Bila ditanya, siapa orang yang paling juara di muka bumi?
Bisa jadi, jawabnya orang pintar. Karena memang zaman mainmaju, makin serba digital. Jadi orang-orang pintar makin banyak. Berceceran di mana-mana. Jangankan di kampus-kampus. Di medsos dan grup-grup WA pun banyak banget orang pintar. Cirinya sederhana, apa saja bisa dikomentarin. Sekalipun bukan bidangnya. Ujungnya, orang lain salah yang benar dia sendiri. Itulah orang pintar.
Hebatnya lagi orang pintar. Segala hal dalam hidup harus dihitung untung ruginya. Kalau begini, apa untungnya? Kalau begitu, apa ruginya? Bila tidak menguntungkan, negara juga sah-sah saja dicelotehin. Walau serba subjektif. Selagi tidak ada untungnya, ke laut saja kata orag pintar. Benar juga sih. Karena orang pintar, memang logika dianggap segalanya.
Coba cek saja, di kiri dan kanan. Di pergaulan, baik offline maupun online. Pasti banyak orang-orang pintar. Atau setidaknya merasa pintar. Saat berkomentar, arugmen-nya mantap. Bahkan ditambah bumbu ilmiah sedikit. Tapi sayang, ujungnya menyalahkan keadaan atau orang lain. Lalu di situlah, si orang pintar memaksa pikirannya. Dan orang dianggapnya tidak pintar dipaksa menerima pendapatnya. Pandai berdebat, pandai pula menghujat. Agak sumir. Tapi orang pintar bolehlah dibilang logika sudah mencapai setengah tuhan.
Jadi orang pintar memang enak. Bila tidak mau dibilang hebat. Karena opsi-nya hanya tiga; merasa benar, lebih benar, atau paling benar. Sementara orang lain selalu salah. Terus nih, orang pintar bila tidak sepaham. Selalu bilang “Sudahlah, kita sama-sama benar. Hanya sudut pandang kita yang berbeda”. Kesannya bijak banget. Maka juaralah orang pintar.
Tentu, orang pintar berbeda dengan orang taman bacaan. Karena orang taman bacaan hanya tahu berbuat. Hanya mencari solusi dari masalah. Bukan mempermasalahkan masalah. Kata orang pintar, urusan baca buku dan akses bacaan itu urusan negara. Jadi untuk apa, rakyat seperti saya bikin taman bacaan? Orang pintar suka lupa. Bahwa di taman baccaan itu hati punya nalarnya sendiri. Sementara nalar belum tentu punya hati. Jadi memang beda, antara orang pintar dan orang taman bacaan.
Di mata orang pintar. Semua orang yang berbeda pendapat dan tidak sepaham adalah orang-orang salah. Walaupun pengetahuannya terbatas, orang pintar harus ngotot benar. Biar logikanya salah, tetap saja mengaku benar. Kadang, suka kasihan pada orang-orang yang dibilang tidak pintar. Suka bingung sendiri menyimak pikiran dan perilaku orang-orang pintar.
Terus, siapa bilang orang-orang pintar itu tidak boleh salah logikanya?
Lagi-lagi, orang pintar suka lupa. Bahwa logika yang salah dan dibumbui argumentasi ilmiah. Pada akhirnya terlalu mudah diubah jadi keyakinan. Ya, keyakinan yang bersumber dari logika yang salah. Akhirnya jadi apriori. Tahu sedikit tapi banyak komentar. Orang pintar sulit untuk realistis. Mimpi-nya yang tidak tercapai. Tapi yang disalahin orang lain atau orang awam.
Orang pintar, logika adalah segalanya. Logika dianggap sumber kebenaran. Hingga lupa bahwa kebenaran itu milik Allah SWT dan semua yang terjadi di muka bumi sudah ada dalam suratan-Nya. Karena orang pintar, merasa benar lebih benar atau paling benar. Ya sesederhana itulah orang pintar.
Orang pintar itu. Bila pesimis justu bilang optimis. Bila salah justru bilang orang lain tidak tahu benarnya. Bila diminta segera bertindak bilangnya berdoa itu lebih penting. Bila banyak berdoa, justru bilang percuma berdoa bial tidak diikuti tindakan. Giliran diajak hemat, bilangnya hidup cuma sebentar bikin enjoy saja. Giliran diajak menikmati hidup, justru bilang hidup ini harus prihatin. Jadi bingung bergaul sama orang pintar. Ada saja argumen-nya. Tidak jelas, apa yang mau dituju? Apalagi yang dilakukan.
Maaf beribu maaf ya. Bisa jadi tulisan seperti begini pun salah di mata orang pintar. Dan dianggap tidak ilmiah. Ini memang tidak ilmiah. Tapi ini adalah cara ber-ekespresi yang benar. Karena menulis lebih baik daripada ngedumel. Yang tertulis lebih ada jejaknya daripada berceloteh.
Maka hati-hati jadi orang pintar. Jangan terlalu percaya pada pikiran sendiri. Karena dalam hidup, apapun bisa terjadi. Dan tidak semua hal dapat dimengerti logika. Karena Allah SWT pasti punya alasan sendiri. Untuk apapun yang terjadi. Jadi rileks saja. Dan yang terpenting, solusi itu hadir dari ikhtiar bertindak. Bukan omong doang. Salam literasi. #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu