Ahh, kunang-kunang. Kenapa kamu melintas di situ?
Terbanglah kunang-kunang. Ke tempat indah kemana engkau mau. Karena terlalu banyak sudah. Kamu penuhi tepalak tanganku. Tentang kudamu, perahu, gerobakmu hingga membubuhi peta-peta di seantero nusantara. Ahh kunang-kunang, kamu seperti menederaiku dengan kenangan.
Terbanglah kunang-kunang. Agar simpul-simpul belah yang kamu torehkan, bisa bergerak sendiri. Berliuk-liuk ke arah jari telunjuk yang kamu mau tuju. Agar simpul-simpul itu, selalu bergerak sambil melukis jejak langkah kudamu berjalan.
Kunang-kunang, kini aku pinta. Berhentilah mengusik kenangan itu bersamamu. Karena memang sudah semestinya. Aku dan simpul-simpul itu merelakanmu. Pergi terbang jauh hingga nirwana surga singgasanamu. Mengepak sayap ke tempat keabadaianmu di sana. Sambil melukis takdir indah yang pernah kamu gambarkan dulu.
Cukup kunang-kunang. Biarkan engkau jadi cerita, jadi berita pada simpul-simpul itu. Hanya untuk dikenang, berdua bertida atau bersama-sama. Karena kita selalu tahu, saat bercengkrama bersamamu dulu. Di atas kuda, di atas perahu, di atas gerobak yang selalu bergerak ke sana ke mari. Cukup kunang-kunang, terbanglah. Agar simpul itu hanya mengenangmu, jangan lagi merindukanmu. Karena kamu telah pergi.
Terbanglah kunang-kunang. Tinggalkan aku dan simpul-simpul itu. Biarkan obrolan kopi hitammu, tutur katamu yang meluruskan logikaku kini berjibaku. Untuk bergerak lagi, bergerak terus, dan bergerak selalu. Atas nama perjuanganmu, atas nana orang-orang pelosok yang memang semestinya kita manusiakan. Walau hanya dengan buku-buku.
Ahh kunang-kunang, kenapa kamu masih di sini?
Kenangamu bersamamu makin mengusik pikiranku. Kian menggorogoti senyum simpul literasimu. Saat foto-foto dan videomu itu, tiba-tiba berubah hanya jadi memori yang menghantui kalbuku. Untuk selalu kembali dan kembali, ke masa lalu bersamamu. Dan ternyata kini, itu semua hanya fantasi, ilusi dan bahkan mimpi. Sayangnya hingga kini, kenangan bersamamu itu tidak pernah pudar.
Kunang-kunang, pergilah. Terbanglah ke mana engkau mau. Biarkan simpul-simpul itu berbuah untuk berubah. Sekalipun tanpa kehadiranmu. Untuk bergegas selalu. Bahwa cinta simpu-simpul itu masih tetap seperti dulu, ada atau tiada kamu. Tetap bergerak atas namamu, untuk menebar makna dan cinta melalui buku-buku itu. Sekalipun di atas perahu, kuda, dan gerobak yang kamu bangun dulu.
Cukup sudah kunang-kunang. Sudah terlalu banyak cerita yang kita lewatkan. Sudah terlalu besar harapan yang kita angankan. Terlalu membludak kenangan yang kian sulit dilupakan. Sayangnya kita selalu lua. Bahwa cerita dan kenangan itu hanya indah untuk dibuat. Tapi, sering kali sulit dan menyakitkan untuk diingat.
Terbanglah kunang-kunang, cukup kamu untuk dikenang. (Untuk Nirwan Ahmad Arsuka). Salam bergerak!