Di tengah serbuan gawai dan tontonan TV yang kian tidak mendidik, mau tidak mau, gerakan literasi harus terus didengungkan. Karena itu, semua pihak harus terlibat dan peduli terhadap persoalan literasi di Indonesia. Agar anak-anak dan generasi milenial tidka terbuai dengan gawai atau tontonan. Lalu “pergi menjauh” meninggalkan buku bacaan.
Hari ini, literasi tidak lagi hanya dilihat dari sekadar urusan membaca dan menulis. Tapi literasi pun bertumpu pada kemampuan seseorang dalam berbahasa dan berkomunikasi. Selain pesannya dapat dengan jelas disajikan, literasi pun “memaksa” siapa pun untuk lebih berani memahami realitas. Tenteng perbendan, tentang pilihan politik, tentang cara menggunakan media sosial, termasuk tentang digitalisasi pun butuh literasi.
Terjadinya hoaks, ujaran kebencian, fitnah, atau bahkan memotong berita utuh menjadi berita sepenggal adalah contoh nyata persoalan literasi. Maka penting, untuk menggaungkan gerakan literasi di manapun, kepada siapa pun, melalui cara apapun
Nah salah satu cara menggariahkan aktivitas “Gerakan Literasi Sekolah (GLS)” yang telah ada. Sebagai gerakan yang tidak terbatas hanya untuk menumbuhkan minat baca siswa. Tapi lebih dari itu, untuk menanamkan karakter dan budi pekerti siswa yang lebih baik, yang mampu beradaptasi dengan dinamika zaman dan peradaban. Hal ini pula yang dilakukan gerakan literasi melalui taman bacaan masyarakat, seperti yang dilakukan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.
Dalam konteks itu, Syarifudin Yunus selaku Pendiri TBM Lentera Pustaka, menegaskan pentingnya kerja kolektif dalam membangung gerakan literasi di Indonesia. Selain taman bacaan, gerakan literasi sekolah (GLS) pun memiliki peran besar untuk membentuk masyarakat yang literat, khususnya di kalangan siswa-siswa. Untuk itu, setidaknya ada 10 resep membudayakan gerakan literasi di sekolah, antara lain:
- Membiasakan siswa membaca 10-15 menit sebelum kegiatan belajar dilakukan.
- Menyediakan waktu siswa untuk “berbagi cerita 1 karakter baik” dari buku bacaan yang dibacanya.
- Menciptakan “pojok baca” di area sekolah dengan cara menarik dan kreatif.
- Menjadikan “perpustakaan sekolah” sebagai sentra kegiatan ilmiah siswa yang menarik.
- Menggelar bulan literasi setiap tahun di sekolah sebagai upaya membudayakan keterampaila membaca dan menulis.
- Membiasakan pemberian hadiah kepada siswa dalam bentuk buku.
- Membiasakan siswa untuk “sedekah 1 buku” per semester melalui boks donasi buku yang tersedia di sekolah.
- Membentuk komunitas baca siswa melalui OSIS seperti reading group, kajian buku.
- Mengajarkan tradisi berbicara siswa bila sudah membaca, bukan berbicara tanpa membaca.
- Memulai Program kegiatan menulis dari bacaan, setiap hari per siswa seperti membuat bahan madding, posting di grup WA kelas, atau catatan harian yang di posting media sosial.
Membangun gerakan literasi di sekolah memang tidak mudah. Bahkan sekarang, ada kesan hanya memenuhi formalitas. Maka ke depan, gerakan literasi sekolah harus lebih digairahkan. Apalagi di tengah pandemic Covid-19 seperti sekarang. Agar nantinya, gerakan literasi sekolah benar-benarn mampu memberi dampak nyata terhadap realisasi masyarakat yang literat. Dan itu bisa dimulai dari siswa di sekolah-sekolah. Salam literasi #GerakanLiterasiSekolah #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka