekerja di Indonesia (BPS, 2024). Karena itu, spirit peta jalan dana pensiun adalah membangun sektor dana pensiun yang adaptif dan berkelanjutan.
Dana Pensiun yang adaptif, berarti industri dana pensiun mau menyesuaikan dengan karakter dan kondisi pekerja, utamanya sektor informal. Karena saat ini, jumlah pekerja informal yang ter-cover program pensiun (JHT BPJS-TK dan DPLK) baru mencapai 1,9 juta orang dari 88 juta orang. Artinya, tingkat coverage pekerja informal di program pensiun hanya 2.19%. Angka yang sangat rendah, bila tidak mau disebut “tidak tersentuh”. Di sisi lain, kita buru-buru menyebut sektor informal “tidak ada uangnya” atau “tidak punya kesadaran”. Apa iya begitu? Pertanyaannya, apakah dana pensiun sudah melakukan adaptasi produk dana pensiun sesuai dengan karakter pekerja informal?
Ini realitas sektor informal di Indonesia. Porsi pekerja informal lebih dominan dari formal. Bahkan di daerah, proporsi pekerja informal rata-rata lebih dari 50%, jauh lebih tinggi daripada pekerja formal di perkotaan. Skala ekonominya pun diduga mencapai sekitar 37%. Sektor informal, harus diakui, sebagai sumber peluang ekonomi yang penting seperti UMKM, drivel ojol, warteg, pedagang asongan, dan lainnya. Sayangnya, pekerja sektor informal sering “diabaikan”, apalagi dari sisi perlindungan sosial termasuk program pensiun. Katanya, kita mau memberdayakan sektor informal, mau menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif?
Pekerja sektor informal bukan tidak ada uangnya. Tapi karakter kerjanya bersifat informal: tidak adanya kontrak kerja resmi, pendapatannya tidak pasti (bukan gaji), dan bergantung pada pendapatan harian, bahkan keteraturan usahanya rendah. Bahkan pekerja yang menjadi peserta dana pensiun(DPLK) saat ini, karakternya sangat spesifik seperti 1) tergolong berpenghasilan rendah, 2) iuran yang disetor tergolong kecil, paling besar Rp. 100.000, 3) besaran iuran yang disetor berpotensi tidak tetap setiap bulan (iuran suka-suka), 4) usia pensiunnya sesuai dengan tujuan keuangannya, seperti untuk anak kuliah, untuk umroh atau naik haji, atau untuk renovasi rumah, dan 5) motif punya dana pensuhn bukan hanya untuk hari tua tapi simpanan bila ada kebutuhan yang mendesak.
Khusus di DPLK, kepesertaan individu kira-kira berkisar 750.000 peserta individu mencapai 20% dari total peserat yang ada (per 2024). Dari angka tersebut, sekitar 70% peserta berada di sektor informal dan sisanya 30% di sektor formal. Artinya, pekerja informal (dan individual) terbukti punya minat dan kesadaran untuk memiliki program DPLK. Karena prinsipnya, pekerj sektor informal pun punya hak untuk mempersiapkan hari tuanya dengan baik. Masalahnya kini, soal edukasi, produk yang sesuai dengan karakter informal, dan tersedia akses digital untuk membeli dana pensiun.
Melihat besarnya potensi pekerja di sektor informal, mencapai 88 juta pekerja patut mendapat prioritas. Bayangkan bila 10% saja dari pekerja informal yang ada saat ini, berarti ada 8,8 juta orang. Bila menjadi peserta DPLK dengan iuran Rp. 50.000 per bulan, maka akumulasi dananya mencapai Rp. 440 miliarper bukan atau terkumpul aset kelolaan sebesar Rp. 5,28 triliun per tahun. Artinya, bila pekerja informal tersebut “stay” di DPLK selama 10 tahun, maka akumulasi dananya mencapai Rp. 50,2 triliun (belum termasuk hasil pengembangannya). Bila 20 tahun menjadi peserta DPLK, maka akumulasi dananya mencapai Rp. 100,4 trilyun. Angka yang cukup fantastis an pasti akan mendkongkrak tingkat densitas dana pensiun yang signifikan.
Memang, tingkat densitas dana pensiun masih rendah. Rasio jumlah peserta dana pensiun terhadap total angkatan kerja tergolong kecil. Karenanya, pekerja sektor informal perlu difasilitasi untuk bisa ikut dana pensiun. Caranya, mungkin dengan 1) edukasi yang masif, 2) produk yang sesuai dengan karakter pekerja informal, dan 3) tersedia akses digital untuk membeli DPLK. Sehingga partisipasi dana pensiun di kalangan pekerja sektor informal bisa terwujud dengan signifikan. Sebagai indikator stabilitas sistem keuangan jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat di masa tua.
Jadi, siapkah berkolaborasi untuk tingkatkan densitas dana pensiun di Indonesia melalui pekerja sektor informal? Salam #EdukasiDanaPensiun #YukSiapkanPensiun #DanaPensiun