Apa sih rahasia menulis sastra berkualitas? Topik itu diangkat dalam seminar menulis sastra Unitas PBSI FBS Unindra bertajuk “Rahasia Menulis Sastra yang Berkualitas” di Jakarta (24/5/2023) dengan pembicara Syarifudin Yunus, Penulis – Pendiri TBM Lentera Pustaka dan Dosen PBSI FBS Unindra. Dihadiri 70 mahasiswa, seminar menulis sastra ini digelar untuk memacu kemauan dan kompetensi generasi muda dalam menulis untuk sastra. Ikut hadir dalam seminar menulis sastra ini Eko Yulianto (Sekprodi PBSI Unindra), Fadli (Kabag Kemahasiswaan Unindra), BEM Unindra, Dewan Mahasiswa Unindra, BEM FBS Unindra, dan Unitas PBSI FBS Unindra yang turut antusias untuk membangun kemauan dalam menulis.
Sastra yang berkualitas, tentu bersifat relatif. Soal baik buruknya suatu karya sastra sangat bergantung pada pembacanya. Ada cerita sastra yang bagus namun tidak digemari pembaca. Ada pula ceritanya tidak begitu menarik tapi lahir dari tangan penulis ternama jadi dianggap berkualitas. Atau apa ada yang mau karya sastra disebut berkualitas namun tidak mendapatkan “income” dari karyanya sendiri? Maka menulis sastra seharusnya dilihat dari proses yang dijalani, pembiasaan untuk menulis karya sastra. Menulis sebagai proses.
“Sastra berkualitas itu lahir dari proses menulis yang dibiasakan. Karena tiap cerita akan menemukan jalannya sendiri bila sudah dibiasakan ditulis. Karena itu, sikap mau menulis dan kompetensi menulis menjadi penting dikampanyekan. Menulis tidak ada yang instan, maka tulislah apa yang dialami, dirasakan dan diketahui. Menulis adalah perbuatan bukan pelajaran” ujar Syarifudin Yunus, dosen yang telah mengabdi lebih dari 29 tahun dalam pemaparannya.
Untuk itu, menulis sastra harus dilihat sebagai kompetensi. Sebagai karya fiksi, seperti puisi, prosa atau drama tidak cukup dipelajari. Tapi harus dilatih, ditulis agar tahu proses kreatifnya. Menulis sastra sejatinya harus didukung sikap mental dan cara berpikir yang mampu direfleksikan ke dalam tindakan untuk menulis. Sehingga nantinya, kualitas tulisan atau karya sastra akan terbentuk dengan sendirinya. Tiap tulisan yang lahir dari pengarang manapun pada akhirnya akan menemukan momentum dan jalannya sendiri, termasuk menemukan pembacanya sendiri.
Berkualitas atau tidaknya suatu karya harus dilihat dari prosesnya. Di situlah dibutuhkan kreativitas. Sebuah cara beda dalam menulis. Berbeda cara berpikirnya, beda batinnya, beda perilakunya, dan beda kasil karyanya. Jadi, menulis harus bisa jadi cerminan proses untuk memulai dan mengakhiri cerita dengan baik dan menarik. Patut diingat pula, menulis sastra pasti gagal jika ada di tangan 1) orang yang senang berpikir tapi tidak pernah mau bertindak dan 2) orang yang bertindak tapi tidak pernah berpikir. Karena menulis apapaun, termasuk sastra tidak cukup hanya fokus tapi juga harus intens.
Jadi, rahasia menulis sastra yang berkualitas. Hanya terletak pada “tidak adanya celah antara rencana dan aksi dalam menulis. Karena cara terbaik dalam menulis sastra adalah tulis, tulis, dan tulis. Bukan seminar atau diskusi kelompok.
Menulislah untuk sastra. Seperti memperlakukan cinta dengan hati. Jangan sampai setelah jauh tertinggal. Lalu, kamu mencoba untuk memungut lagi. Salam menulis!