Di tengah kondisi ekonomi global dan persaingan bisnis yang kian ketat, bisa jadi pengusaha atau perusahaan “terpaksa” melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada pekerjanya. Apalagi dengan dalih untuk efisiensi perusahaan atau restrukturisasi, PHK memang salah satu opsi yang realistis bagi pengusaha. Jadi, sah-sah saja untuk melakukan PHK. Tapi saat PHK, ada konsekuensi yang harus dipenuhi pengusaha kepada pekerjanya.
PHK berarti terjadinya pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha/perusahaan. Artinya harus ada alasan yang kuat, kenapa PHk dilakukan? PHK tidak boleh sembarangan apalagi subjektif. Harus ada hitung-hitungan strategis, baik tidaknya mem-PHK pekerja? Jika pun harus terjadi PHK, maka pengusaha harus merencanakan PHK dengan hati-hati dan objektif. Karena sangat mempengaruhi kondisi ekonomi keluara pekerja, terkait dengan tanggungannya. Maka, PHK harus ada alasan yang mendasasarinya sekaligus harus membayar uang PHK. Sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, berdasarkan Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja dinyatakan ada 17 alasan terjadinya PHK, baik akibat pensiun, meninggal dunia, atau efisiensi perusahaan. Maka pengusaha atau perusahaan harus memahami dengan cermat soal ketentuan PHK.
Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja pasal 156 ayat (1) menegaskan bahwa “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”. Acuan besarannya terdiri dari: a) uang pesangon (ayat 2), b) uang penghargaan masa kerja (UPMK) (ayat 3), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya ongkos pekerja (ayat 4). Aturan ini dikuatkan dalam PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Silakan PHK, asal bayar uang pesangon (UP) dan uang penghargaan masa kerja (UPMK) pekerja sesuai dengan hak-nya. Karena PHK ada aturannya. Bukan hanya menyebut “perusahaan dalam keadaan merugi lalu hak pekerja diabaikan”. Apalagi ada perusahaan yang mem-PHK pekerja tapi “disuruh” mengundurkan diri, maksunya apa? PHK ya pemutusan hubungan kerja, kalau pengunduran diri ya lain lagi urusannya. Maka soal PHK, pengusaha harus paham aturan dan pekerja pun harus tahu ketentuan yang seharusnya. Tentang hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja saat terjadi PHK.
Sebagai contoh, bila terjadi PHK akibat efisiensi perusahaan. Sesuai Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021 tentang PKWT dan PHK, seorang pekerja, sebut saja si A dengan masa kerja 20 tahun dan upah terakhir Rp. 10 juta, maka perhitungan pembayarannya sebagai berikut:
– UP = 9 X 1 X Rp. 10 juta = 90 juta
– UPMK = 7 X Rp. 10 juta = 70 juta
– UPH = 1 (relatif) X Rp. 10 juta = 10 juta
Maka, uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima si A sebesar Rp. 170 juta. Itu berarti selain menjelaskan alasan PHK kepada pekerja, pengusaha pun harus membayar kompensasi PHK kepada pekerja sebesar Rp. 170 juta.
Lalu dalam implementasinya, pengusaha atau perusahaan merasa keberatan membayar uang pesangon kepada pekerja? Alasannya karena perusahaan sedang merugi, kenapa harus membayar uang pesangon ke pekerja? Ya, bila pengusaha atau perusahaan paham ya memang begitu regulasinya. Mau tidak mau, harus dipatuhi ketentuan PHK kepada pekerja. Bila tidak, ya harus siap “digugat” pekerja ke masalah hukum.
Maka ke depan, sangat penting bagi pengusaha atau perusahaan untuk mendanakan kompensasi pascakerja sejak dini. Karena cepat atau lambat, uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja pasti dibayarkan. Entah atas sebab pekerja pensiun, meninggal dunia, atau di-PHK akibat efisiensi perusahaan. Uang pesangon jadi masalah karena selama ini perusahaan tidak mendanakannya atau tidak dipisahkan dari sistem keuangan perusahaan.
Sebagai solusi, sudah waktunya pengusaha atau perusahaan memanfaatkan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) sebagai sarana pendanaan kompensasi pascakerja. Baik untuk membaya UP, UPMK atau UPH pekerja manakala terjadi PHK. Dengan begitu, bila sewaktu-waktu, pengusaha “terpaksa” harus mem-PHK pekerja maka uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja untuk pekerja sudah tersedia dan tinggal dibayarkan.
Jadi, Silakan PHK. Asal bayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang menjadi hak pekerja. Salam #YukSiapkanPensiun #UangPesangon #PesangonUUCiptaKerja