Sebagai seorang ayah, saya sih nggak terpikirkan. Bila anak ke-2, Farid Nabil Elsyarif akhirnya menjadi Sarjana Statistik (S.Stat.) dari FMIPA Universitas Brawijaya (UB) Malang. Setelah menuntaskan disang ujian skripsi hari ini (9/6/2023) di kampus UB Malang. Statistik, tentu ilmu langka yang fokus mengubah data dan angka menjadi informasi penting untuk segala disiplin ilmu. Survei kandidat presiden, survei rata-rata orang Indonesia hidup sampai umur berapa? dan survei-survei lainnya, ternyata semuanya berbasis data dan angka yang diidentifikasi, dianalisis, hingga jadi informasi yang diyakini orang banyak. Intinya, mengolah data jadi informasi.
Sejak diterima di FMIPA UB tahun 2019 lalu, Farid dibimbing langsung oleh “suhu” Aktuaria terkemuka di Indonesia sekaligus sebagai sponsor yang membiayai masuk kuliahnya. Mengenal ilmu aktuaria, hingga diberi motivasi sebelum berangkat ke kampus waktu itu. Setelah lulus dan menyandang “bachelor of statistics” anak saya pun siap menekuni ilmu aktuaria sekaligus merampungkan sertifikat profesi yag diperlukan. Yah, ilmu hitung-menghitung yang dikaitkan dengan valuasi gitu kira-kira.
Saya paham betul. Nggak mudah perjuangannya untuk menggapai predikat ini. Hidup di kota yang jauh, terpisah dari orang tau, nge-kost, atur makan dan waktunya sendiri. Harus aktif di kampus di berbagai organisasi. Hingga hari ini pun, dia harus pertanggungjawabkan hasil penelitian skripsi selama 2 jam penuh di hadapan penguji. Sebagai ayah, saya tidak hanya bersyukur. Tapi bangga atas capaian “sang maestro”, begitu saya menyebutnya. Ini momen penting, karena menjadi tanda akhir perjalanannya “mencari ilmu” hingga 7 tahun lamanya keluar dari rumah (3 tahun di Pandeglang di SMAN CMBBS dan 4 tahun di UB Malang).
Ilmu saya dengan anak saya ini, tentu bertolak belakang. Saya bahasa, dia statistik. Orang bahasa banyak omong. Orang statistik banyak berpikir dan analisis hanya modal satu angka. Tapi nggak masalah, karena memang begitu ilmu berdialog. Karena ilmu yang berbefda itu menjadikan kita berpikir. Ada yang bertolak belakang, ada pula yang saling ber-komplemen. Jadi, sah-sah saja.
Kini setelah jadi sarjana statistik, saya pun belajar dari anak saya sendiri. Selama kuliah, betapa anak saya begitu percaya diri dengan ilmunya, rileks tampilannya, dan dia tidak pernah membuang waktu untuk mengeluh. Dia kerjakan dan jalani semuanya sendiri. Hingga belum genap 4 tahun kuliah, dia sudah lulus di usia 21 tahun. Selamat Nak, godeamus igitur untukmu. Abi bangga padamu, Nak. Love you!