Di era media sosial, sengaja atau tidak sengaja, banyak orang berbuat zolim kepada orang lain. Ya, bertindak zolim yang artinya meletakkan sesuatu hal bukan pada tempatnya. Sehingga menyakiti hati dan perasaan orang lain. Entah karena omongan, sikap, maupun perbuatan. Contoh perbuatan zalim yang paling sering terjadi, seperti fitnah, gibah, atau perbuatan buruk yang tidak pantas dilakukan kepada orang lain.
Adalah naluri setiap orang, saat dizolimi, pasti marah. Bila perlu membalas kezoliman yang diperbuat orang lain. Apalagi bila tidak diketahui, apa salah kita? Emosi dan marah pun membuncah di kepala. Hingga bertekad untuk membalas kezoliman dengan kezoliman. Rasa marah, benci, dan dendam pun mulai muncul. Tentu, marah dan dendam pun harus dipangkas. Karena membawa dampak negatif bagi diri sendiri. Siapapun yang dirndung rasa marah, benci, bahkan dendam pasti akan gelisah hatinya dan terkuras energinya. Berjibaku dalam konflik yang berkepanjangan.
Di manapun, bila gampang marah gampang benci maka seharusnya pun gampang menjadi pemaaf. Maaf untuk membebaskan seseorang dari hukuman atas suatu kesalahan. Maaf yang berarti menghapus kesalahan atau bekas-bekas luka di hati. Bukan maaf bila masih membenci, mengintimidasi, bahkan masih dendam. Di zaman begini, penting untuk terus ikhtiar dan belajar meminta maaf dan memaafkan orang lain. Seperti kata Syeikh Omar Suleiman, “Hanya hati yang pemaaf yang dapat menikmati hubungan yang bersungguh-sungguh dengan Allah. Sentimen dan marah terlalu banyak menyita waktu dan tempat.”
Seperti yang terjadi di taman bacaan. Tidak sedikit orang yang memfitnah, bahkan bergibah. Ngomong begini, ngomong begitu hingga melarang anaknya untuk membaca di taman bacaan. Meletakkan buku di sembarang tempat, membuang sampah sembarangan, menaruh barang tidak pada tempatnya hingga mengambil barang di taman bacaan yang bukan hak-nya. Bikin kesal, bikin marah. Tapi justru di taman bacaan, siapapun belajar menjadi pemaaf. Berusaha untuk memaklumi dan memaafkan apapun yang terjadi di taman bacaan. Literasi memaafkan pun ada di taman bacaan. Memang membutuhkan kebesaran hati dan jiwa. Agar mampu mengurangi sentimen dan marah, di samping belajar untuk mengendalikan hawa nafsu.
Menjadi pemaaf di taman bacaan. Terbukti mampu membuat hidup lebih tenang. Bahkan lebih berkah dan mendatangkan kebaikan yang melimpah. Akibat mampu memaafkan hal-hal yang kecil. Memaklumi apapun yang terjadi dan berusaha memahami beda cara pandang orang lain. Dan ujungnya, menerima kenyataan bahwa semua orang pernah berbuat kesalahan.
Rasulullah SAW mengingatkan, “Barangsiapa menahan amarahnya, niscaya Allah akan menutupi aibnya. Barangsiapa menahan emosinya, yang andaikata ia mau, ia bisa melampiaskannya, niscaya Allah memenuhi hatinya dengan ridho-Nya pada hari kiamat.” (HR. Thabrani). Alangkah nikmatnya menjadi pemaaf sehingga batin lebih tenang dan lapang. Urusan menjadi mudah dan tuntas. Hidup lebih mulia karena tetap berpijak pada kebaikan dan selalu menebar manfaat kepada orang lain seperti di taman bacaan. Maaf, memang butuh sabar dan Ikhlas.
Harus diakui, manusia bukanlah makhluk yang sempurna. Selalu ada kesalahan yang diperbuat, sengaja maupun tidak disengaja. Sejauh bukan urusan pirnsip danbertentangan dengan agama, maka maaf memang layak disematkan. Meminta maaf atau memaafkan, adalah budaya yang bisa dipelajari dan dibiasakan di taman bacaan seperti yang terjadi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.
Maka siapapun, jika ingin meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan di masa lalu. Cukup dengan melakukan sesuatu yang baik dan benar di masa depan. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen