Lagi malas, nggak apa-apa. Malas kan sangat wajar dan manusiawi. Nggak punya motivasi. Lagi mau ngapain juga. Bila tidak tahu apa yang harus dilakukan. Terlalu lelah kerja, dan ngobrol di grup WA. Jadi tidak punya energi lagi. Apalagi merasa tidak tahu apa-apa, tidak tahu tentang apa pun. Wajar malas, iya kan?
Lagi malas. Akhirnya, sering menunda pekerjaan. Bangun siang dan sering terlambat. Selalu tidak tahu apa yang mau dilakukan. Malas menulis, malas membaca. Semuanya jadi malas. Akhirnya, suka mengeluh dan membandingkan diri dengan orang lain. Pengennya, semua serba instan. Kalau bisa nggak usah ada prosesnya, langsung saja terima hasilnya. Enak banget ya, jadi orang malas. Rajin menunda-nunda dan berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Tapi ingin dapat hasilnya secepat mungkin, alhamdulillah.
Malas memang lazim untuk siapapun. Saat tidak mau melakukan apapun. Berdiam diri sambil berleha-leha. Suatu kondisi di mana lebih senang menghindari pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan. Potensi yang dimiliki jadi sia-sia. Peluang pun terbuang percuma. Bahkan amal pun “terpaksa” dihindari. Maka saat sering menunda dan berdiam diri merasuk diri, di situlah rasa malas bermukim. Rasa malas yang bertambah lagi tidak terkalahkan. Akhirnya produktivitas pun terabaikan. Hidup malas!
Memang benar, siapapun yang lagi malas. Pasti lupa dan cenderung lalai. Bahwa saingan terberat dalam hidup itu bukanlah orang lain tapi diri sendiri. Siapapun yang sedang bermalas-malasan hari ini, lupa bawah orang lain di luar sana sedang bergerak untuk merebut dan menggeser posisi kita. Saat lagi malas, siapapun sudah pasti merasa jalanan dan waktu itu menyulitkan dirinya. Hingga lupa bahwa Allah SWT sudah siapkan jalan yang mudah dan waktu yang luang untuk mengerjakannnya. Yah lagi malas, sudah pasti enggan berjuang enggan menggapai mimpi. Untuk menjadikan diri sebagai pribadi yang lebih baik. Untuk menebar manfaat kepada banyak orang. Untuk menebar kebaikan di mana pun berada. Tidak yakin, bahkan tidak percaya untuk bisa menjadi orang yang lebih baik.
Masih malas sekarang? Yah, memang tidak ada “obat”malas selain diri kita sendiri. Malas itu sejatinya penyakit. Akibat sering menunda-nunda, senang berdiam diri tanpa melakukan apapun. Dan yang paling sering bikin orang malas itu karena terlalu gemar membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Keseringan mengintip laju orang lain. Sehingga berujung jadi orang yang pesimis dan berpikir negatif.
Ada benarnya Scott Geller dalam bukunya “Applied Psychology: Actively Caring for People” menyebut rasa malas itu soal bagaimana kita memperlakukan diri sendiri. Soal mentalitas yang ada pada diri sendiri, mau berubah dan peduli terhadap aktivitas. Mau aktif atau tidak dalam hidup untuk selalu berbuat yang baik dan bermanfaat?
Rasa malas itulah yang dilawan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Untuk selalu berkegiatan dan aktif berliterasi. Atas dasar komitmen dan konsistensi yang sepenuh hati. Tanpa peduli apa kata orang. Karena taman bacaan hanya cara sederhana untuk mengusir rasa malas, di samping konsisten menjalankan praktik baik. Dan alhamdulillah, setelah 6 tahun berjalan, kini TBM Lentera Pustaka sudha punya 15 program literasi selain taman bacaan. Ada berantas buta aksara, kelas prasekolah, koperasi simpan pinjam, yatim binaan, jompo binaan, anak difabel, motor baca keliling, dan lainnya. Tidak kurang 200 orang tercatat sebagai pengguna layanan TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Beroperasi 6 hari dalam seminggu dan didukung 5 wali baca serta 12 relawan. Maka literasi dan taman bacaan, “musuh terbesar’ yang harus disingkirkan adalah rasa malasm bukan orang lain.
Lagi malas? Nggak apa, lanjutkan saja. Apa ada doa yang dikabulkan tanpa adanya ikhtiar? Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka