Eksistensi Taman Bacaan Itu Pertarungan Kawan!

Ada benarnya, bila ada yang menyebut hidup itu pertarungan. Seperti bertarung merebut kekuasaan. Hingga MK pun “memaksa” capres-cawapres yang usianya belum 40 tahun tapi bisa ikut pilpres karena sudah pernah jadi kepala daerah. Bertarun untuk bekerja, bertarung selesaikan studi, hingga bertarung untuk bertahan di taman bacaan. Hampir semuanya, isinya pertarungan. Maka saat bertarung, dibutuhkan kekuatan dan keberanian untuk bertarung.

 

Memang benar, hidup tidak pernah lepas dari pertarungan. Semenjak masih kanak-kanak sudah berebut mainan, berebut makanan, berebut perhatian. Sebuah pertarungan masa kecil yang dipupuk sejak dini. Beranjak remaja pun pertarungan berlanjut. Bertarung meraih sekolah favorit, bertarung agar bisa jadi juara kelas. Dan di usia dewasa pun, pertarungan kian memanas. Bertarung meraih jabatan dan pangkat, bertarung untuk gaya hidup. Bahkan bersaing untuk meraih kekuasaan, untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya.

 

Bahkan kini, bertarung pun kian merajalela. Bertarung untuk kemewahan, bertarung untuk meraih gengsi dan pujian. Hidup yang terlalu keras, semuanya dijadikan arena pertarungan. Pilihannya hanya menag atau kalah. Jika menang bole hapa saja. Sebaliknya bila kalah, jangan banyak bicara. Seperti zaman perang dulu, hidup mati. Merdeka atau punah. Akibat “api” pertarungan yang dikobarkan.

 

Seperti pegiat literasi di taman bacaan nasyarakat pun bertarung. Berjuang keras untuk tetap eksis dan bertahan di era digital. Mencari donatur buku bacaan, membuka relasi untuk bisa mendukung biaya operasional sekecil apapun. Bahkan bertarung untuk melawan sikap apatisme dan ketidak-pedulian banyak orang. Taman bacaan yang selalu bertarung tanpa batas waktu. Hanya untuk menegakkan kegemaran membaca buku anak-anak, di samping membangun budaya literasi Masyarakat. Sebutlah, pertarungan literasi yang tidak akan pernah usai. Begitulah ritme kehidupan manusia pada umumnya. Selalu dihadapkan pertarungan, terpaksa harus bertarung. Maka taman bacaan itu pertarungan kawan. Kata orang pintar, harus mampu berkompetisi.

 

Tidak masalah untuk bertarung. Sah-sah saja masuk ke gelanggang pertarungan. Apapun dan di mana pun. Karena begitulah realitasnya, harus bertarung. Bahkan hidup menjadi lebih dinamis dan berwarna. Saat siapapun memiliki daya juang, punya keinginan untuk meraih cita-citanya. Bertarung untuk mendapatkan apa yang harus didapatkan.

 

Namun harus diingat, semua pertarungan pada akhirnya akan selesai pada satu titik. Saat kita tidak lagi mampu bertarung. Ada waktu di mana kita hanya bisa menikmati seluruh hasil pertarungan. Saat kematian tiba, saat nafas sudah ditakdirkan untuk berhenti. Saat tidak ada lagi yang bis akita lakukan. Selain diperlihatkan nanti, tentang bagaimana cara kita bertarung untuk menjadi pemenang? Baik atau tidak baik, bermanfaat atau tidak bermanfaat?

Maka mumpung masih ada waktu, bertarunglah dengan elegan. Bertarung sesuai aturan main yang sudah ditetapkan. Bukan justru menciptakan aturan sendiri yang merugikan orang banyak. Ketika pertarungan tidak dapat dihindari, maka pilihannya jadilah pemenang yang bermartabat. Agar esok, saat diputar ulang cctv tetap mampu tersenyum. “Dan bumi (Padang Mahsyar) menjadi terang-benderang dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan buku-buku (perhitungan perbuatan mereka) diberikan (kepada masing-masing), nabi-nabi dan saksi-saksi pun dihadirkan lalu diberikan keputusan di antara mereka secara adil, sedang mereka tidak dirugikan.” (QS. Az-Zumar 39: 69).

 

Jadi, bertarunglah dengan elegan. Karena sesungguhnya, kita baru tahu siapa yang menang dan kalah di akhir kehidupan. Dan percayalah, tidak ada pertarungan yang dapat mengakhiri semua pertarungan selagi masih di dunia. Hingga tiba waktunya. Kalah bertarung akibat kematian yang tidak berarti dan  kebencian tanpa akhir. Itulah bertarung yang sejati. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *