Saat mengantar anak saya ziarah kubur ke makam kakek dan neneknya (yang berarti orang tua saya) di TPU Munjul Cibubur, tiba-tiba anak saya bertanya. “Abi takut nggak bila dipanggil Tuhan?”
Entah, benar atau tidak jawaban saya. Saya hanya katakan, mungkin siapapun takut dipanggil Tuhan karena merasa amal ibadahnya belum cukup. Tapi bagi siapapun yang sudah ikhtiar beramal, mungkin tidak takut bila dipanggil Tuhan. Intinya Nak, kematian siapapun tidak pernah berhitung tentang takut atau tidak takut. Karenanya, siapapun harus eling dalam hidup. Sambil terus mempersiapkan diri untuk kematian.
Makanya kita berziarah kubur. Selain untuk mendoakan kakek-nenek atau orang tua. Juga untuk mengingat kematian. Karena pada akhirnya tiap yang bernyawa pasti akan meninggal dunia. Untuk kembali ke kubur. Cepat atau lambat, siapapun tanpa kecuali akan mati. Dikubur dan ke kubur jadi bagian perjalanan yang pasti dilalui. Alam kubur sebagai gerbang menuju ke akhirat. Bersiap menuju ke pengadilan Allah SWT.
Sungguh, siapapun yang mengawali hidup dengan kelahiran. Maka akan diakhiri dengan kematian. Semua orang tahu kematian itu pasti. Tapi sayangnya, tidak semua orang mau mempersiapkan diri. Padahal, dunia adalah tempat untuk mempersiapkan kematian. Seperti kemarin seorang kawan meninggal dunia dan diantar ke kubur. Tapi mungkin esok atau lusa, giliran kita yang diantarkan ke kubur.
Siapapun, pada “gilirannya” akan kembali ke kubur. Entah sebab sakit, kecelakaan, bahkan dalam kondisi sehat sekalipun. Semua yang hidup pati akan mati. Kubur tidak pernah mengenal pangkat atau jabatan, apalagi status sosial. Kubur pun tidak kenal nasab atau keturunan. Artis, Menteri, politisi, karyawan, atau rakyat jelata pasti kembali ke kubur. Lagi-lagi sayangnya, masih banyak orang yang belum mau mempersiapkan kematian? Masih terlalu sibuk dengan urusan gemerlap dunia. Atau mungkin atas sebab lainnya jadi lalai bersiap diri.
“Jadi, apa yang harus kita persiapkan untuk mati?” tanya anak saya lagi.
Begini Nak, sejujurnya apa yang kita sibuki di dunia ini adalah sementara. Apa yang kita kumpulkan di dunia pun tidak berarti apa-apa di hadapan Allah. Tidak satu pun yang kita miliki akan dibawa mati. Hanya amal baik dan sedekah yang akan menerangi kubut kita. Maka berbuat baiklah kepada siapapun. Kerjakan semua perintah Allah SWT dan jauhi larangan-Nya. Sholat dan mengaji, bantu anak-anak yatim, dan ikhlas dalam semua keadaan. Jangan lelah berbuat baik dan menebar manfaat kepada orang lain, sekecil apapun. Jangan biarkan sedetik pun waktu yang terbuang tanpa nilai ibadah kepada-Allah SWT. Berikan senyum, tegur sapa, dan jabat tangan yang sederhana untuk orang lain. Syukur-syukur mau mengabdi di taman bacaan sepenuh hati. Prinsipnya, amar ma’ruf nahi mungkar.
Semua akan kembali ke kubur. Dan tidak satupun di dunia yang dibawa mati. Segala perilaku pasti akan dimintai pertanggung-jawaban di akhirat nanti. Maka tidak ada setetes kemewahan dunia yang patut disombongkan. Jauhi setiap perbuatan buruk dan tidak berfaedah. Untuk selalu bersiap untuk kembali ke kubur. Kapan pun waktunya, apapun keadaannya. Agar mampu meraih surga jannatun na’im, bukan menderita tidak terperi di neraka jahanam, na’udzubillah.
Agar saat tiba giliran nanti, jangan ada teriakan sesal dari dalam kubur. Maka manfaatkan waktu yang tersisa untu kebaikan dan kemanfaatan. Sambil tetap mengingat kematian. Begitulah Nak!