Aku Belajar Diam di Taman Bacaan untuk Membaca

Dari berbagai kisah dan kejadian, ternyata ada dua macam orang yang gagal. Yaitu mereka yang bertindak tanpa berpikir dan mereka yang berpikir tanpa bertindak. Menjalani hidup tanpa menggunakan kemampuan berpikir adalah seperti menembak tanpa sasaran. Maka wajar, tidak sedikit orang yang menghadapi masalah sering kali jadi bingung. Karena lebih banyak curhat dan omong tanpa mengerjakan solusi. Atau minimal diam saja. Diam untuk kontemplasi.

 

Diamlah sejenak. Karena diam bukan berarti salah. Terkadang karena diam, siapapun dapat mengontol diri. Menjaga emosi dan meredam ego. Lebih baik memilih diam daripada bicara malah menambah masalah. Lebih baik diam tapi tahu, daripada bicara tapi tidak mengerti apa yang dibicarakan. Bahkan lebih baik diam daripada berkata-kata bila menyakiti hati orang lain. Jika diam itu bijak, maka lakukanlah!

 

Diam itu literat. Karena diam adalah syiar orang-orang yang telah menemukan hakikat. Diam sebagai kunci segala kesenangan di dunia dan akhirat, yang akan mendatangkan ridho Allah SWT. Diam pula yang memudahkan hisab, dan menjaga manusia dari ketergelinciran. Maka Allah SWT telah menjadikan diam sebagai penutup (aib) orang bodoh dan hiasan bagi orang alim.

 

Orang diam itu bukan berarti takut bicara. Tapi hanya lebih selektif dalam untuk menyuarakan kata-kata. Untuk apa banyak bicara tapi memuakkan sambil menyalahkan orang lain. Bahkan lebih dari itu, adakalanya lebih baik diam ketimbang menceritakan masalah. Karena sebagian orang hanya penasaran, bukan karena peduli. Siapa yang tahu, bahwa orang lain justru ingin hidup kita bermasalah?

 

Di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor itulah saya banyak belajar diam. Diam untuk membaca buku, diam untuk merasakan batin gembira anak-anak yang akhirnya punya tempat membaca. Diam untuk menjauhkan diri dari hidup pikuk gaya hidup dan kesombongan personal. Diam di taman bacaan, ternyata asyik dan menyehatkan. Lalu, kenapa masih belum mau diam?

 

Maka, diamlah. Bila diam akan menjauhkan kita dari hawa nafsu. Diam sebagai cara untuk menempa jiwa dan menikmati ibadah. Sambil melembutkan hati dan menghadirkan kesucian diri dan kehormatan. Jagalah lidah kita dari hal-hal yang tidak penting. Sama sekali tidak ada alasan untuk berbicara atas hal-hal yang tidak penting dan tidak pula bermanfaat.

 

Biasakanlah diam, agar lebih mudah memgingat Allah SWT. Lebih baik diam daripada banyak omong lalu mendeklasrasikan diri sebagai orang yang sok tahu. Merasa paling tahu padahal hanya sedikit saja. Lupa ya, diam itu menenangkan. Sebaliknya banyak bicara itu memuakkan. Salam literasi!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *