Pernah punya teman atau siapapun yang membenci kita? Pasti ada ya, jauh atau dekat orangnya. Intinya, kita dibenci entah apa sebabnya. Nggak apa-apa dibenci, silakan saja dan kebencian adalah hak demokratis setiap orang yang perlu dihormati.
Tapi sekadar saran, sesekali berkumpullah dengan orang-orang yang membenci kita. Lihatlah, berapa ramahnya mereka di hadapan kita. Memang agak paradoks tapi nggak apa “sesekali berkumpullah dengan orang yang membencimu”. Kan hanya sesekali nggak apa, sementara sering kalinya tetap kita memang harus menjauh dari orang yang tidak suka pada kita.
Ini bukan soal merasa sakit hati, melainkan soal kedewasaan dan refleksi diri saja. Karena sehebat apapun seseorang benci atau menceritakan keburukan kita, santai saja. Semuanya akan kembali kepada dirinya, bukan kita. Apalagi bila apa yang diceritakan tentang kita, semuanya tidak benar.
Sadarilah, keburukan itu akan berbalik pada diri orang yang melakukannya. Kebobrokan itu akan kembali pada orang yang menceritakannya. Maka biarkan saja, kita hanya menanggung atas apa yang kita kerjakan. Begitulah faktanya.
Biar bagaimana pun, tidak ada topeng yang dapat menutup kebohongan dari kebenaran. Dan ketika kebenaran datang, maka topeng pun model apapun akan terasa telanjang. Terbuka seasli-aslinya. Biarlah, karena memang tugas orang lain membenci kita, apalagi karena rasa iri. Asal jangan kita membenci diri sendiri.
Jadi, sesekali berkumpullah dengan orang yang membenci kita. Lihat wajah manisnya, cermati omongan indahnya. Dari situ, kita bisa belajar tentang pentingnya melatih keteguhan hati. Untuk belajar menahan ego, emosi, dan reaksi spontan menjadi sikap tenang, sopan, dan bijak meski di situasi tidak nyaman. Berkumpul bersama orang-orang yang membenci kita juga bisa jadi alat evaluasi diri. Bahwa di sekitar kita selalu ada orang-orang yang tidak suka pada kita. Begitulah cara untuk menguji ketulusan dan kebesaran jiwa. Hari ini banyak orang pintar tapi nggak punya kematangan spiritual dan emosional.
Lebih dari itu, sesekali berkumpul dengan orang yang membenci kita justru dapat menumbuhkan sikap empati. Untuk sadar, hidup itu selalu ada yang suka dan ada yang tidak suka. Ingat di dunia ini, kita tidak disuruh mencari musuh. Tapi berkumpul dengan musuh, jadi bukti kita berani masuk ke ruang yang tidak nyaman sekaligus demi menguji karakter kita sendiri.
Nggak apa-apa berkumpul dengan musuh. Karena hidup selalu ada yang memberikan kita “jeruk asam”, maka jangan sedih atau marah. Justru tugas kita adalah mengubah “jeruk asam” menjadi “sirup manis”. Dan juallah hasilnya kepada mereka yang kehausan. Salam literasi!











