Literasi, Hak Asasi yang (Nyaris) Terlupakan

Semua sepakat, tangisan Ibu Yosia di Pengadilan pada Kasus Sambo adalah hak asasi sesorang ibu. Untuk mengekspresikan diri atas kesedihan dan kepergian anaknya akibat perbuatan buruk orang lain. Berlomba mengumumkann kandidat calon presiden, sekalipun waktunya belum pas, pun hak asasi. Berjuang tanpa lelah untuk memamerkan gaya hidup juga hak asasi. Masih banyak lagi, urusan ber- atas nama “hak asasi manusia”.

 

Hak asasi itu ada saat berpolitik, ekonomi, sosial budaya, hukum bahkan pribadi. Hak-hak dasar dalam kehidupan manusia sekaligus diakui secara universal. Makanya, ada yang disebut Hak Asasi Manusia (HAM). Agar tiap manusia terlindungi dan diakomodasi untuk berkiprah di berbagai ranah kehidupan. Termasuk terlindungi dari berbagai macam tindak kekerasan, perampasan, penganiayaan, dan sebagainya. Hak asasi, intinya agar tiap manusia memiliki kehidupan yang lebih layak.

 

Tapi sayang, hari ini literasi masih menjadi hak asasi yang nyaris terlupakan di bumi Indonesia. Literasi hanya dilihat sebagai bahan diskusi dan pelajaran. Literasi sulit untuk dieksekusi. Bak “jauh panggang dari api”, literasi jadi kian dikebiri. Semua orang sadar akan pentingnya literasi. Tapi di saat yang sama, literasi pun dilupakan. Tidak banyak orang yang peduli pada literasi. Apalagi menyediakan akses bacaan dan membangun kegemaran membaca sebagai hak asasi anak-anak Indonesia.

 

Seperti yang terjadi di kampung kecil di kaki Gunung Salak Bogor, di sekitar Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Masih ada anak-anak yang putus sekolah akibat kemiskinan dan kesadaran rendah pentingnya pendidikan. Masih ada ibu-ibu buta huruf di era serba digital dan canggih. Bahkan ada anak-anak difabel yang tidak punya “ruang” untuk sosialisasi diri. Atas nama hak asasi itu pula, TBM Lentera Pustaka memfasilitasi anak-anak untuk membaca seminggu 3 kali, ibu-ibu buta huruf belajar baca tulis seminggu 2 kali, dan anak-anak difabel mampu bersosialisasi dnegan teman sebaya seminggu 3 kali. Literasi dan taman bacaan, boleh dibilang hak asasi yang diabaikan. Hak pendidikan untuk memperoleh akses bacaan dan tempat nyaman membaca buku.

 

Hak asasi itu anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak setiap individu untuk mendapatkan tempat-tempat baik untuk membaca buku, membangun pikiran yang positif. Literasi adalah hak asasi siapapun. Karena itu, literasi dan taman bacaan patut dijaga, dilindungi, dan dihormati. Sekalipun tidak dipedulikan banyak orang. Untuk meningkatkan kualitas manusia yang lebih literat dan bermartabat.

 

Literasi kian diabaikan. Karena banyak orang hanya senang hidup dan ber-aktivitas di dunia maya, di media sosial. Akhirnya, niat baik gagal diubah jadi aksi nyata. Puas atas apa yang di-posting di dunia maya. Demi citra dan status yang kamuflase.

 

Semoga ke depan, hak asasi tetap objektif. Dan literasi tidak lagi diabaikan. Agar esok, perbuatan baik tidak lagi dibuktikan hanya lewat jari-jemari dan mulut. Melainkan mata kepala dan tangan yang betul-betul membuktikannya. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *