Ini Soal Masa Lalu Taman Bacaan

Ini soal masa lalu taman bacaan. Agar tidak lupa. Agar jangan lupa sejarah. Masa lalu untuk dikenang dan dihormati. Bukan terlena pada masa lalu. Sekalipun sudah lewat, masa lalu patut dihargai. Sebagai cara untuk lebih maju, lebih punya energi.

Dulu saat didirikan 5 November 2017, TBM Lentera Pustaka hanya punya 14 anak pembaca. Wali baca 2 orang dan tidak ada relawan. Koleksi buku cuma 700 saja. Sudah ada CSR korporasi tapi dananya terbatas. Bangunannya pun sederhana, tidak punya kebun baca.

Tapi kini setelah 6 tahun berjalan dan diurus dengan sepenuh hati, TBM Lentera Pustaka menjadi tempat membaca dan belajar bagi 120-an anak usia sekolah dan prasekolah. Ada 15 program literasi yang dijalankan, seperti taman bacaan, berantas buka aksara, koperasi simpan pinjam, kelas prasekolah, ramah difabel, motor baca keliling, literasi digital, literasi finansial, dan lainnya. Koleksi buku sudah lebih dari 12.000 buku dan beroperasi 6 hari dalam seminggu. Didukung 6 wali baca dan 12 relawan, tidak kurang 200 orang warga menjadi pengguna layanan setiap minggunya.

Alhamdulillah, kini bangunannya megah. Ada rooftop baca yang dibangun oleh CSR Bank Sinarmas, ada kebun baca yang keren jadi tempat kegiatan. Ada pula ruang baca utama, tempat podcast dan jadi tempat menarik lagi menyenangkan. Hampir semua orang yang datang bilang, “TBM-nya enak dan keren”. Alhamdulillah, bisa menyenangkan banyak orang.

Lalu, apa tantangannya? Saya jawab banyak banget. Tapi yang jelas TBM Lentera Pustaka tidak fokus pada tantangan yang sifatnya negatif. Anak-anak yang nggak mau baca, orang tua yang apatis, bahkan orang-orang yang benci pada TBM sama sekali dicuekin. TBM Lentera Pustaka hanya fokus pada aktivitas literasi yang dijalankan. Intinya, menjadikan taman bacaan sebagai tempat yang asyik dan menyenangkan. Itulah yang saya sebut “TBM Edutainment”.

TBM harus berkembang. Bila tidak, akan mati suri. Dan jadi bahan cemoohan orang lain. Bila berkembang, maka “musuh” pun ciut. TBM hari ada anak, ada buku, dan ada komitmen untuk dikelola sepenuh hati. Jangan kelola TBM angin-anginan, apalagi setengah hati. Pasti berat dan tinggal tunggu waktu untuk “punah”.

Berkembang di TBM itu pasti menyakitkan. Pasti banyak dukanya daripada sukanya. Karena mengajak baca, mengabdi sosial, dan mengelola taman bacaan memang tidak mudah. Makanya tidak banyak orang yang mau. Sudah sosial, tidak ada duitnya, bahkan buang-buang waktu bagi sebagian orang. Yah memang begitu, bila tidak paham arti penting membaca buku. Tidak paham arti peduli sosial.

Tapi bagi saya, bila TBM sudah jadi jalan hidup. Maka sudah sepantasnya saya kelola dengan baik. Diurus dan diperhatikan. Karena TBM itu ladang amal banyak orang. Jalan kebaikan yang dititipkan Tuhan untuk kita. Biar saat mati nanti, adalah kebaikan dan manfaat yang ditinggalkan. Jangan sampai hidup dari dulu sampai sekarang, hanya begitu-begitu saja atau begini-begini aja. Harus berubah untuk lebih baik, lebih bermanfaat dan lebih berdaya. Senangkan orang lain bila mau disenangkan Tuhan.

Dan siapapun yang mau mengabdi di TBM. Modalnya harus komit dan konsisten untuk selalu ada dan urus TBM-nya. Dan bila sudah begitu, berarti kita sudah berada di lingkungan dan tempat yang benar. Tapi di saat yang sama, pasti akan muncul dan orang-orang yang tidak benar dan maunya mengganggu TBM kita. Itulah peradaban manusia, ada yang baik ada yang jahat. Dan kita tidak bisa mengontrol sikap dan perilaku orang lain kepada kita. Kita hanya bisa kontrol diri kita sendiri, TBM kita sendiri. Teruslah berkembang di TBM, jangan peduli omongan orang.

Maka ucapkan terima kasih kepada siapapun yang baik dan Sudi membantu di masa lalu. Karena mereka, TBM Lentera Pustaka bisa seperti saat ini. Jangan lupa masa lalu tapi jangan pula hidup di masa lalu. Tetap semangat dan salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *