Hari ini, saya dan anak-anak berkunjung ke Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY. Ada yang menggelitik saya, soal nomenklatur “perpustakaan dan arsip” sementara di daerah lain tidak sedikit yang menggunakan “arsip dan perpustakaan”. Ini memang soal nomenklatur, soal penamaan.
Entah kenapa, saya kok lebih cocok dengan penamaan “Dinas Perpustakaan dan Arsip” seperti di DIY daripada “Dinas Arsip dan Perpustakaan” seperti di Kabupaten Bogor. Selain nomenklatur yang berbeda untuk bidang tugas yang sama di beberapa daerah, istilah “perpustakaan” yang ditempatkan lebih dulu daripada “arsip” menunjukkan tingkat prioritas. Mana yang lebih diprioritaskan? Perpustakaan atau arsip.
Konkretnya di DIY, perpustakaan disebut lwbih dulu baru arsip. Sementara yang lain, bisa jadi arsip dulu baru perpustakaan. Sehingga tingkat pengembangan dan komitmen terhadap perpustakaan jadi beda-beda. Yah, memang ini sekadar pikiran subjektif saya sih. Tapi nomenklatur ini jadi penting, sebagai cerminan dari “mind set” atau cara pandang pembuat kebijakan. Mau perpustakaan dulu atau arsip dulu? Ini soal prioritas.
Tapi khusus di Perpustakaan dan Arsip DIY yang saya datangi hari ini, bukti perpustakaan punya peran besar untuk memajukan tradisi baca di masyarakat. Walau soal arsip pun tidak kalah penting dan manfaat. Namun bicara prioritas seharusnya perpustakaan mungkin lebih pas didahulukan daripada arsip.
Jika bicara membangun tingkat kegemaran membaca, memang sebaiknya perpustakaan diprioritaskan. Karena sifatnya dinamis dan menyangkut kepentingan banyak pihak atau publik. Setelah itu, baru arsip yang sifatnya lebih dokumentatif walau tetap penting juga sih.
Jadi kembali lagi, soal nomenklatur. Saya sih lebih cocok dengan “perpustakaan dan arsip”, bukan “arsip dan perpustakaan”. Jadi maunya pakai “perpustakaan dan arsip” atau “arsip dan perpustakaan” Pak Pejabat?
Literasi memang kompleks dan kadang rumit. Tapi harus tetap bertumpu pada realitas yang ada. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka