Siapa pun dan di mana pun, cukup kerjakan yang baik dan tinggalkan yang buruk. Tidak perlu menyalahkan orang lain, apalagi bermentalitas korban. Merapati keadaan, sambil mencari siapa yang salah? Sungguh, hanya membuang waktu. Karena sebesar apa pun kesalahan yang ditimpakan ke orang lain. Serajin apa pun kamu menyalahkannya, itu semua tidak akan mengubah kamu jadi lebih baik. Kecuali menegaskan seolah kamu jadi korban.
Selain untuk ibadah, hidup pun mengandung risiko. Lalu, kenapa menghindar dari risiko? Atau berjuang keras untuk menyalahkan orang lain? Seberapa pahit pun, risiko harus diambil. Jadikan pelajaran untuk bertindak lebih baik. Bukankah risiko bisa jadi pemicu untuk memperbaiki diri? Kerjakan yang baik dan tinggalkan yang buruk. Sesederhana itulah hidup.
Definisi literasi yang paling sederhana adalah “kerjakan yang baik, tinggalkan yang buruk”. Sangat jelas dan lugas. Tanpa dalih tanpa alasan. Selagi itu kebaikan dan bermanfaat untuk orang lain, maka kerjakanlah. Apa pun buruk, sekalipun itu ada di sahabat, maka tinggalkanlah. Baik kerjakan, buruk tinggalkan. Itulah sikap dan prinsip ber-literasi.
Seperti aktivitas literasi yang ada di taman bacaan. Mulai dari menyediakan akses bacaan hingga membimbing anak-anak yang membaca agar tidak putus sekolah. Menata buku-buku di rak dan menginventarisasi koleksi buku agar rapi. Mengajar baca-tulis kaum ibu buta aksara agar tidak dibohongi orang. Membimbing calistung anak-anak kelas prasekolah agar optimis dalam hidup. Menemani anak-anak difabel agar mampu aktualisasi diri. Mengurusi koperasi simpan pinjam agar anggota terbebas dari jeratan rentenir. Hingga menyantuni anak-anak yatim dan jompo binaan agar bisa tersenyum. Semua itu pekerjaan baik yang ada di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Terserah orang lain mau bilang apa? Intinya, kerjakan yang baik dan tinggalkan yang buruk.
Di zaman begini, membaca buku itu bukan soal bisa atau tidak? Tapi karena mau atau tidak. Maka mengelola aktivitas literasi di taman bacaan memang tidak mudah. Apalagi masyarakatnya apatis. Terkadang bikin frustrasi, bikin stress. Ada yang membenci dan memusuhi. Bahkan tidak sedikit yang memfitnah atau menggubahi. Tapi ketahuilah, setiap perbuatan baik sekecil apa pun pasti kembali kepada yang melakukannya. Dan keburukan sekecil apa pun yang ditebarkan, maka akan kembali pula kepada yang mengerjakannya. Jadi tinggal pilih, mau berbuat yang baik atau buruk? Semua ada konsekuensinya kok.
Tidak usah banyak alasan. Apalagi berdalih dengan teori ini itu. Omong begini begitu padahal semuanya omong kosong. Lupa ya, hidup itu terjadi di alam tindakan, bukan di alam ucapan. Bekerja itu bukan hanya untuk mencari materi. Melainkan untuk menebar manfaat dan membantu orang lain. Jadi, setiap perbuatan baik maka kerjakanlah. Sebaliknya, Setiap pekerjaan buruk yang sia-sia pun jauhilah.
Maka jangan pernah menyerah berbuat baik, di mana pun dan hingga kapan pun. Jangan pula mengasihani diri sendiri, saat perbuatan baik sudah dimulai dan dijalani. Sekarang ini bukan waktunya untuk mengeluh apalagi menyalahkan orang lain. Tapi momen untuk introspeksi diri, apa perbuatan baik yang sudah dilakukan? Mumpung masih ada umur, mumpung virus Covid-19 belum menyerang ke tubuh kita. Segeralah berbuat baik, tinggalkan yang buruk. Karena cahaya matahari itu tanda bahwa Allah SWT menyuruh hamba-Nya untuk menjadi lebih baik. Pegiat literasi kok gampang menyerah, apa kata dunia?
Dan menang, setiap perbuatan baik itu jarang diingat. Tapi setiap perbuatan buruk pun jarang dilupakan. Jadi, mau lebih baik atau lebih buruk ke depannya? Man Jadda Wajada, “siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkannya”. Salam literasi. #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka