Azan Ashar baru saja berkumandang. Elena kecil baru saja mandi. Sedikit bedak menyolek rupanya. Wangi badannya harum, semerbak mewangian khas anak kecil.
“Kek, tolong beliin balon dong…” ujarnya semangat.
“Iya sayang …. ayo kita beli balon” ujarku. Sambil menggendongnya, kuhampiri tukang balon yang lewat. Balon warna-warni untuk Elena, cucu pertama kesayanganku. Elena pun berlari kecil bak anak usia 3 tahun Terburu-buru sambil tersenyum. Berlari ke arah rumahnya.
Seperti anak-anak balita umumnya. Elena selalu ceria, matanya memancarkan bening saat menatap siapapun. Hatinya berurai cinta dan kasih sayang kedua orang tuanya, Fahmi dan Firda. Elena, sang makhluk kecil nan cantik jelita. Anugerah Allah SWT yang tiada tara.
Elena, pun beranjak ke usia anak-anak. Kini sudah kelas dua SD. Sering berceloteh sendiri sambil menggenggam mainan kepunyaannya. Pribadinya sabar dan karismatik, seperti anak kelahiran tanggal 19 Agustus pada umumnya. Seutas raut wajahnya, menampakkan sosok yang jujur dan punya kecerdasan yang tajam. Bahkan senang membantu orang lain.
Hampir semua orang, yang ada di dekat Elena, selalu tersenyum. Gadis berzodiak Leo mungil yang ceria. Selalu aktif dan ocehannya hampir tiada henti. Elena, cucu kesayanganku. Selalu membuatku tersenyum, menanti-nanti kehadirannya di rumah. Ahh, Elena selalu mencerahkan hati. Senang berceloteh dan bicara apa adanya.
“Kakek, kakek. Kok rambutnya putih sih?” kata Elena sambil memegang rambutku di suatu sore. Aku pun mencium pipinya sambil menjawab, “Iya sayang, rambut putih kakek ini namanya uban. Tanda Kakek sayang banget sama Elena” ujarku menghiburnya. Elena pun memasang raut wajah tersenyum sambil menggelenjot manja.
“Kek, besok anter Elena ke sekolah ya” pintanya. Aku pun menganggukkan kepala tanda setuju. Untuk mengantarnya ke sekolah. Belajar sambil bermain dengan teman-temannya. Sedari pagi, aku tetap duduk di dekat gerbang sekolah Elena. Menanti malaikat kecilku pulang sekolah. Saat siang tiba, Elena pun berlari menuju tempatku berdiri. Setelah jam sekolah usai. “Kakek, ayo kita pulang …” teriaknya sambil bergegas manja. Aku pun menengadahkan tangan terbuka, bersiap memeluknya.
Selalu ada gemuruh rasa cinta yang luar biasa di dadaku. Sejak kehadiran Elena, cucu pertamaku. Hari-hari pun ingin kuhabiskan bersamanya. Entah apa saja yang Elena mau, aku selalu siap menemaninya. Aku hanya ingin membuatnya senang dan bahagia. Seperti kakek-kakek lain kepada cucunya.
Hingga suatu hari, handphoneku pun berdering. Ternyata suara Elena si gadis kecil menelponku. “Kek, Elena mau ke tempat kakek ya. Tunggu Elena ya, jangan kemana-mana” ujar Elena bersemangat.
“Iya sayang, kakek pasti tunggu kamu” ujarku bersemangat. Hampir tiap Sabtu-Minggu, Elena menengokku. Bercengkrama di akhir pekan, sambil bermain dan jalan-jalan. Apa saja boleh untuk Elena. Terkadang, Elena pun aku ajak ke TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sekadar mendekatkan diri dengan buku, lalu menyaksikan keramaian taman bacaan yang dihuni anak-anak kampung. Sesuai dengan jiwanya yang sosial.
***
Senja kian temaram, menyelimuti langit di kaki Gunung Salak. Usiaku yang kian menua, membuat langkah tidak lagi sekuat dulu. Sementara Elena terus berlari ke sana ke mari. Hampir tidak ada lelah, bahkan sakit sekalipun. Anak perempuan yang selalu energik. Pantang menyerah dalam kondisi apapun.
Menggunakan gaun putih bak cinderella. Menegur sapa ayah-ibunya. Memberi senyum indah untuk Om dan tantenya, bahkan semua orang di sekitarnya. Gadis mungil nan lugu, berulang-ulang menjajal sepatu kesukaan pilihannya. “Aku dong punya sepatu baru. Gimana bagus nggak sepatuku” lantang Elena dengan bangga.
“Woww, bagus banget sayang. Elena cantik banget pakai sepatu itu” sambutku penuh suka cita. Tatapan mata Elena yang hangat pun melayang ke sekelilingnya. Menggemaskan lagi mengharukan. Elena yang melabuhkan seutas senyum cinta untuk siapapun.
Hingga di suatu malam, Elena pun belum lagi mau tidur. Ia menungguku, sang kakek beruban yang terlalu mencintainya. Seperti sabar, menunggu jadi cermin sosok si gadis mungil Elena. Apapun keadaannya, Elena tidak pernah gelisah apalagi resah. Selalu sabar dan mau menunggu sang kakek.
Jarum jam terus berputar, malam pun kian larut. Elena masih terduduk di ruang tamu. “Ke mana sih kakek, kok belum pulang. Aku ngantuk” begitu kata Elena kepada ayahnya.
“Iya Nak, mungkin kakek masih di jalan. lebih baik Elena bobo dulu ya, nanti ayah beri tahu kakek ya” kata ayah Elena. Menunggu dalam diam, Elena pun terbaring di sofa ruang tamu. Menunggu sang kakek yang belum juga pulang. Entah, sampai kapan Elena menunggu.
Tepat pukul 23.00 WIB, sang kakek pun tiba. Dengan penuh semangat, memanggil sang cucu, “Elena Elena, ini kakek bawakan boneka indah untuk kamu. Hadiah terindah dari kakek sayang” tuturku.
“Elena, di mana kamu? Elenaaa ….” Dan ternyata, Elena tengah terlelap tidur di sofa ruang tamu sambil menungguku. Terpancar dari wajahnya, cucuku Elena sedang menyimpan rasa rindu untuk sang kakek. Elena yang masih tetap menunggu.
“Maafkan Kakek, Elena”
Kini, aku menyesal. Telah membuat cucuku menunggu. Sepi dari si gadis mungil yang pernah mengisi hari-hariku. Selalu menguak rindu. Elena, sosok yang selalu bikin kangen setelah direlakan menjauh.
*****
Siang ini, matahari kian meninggi. Panas pun menyinari. Hingga membuatku terbangun dari mimpi tentang Elena, cucu kesayanganku. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, Elena Tavisha Saqeenarava binti Fahmi Rifli Pradana pun telah pergi pada Minggu, 17 September 2023 dalam usia 28 hari. Terlahir sebagai bayi prematur pada 19 Agustus 2023 di RS Hermina Depok bersama sang adik tercinta, Aleena. Siang ini, Elena benar-benar menungguku di alam kuburnya. Selamat jalan cucu kesayanganku, Elena. Alfatihah, always love you😭😭😭 #RipElena #CucuKesayangan #SuaraHatiKakek – Depok, 18 September 2023