Kemarin, seorang kawan bercerita. Selama bulan Ramadan, katanya rajin tadarusan Al Quran. Tapi baru sehari berselang saat lebaran, katanya lagi kok malas ya? Apa karena sudah bukan bulan puasa? Saya sih diam saja.
Dari obrolan itu, saya hanya menegaskan pentingnya “konsistensi” dalam urusan apapun. Ya, apapun harus konsisten alias mantap dalam bertindak. Jangankan ibadah, urusan sepele seperti cuci piring atau menyapu lantai saja bila tidak konsisten ya akan kacau-balau. Ngomong juga kalau tidak konsisten ya pasti beda dengan perilakunya. Apa yang diomong, apa yang dikerjakan itu kuncinya ada di konsistensi.
Konsisten atau istikomah itu bukan hanya sikap tapi perbuatan. Untuk melakukan suatu hal secara berkelanjutan, terus menerus. Apapun motifnya, mau ada uangnya atau tidak ada uangnya ya harus konsisten. Karena konsisten itu berarti tetap, kokoh, dan berdiri tegak dalam kondisi apapun. Dan apapun aktivitasnya apabila dikerjakan secara berulang dan teratur, Insya Allah pasti ada hasilnya. Bahkan bisa jadi “passion” atau gairah tersendiri yang diraih. Maka di situ, ada kepuasan batin yang tidak ternilai harganya.
Jujur saja saat ini, saya jadi orang yang selalu menulis setiap hari. Minimal satu artikel, tentang apa saja yang bisa dan mau saya tulis. Terserah ada yang baca atau tidak, saya tidak peduli. Karena sejatinya, saya sedang melatih dan membiasakan konsistensi dalam menulis. Dan bagi saya, lebih baik menulis daripada banyak omong. Sebab, tulisan pada akhirnya ada rekam jejaknya. Bisa dilacak di kemudian hari. Bikin kue atau aktif di taman bacaan pun butuh konsistensi. Bukan hanya sebatas berani memulai tapi tidak mampu menjaga konsistensinya. Apalagi hanya karena euphoria, ikut-ikutan semata tanpa didukung sikap istikomah untuk memeliharanya dari waktu ke waktu.
Konsistensi, dalam hal apapun itu sangat penting. Tokoh-tokoh seperti Albert Einstein, Thomal Alfa Edison, bahkan Bung Karno dalam memperjuangkan kemerdekaan RI bukan tanpa kendala atau kegagalan. Tapi mereka selalu bertindak konsisten, hingga pada akhirnya berhasil. Sayangnya zaman begini, banyak orang bikin ini bikin itu tapi tidak konsisten. Bahasa kampungnya “anget-anget tai ayam”. Pengen begini pengen begitu tapi tidak istikomah dalam menjalaninya. Ya, hasilnya pikir saja sendiri kan bisa dicek …
Sudah 6 tahun ini, saya mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sementara saya bertempat tinggal di Jakarta. Seminggu sekali datang ke taman bacaan hanya untuk “mengurus” secara konsisten. Saya jaga betul konsistensi di taman bacaan agar tetap eksis. Kalau alasan sibuk ya semua orang juga sibuk. Saya pun sibuk mengajar di kampus, sibuk jadi konsultan, sibuk sebagai direktur eksekutif di salah satu asosiasi jasa keuangan di Indonesia. Sibuk, sibuk, dan sibuk pasti dialami banyak orang. Tapi sibuk juga yang jadi alasan untuk “tidak melakukan apapun” kapan saja dan di mana saja.
Karena konsistensi itulah, TBM Lentera Pustaka yang saya dirikan tadinya hanya punya 1 program literasi yaitu taman bacaan. Tapi kini sudah menjalankan 15 program literasi seperti: GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 warga belajar, KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak usia prasekolah, YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai, JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 12 jompo usia lanjut, TBM Ramah Difabel dengan 2 anak difabel, KOPERASI LENTERA dengan 28 kaum ibu agar terhindar dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi, DonBuk (Donasi Buku), RABU (RAjin menaBUng), LITDIG (LITerasi DIGital) untuk mengenalkan cara internet sehat, LITFIN (LITerasi FINansial), LIDAB (LIterasi ADAb), MOBAKE (MOtor BAca KEliling), Rooftop Baca, dan Berantas Buta Huruf Al Quran. Dalam waktu dekat pun akan membuka kafe literasi “Kopi Lentera” sebagai tempat nongkrong bernuansa literasi ber-view Gunung Salak. Dengan koleksi lebih dari 10.000 buku serta didukung 5 wali baca dan 12 relawan, alhamdulillah saat ini melayani tidak kurang dari 200 orang per Minggu sebagai pengguna layanan TBM Lentera Pustaka.
Konsistensi itu landasan awalnya komitmen. Dan ujung akhirnya adalah prestasi atau hasil yang baik. Tidak ada prestasi atau hasil baik tanpa konsistensi. Apalagi cuma omongan dan pikiran doang. Karena konsistensi itu berpijak pada prinsip dan nilai-nilai yang dianut orangnya. Tetap, tidak berubah-ubah, atau ajek. Konsisten, atas apa yang dikatakan dan sesuai dengan yang dikerjakan. Maka ketika konsistensi ternodai, maka “mati suri” atau seperti “jauh panggang dari api”. Apa yang dikerjakan tidak sesuai dengan tujuan awalnya, tidak kena sasaran.
Siapapun yang konsisten, pasti bertindak dengan hati-hati. Tidak mudah goyah, sulit terpengaruh oleh orang lain, dapat diandalkan, punya integritas, bahkan tidak takut ditiru oleh orang lain. Karena konsisten maka selalu bijak dalam mengambil keputusan dan pada akhirnya apa yang diucapkan sama dengan apa yang dikerjakannya. Tidak peduli komentar orang lain. Kan orang lain juga tidak bantu apa-apa. Jadi buat saya, cukup jaga saja konsistensi, Apapun dan di mana pun.
Nah, bila konsistensi sudah dilakukan. Bukan berarti tanpa kendala dan hambatan kan? Jadi biarlah semuanya berproses, ada atau tidak ada kendala. Asal terus perbaiki niat, baguskan ikhtiar, dan perbanyak doa. Dijalani saja dengan penuh rasa syukur dan sabar. Selebihnya, biarkan Allah SWT yang bekerja untuk orang-orang yang konsisten. Pada waktunya, pasti akan tiba kok, cepat atau lambat.
Jadi pesan literasinya adalah apapun yang dilakukan kerjakan saja secara konsisten. Jangan terlalu banyak komentar apalagi keluh-kesah. Karena semua sudah ada dalam skenaro-Nya. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka