Sudah tiga puluh lima hari, hawa panas menyengat kota. Sinar matahari merambah jalanan. Berdebu, dan membakar setiap bagian retakannya. Hujan seakan enggan turun. Malam pun tertunduk diam. Tanpa pepohonan yang melambai. Seolah-olah memberi tanda bahwa alam sedang berduka. Bahkan, bintang-bintang di atas langit seolah tak berani menampakkan diri.
Elena, sang bidadari kecilku pun terbangun, Karena sinar matahari menembus jendela kamarnya. Ia terbangun dari ranjang kecilnya. Sambil menatap langit-langit kamar. Matanya memancar kokoh, menatap ayah ibunya. Memandang kakek nenek dan om tantenya. Seperti tidak ada rasa sakit dirasakannya. Elena pun menutup kedua telinganya kuat-kuat, enggan mendengar apa pun. Sambil menebar senyum manisnya. Elena, sang bidadari kecil yang polos.
Tapi kemarin. setetes bening air matanya bergulir di pipi. Seperti ada sisa sembab di matanya. Wajahnya dibenamkan dalam kedua telapak tangan yang lemah. Di ruang kosong kamarnya, ia menundukkan kepala seolah malu dunia melihatnya. Aku pun menghampirinya. Sambil mengecup keningnya, aku pun berkata:
“Apa kabar Elena sayang, Ini kakek Nak. Kok menangis sayang. Apa yang Elena mau katakan, bilang Nak?”
“Nggak apa-apa Kek. Elena hanya ingin selalu dekat dengan kakek. Ingin digendong, dipeluk erat sama Kakek” jawab Elena pelan.
“Iya sayang, Kakek akan selalu ada untuk Elena. Besok, Kakek gendong kamu ya” jawabku lirih.
“Terima kasih ya Kek, Elena sayang Kakek. Sayang ayah ibu dan semuanya” tutur Elena lagi.
“Iya sayang. Elena senyum dong untuk Kakek” pintaku kepadanya.
Elena pun menebarkan senyumnya. Cantik dan kian memancar paras indahnya.
Iya Elena. Ia hanya anak perempuan biasa. Seperti anak-anak pada umumnya. Anak bayi yang ditunggu hadir kedua orang tuanya. Ditunggu om tantenya juga kakek neneknya. Saat kelahirannya, ia begitu ceria. Bergerak dan terdengar rengek bayinya. Matanya
memancarkan bening saat menatap siapapun. Hatinya berurai cinta dan kasih sayang. Elena, sang bidadari kecil nan cantik jelita. Bidadari untuk semua orang. Anugerah Allah SWT yang tiada tara. Selalu memberi pelajaran untuk siapapun.
Pelajaran pertama dan terakhir pun diberikan Elena.
Sore itu, Elena drop. Langit masih menggantung jingga.Sambil bertelanjang kaki, pipinya berurai air mata. Seperti ada yang dikatakan dalam hatinya. Tapi semuanya tidak terkatakan. Seperti maghrib yang menjadi takdir penghujung setiap sore. Ia seperti menghampiriku. Berbisik lirih dan ada tangis berkali-kali. Elena hanya ingin berkata, “Kek, Elena tidak kuat. Izinkan Elena pergi ya Kek. Doa-in selalu ya Kek. Elena tunggu Kakek di surga …”
Dan setelah azan Isya malam itu, 17 September 2023, sang bidadari Elena pun terbang tinggi. Ia membawa pergi siluet hitamnya. Dalam bayang-bayang suara ventilator dan ruang ber-AC. Berhenti melangkah dan tak sanggup lagi menatap wajah ayah ibunya. Ia hanya terkulai memegang pipinya. Sambil berurai air mata. Tetesan bening air mata yang meleleh, merayapi sudut wajahnya. Pergi dan berpindah ke alam keabadian. Ayahnya yang membopongnya, menguburkannya dengan lantunan azan dan iqomah.
Seperti kelahiran, kamatian pun menjadi rahasia Allah SWT. Elena telah mengajarkanku. Bahwa tidak satupun makhluk di dunia, tentang hidup dan mati. Ajal yang tak pernah memandang usia, pangkat, status, bahkan paras mukanya. Semuanya akan tiba waktunya, untuk menemui ajalnya.
Sebab, dunia ini hanyalah sementara. Kita hanya singgah sebentar. Hidup yang seperti meneguk air putih di tengah terik panas matahari.
*****
Dan kini, hingga aku duduk di tempat ini. Aku masih memandangi tubuh kaku Elena di bingkai yang terpajang di pendopo. Masih tertegun dan sambil melantunkan doa untuknya. Elena, sang bidadari kecil penghuni surga. Bayi mungil yang tidak mau merepotkan siapa-siapa. Ia hanya ingin ayah ibunya dan adiknya Aleena tercinta, selalu sehat. Bahagia dan sudi berdoa atas kepergiannya. Alfatihah untukmu Elena.
Hingga suatu malam, aku berjalan pelan menuju Pendopo. Menyalakann sinar lampu kerlap-kerlip. Merapikan taman indah yang sengaja aku persiapkan untuk mendiangg Elena, cucu kesayanganku. Memandangi wajahnya berbalut kain batik coklat, yang selalu terpaang di pendopo. Tanpa ada suara, aku pun berdialog batin dengannya.
“Elena, maafkan kakek ya sayang. Belum sempat menggendongmu” batinku.
“Iya Kek, tidak apa-apa. Kakek harus tabah. Agar Elena selalu tersenyum di sini” ujar Elena.
“Iya sayang. Insya Allah, Kakek akan selalu berdoa untukmu. Bertegur sapa walau hanya sebentar saja” kataku lagi.
“Makasih Kek, Elena sayang kakek” sambut Elena.
Elena Tavisha Saqeenarava. Bersemayamlah di alam keabadian ya sayang. Dan hari ini, izinkan kakek membuatkan kamu, taman indah sebagai tempat berdialog, tentang kita. Tentang cinta seorang kakek kepada cucunya. Sekalipun kamu hilang dalam pelukan kakek, namun tetap tersimpan di dalam hati kakek. Di taman ini nanti. Kita akan selalu bercengkrama, ngobrol bareng dalam balutan sinar indah pancaran wajahmu. Biarlah kesucian air mata kita berpadu. Sebagai bukti cinta yang tak terkatakan di antara kita. Sebagai kenangan yang menyelinap keluar di antara pipi kita yang tengah bersanding. Di Taman Elena, di taman bacaan kakek Elena.
Selembar kertas ini, aku sudah menuliskan. Pesan indah di Taman Elena. Tuhan tolong jaga Elena. Aku memang tidak bisa memilikinya. Tidak dapat bersamanya lagi. Namun aku selalu menunggumu di sini. Dengan segenap hatiku. Dengan cinta tulusku. Walau Elena telah pergi meninggalkan cintaku.
Tuhan, tolong jaga Elena. Jaga hati dan cintanya untukku, untuk kedua orang tuanya. Jaga Elena, Tuhan. Agar aku tidak jauh darinya. Dan tetap setia bersamanya. Dalam cinta setulus hatiku. Sampai akhir hayat tiba. Jangan biarkan ia kedinginan. Jangan biarkan Elena sendirian. Lindungi dia, dan taburkan dia dengan harum wewangi surga. Di pangkuan keharibaan-Mu. Agar senyum Elena, menjadi cerita perjalanan cinta kami. Yang akan dikenang sampai mati. Tuhan, tolong jaga Elena.
I love you so much cucuku tercinta, Elena Tavisha Saqeenarava.
Bogor, 22 Oktober 2023
*****
Siang ini, matahari kian meninggi. Panas pun menyinari. Hingga membuatku terbangun dari mimpi tentang Elena, cucu kesayanganku. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, Elena Tavisha Saqeenarava binti Fahmi Rifli Pradana. Sudah 35 hari dia pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan aku kakeknya. Selamat jalan cucu kesayanganku, Elena. Alfatihah, always love you! #RipElena #CucuKesayangan #DukaSangKakek