Momen lebaran memang indah. Karena banyak orang bergembira merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Di berbagai sudut rumah, di jalan-jalan, terbersit wajah-wajah penuh senyum. Sebagai tanda kebahagiaan. Bersuka cita menyambut datangnya bulan Syawal. Sambil terus menjaga kebersihan hati, pikiran, bahkan perilaku. Sebuah fitrah manusia yang didambakan sepanjang tahun.
Namun di balik momen lebaran, masih saja ada saudara-saudara kita yang mengalami kesulitan. Berjibaku dengan masalah yang dihadapinya. Seperti tidak mengenal waktu, masalah selalu datang silih berganti, Tidak punya uang, berteman dengan kemiskinan, hingga terganggunya hubungan persaudaraan. Kesulitan demi kesulitan terus mendera mereka. Semakin sulit hidupnya, saat mereka kian terbebani oleh mimpi-mimpinya sendiri. Terkadang mereka pun memaksa diri untuk berjuang keras untuk memenuhi harapan orang lain.
Seperti seorang kawan yang merasa kusulitan di momen lebaran kali ini. Akibat terlalu berlebihan dalam menganalisis keadaannya sendiri. Segala hal dianggap selalu jadi masalah. Hidupnya jadi tertekan, cenderung menyalahkan diri sendiri dan keadaan. Hanyut dalam kesulitan, larut dalam terpaan masalah hidup. Sehingga semakin sulit berpikir jernih, berlapang dada, bahkan merasa tidak mampu mengambil keputusan. Sulit, sulit, dan sulit merundung sebagian saudara-saudara kita. Sekalipun di momen lebaran.
Laqad khalaqnal-insāna fī kabad. Artinya, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (Al Balad: 4). Sebenarnya sangat jelas, bahwa tiap fase kehidupan manusia pasti akan menemui kesulitan. Mulai dari dilahirkan hingga saat menemui kematian. Sulit saat hidup di dunia, mencari rezeki, galau dalam menentukan tujuan hidup. Mau apa dan kemana mereka?
Mumpung di momen lebaran. Ada baiknya, siapapun untuk merenungkan kembali. Tentang pentingnya “berinteraksi” dengan kesulitan, bersahabat dengan masalah. Karena memang sejatinya, tidak ada satu pun manusia yang tidak punya masalah di dunia ini. Masalah pasti ada, kesulitan pasti ditemui, Soalnya, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Kesulitan atau masalah adalah fakta, Maka dibutuhkan “sikap” untuk memperlakukannya. Karena fakta tidak lebih penting daripada sikap.
Berbekal pengalaman atas masalah dan kesulitan selama mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka dalam 6 tahun terakhir di kaki Gunung Salak Bogor, terbuktikan berinteraksi dengan kesulitan atau masalah itu sangat penting. Nah, bagaimana caranya? Setidaknya, ada 12 (dua belas) cara pandang yang harus diperkuat siapapun saat menghadapi kesulitan atau masalah:
- Tetap rileks saat menghadapi kesulitan. Bahwa masalah itu datang silih berganti, dan orang lain pun mengalami kesulitan yang sama, bahkan kadang lebih parah. Rileks saja sambil tetap berpikir realistis untuk mencarikan solusinya.
- Tidak ada kesulitan yang tidak memiliki hikmah. Jadi sangat penting merenungkan hikmahnya untuk diri sendiri sebagai “arah jalan” ke depan. Justru dengan masalah, banyak orang jadi lebih matang dan lebih bijak.
- Gantungkan harapan hanya kepada Allah SWT, bukan kepada orang lain. Datangnya manfaat atau mudarat semuanya hanya dari Allah SWT.
- Sadari semua yang terjadi adalah kehendak Allah SWT. Segala sesuatu ditetapkan untuk kita dari Allah SWT tidak akan pernah luput. Semua sudah ditetapkan-Nya. Bila harus terjadi, maka terjadilah. Butuh sikap ilkhlas dan lapang hati.
- Pahami hakikat hidup di dunia maka akan lega dan lapang dada. Banyak orang salah memahami dunia sehingga gagal menyikapinya. Dunia adalah jalan bukan tujuan.
- Berbaik sangka saja kepada Allah SWT. Jangan salahkan keadaan, orang lain atau Allah SWT. Semua yang terjadi pada kita pasti baik di mata Allah SWT dan cukup bersabar untuk mananti hasilnya.
- Jangan egois karena pilihan Allah SWT pasti lebih baik daripada pilihan kita sendiri. Tidak perlu memaksa diri, karena jalan hidup sudah ada dalam takdir-Nya.
- Selalu ada jalan keluar dari setiap kesulitan. Jalan keluar pasti ada. Bahkan Semakin berat kesulitan yang dialami justru semakin dekat jalan keluar bahkan baik hasilnya.
- Yakinlah tidak ada kesulitan yang Allah SWT berikan tanpa disiapkan solusinya. Semua masalah sangat gampang di mata Allah SWT, sudah disiapkan “sepaket”, apa masalahnya dan jalan keluarnya?
- Perbaki niat dan baguskan ikhtiar. Mungkin saja, kesulitan menjadi alat introspeksi atas niat masa lampau yang kurang pas dan ikhtiar yang tidak optimal. Maka perbaikilah niat dan ikhtiar.
- Terus berdoa yang baik kepada Allah SWT. Jangan pernah bosan berdoa karena manusia itu bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Berdoa saja tanpa henti karena Allah SWT tidak pernah bosan mendengar dan mengabulkan doa hamba-Nya.
- Bangkit, bangkit, dan bangkit. Jangan pernah terlena dengan kesulitan atau masalah apapun. Sikapi semuanya dengan berbuat yang terbaik, soal apapun dan di mana pun.
Kesulitan itu pasti ada, masalah pun selalu hadir. Maka mulailah berinteraksi dengan kesulitan dan masalah. Ada baiknya tidak bertumpu pada fakta tapi lebih penting bagiamana cara menyikapinya? Memang berat, namun apapun harus dihadapi. Toh, pada akhirnya semuanya akan berlalu. Asal tetap bersikap realistis, objektif, dan sesuai hati Nurani. Jangan hiraukan apa kata orang lain karena orang lain itu pun punya masalahnya sendiri.
Jadikan momen lebaran sebagai sarana untuk memperbaiki diri dari hari-hari sebelumnya. Tetap optimis dan berpikir positif dalam keadaan apapun. Memamg terkesan klies, tapi memang itulah sikap yang harus dijunjung tinggi. Agar mampu berinteraksi dengan kesulitan apapun. Jangan biarkan masalah menerpa tanpa mampu dituntaskan. Itulah ikhtiar yang harus dilakukan.
Kembali ke fitrah. Itu berarti berani berinteraksi dengan kesulitan dan masalah. Memang ada benarnya. Kata bijak yang menyuruh kita untuk “berdoa menjadi manusia lebih kuat dalam menghadapi masalah, bukan berdoa untuk hidup lebih mudah”. Salam literasi!