Literasi Omongan

Banyak yang sering lupa. Omongan atau perkataan orang lain itu, ada yang layak didengarkan dan adan yang harus diabaikan. Karena faktanya, ada saja orang-orang yang sibuk mencari bahan omongan. Saking nggak ada kerjaan, orang lain pun dijadikan omongan. Agar lebih menarik dan sensasional. Membangkitkan energi ghibah. BCL yang nikah, Tiko yang keluarin biaya. Ehh, orang-orang lain dan netizen yang berisik. Komentar begini begitu, hanya bisa ngomongin doang. Begitulah omongan bekerja.

Maka hati-hati dengan omongan, baik dari diri sendiri apalagi orang lain. Jangan membuang waktu untuk mendengarkan omongan buruk dari orang lain. Karena ngomong atau ghibah sudah jadi gaya hidup orang modern. Hindari setiap omongan negatif yang keluar dari mulut orang lain. Karena apa yang mereka katakan belum tentu benar. Di samping secara akhlak, susah membuktikan omongan dan nggak ada gunanya pula.

Bilang saja, “hidup gue ya gue yang jalani, hidup elo ya elo jalanin aja sendiri”. Nggak usah banyak omong. Karena zaman begini, memang makin banyak orang yang sok tahu. Hidupnya sendiri belum tentu benar, tapi gemar berkomentar tentang hidup orang lain. Omongan orang-orang yang nggak bermutu. Maka nggak usah pikirin omongan orang. Karena orang-orang itu ngomong pun nggak pakai pikiran. Betul kan?

Ibarat “anjing menggonggong kafilah berlalu”. Biarlah orang lain ngomongin, toh mereka nggak memberi pengaruh pada diri kita. Nggak kasih makan, nggak sekolahin juga. Jadi, nggak usah ambil pusing atas apa yang diomongkan orang lain. Biarkan waktu yang membuktikan. Karena siapapun tidak mungkin bebas dari omongan orang. Gunjingan, ghibah atau omongan cukup jadi ladang amal dan cara Allah memberi kita kebaikan. Sebagai tambahan pahala dan pengurangan dosa atas omongan orang lain. Ucapkanlah terima kasih.

Imam Asy Syafi’i menegaskan, “Jangan pernah lisan dipakai untuk menyebut kekurangan orang lain. Karena seluruh dirimu adalah ‘aib, sedang semua manusia punya lisan.” Maka hati-hati dengan omongan. Karena seorang yang di kala senang memuji kita, maka di kala marah juga akan mencaci kita dengan apa yang tidak ada pada kita.”

Sebagai ikhtiar menjauhi diri dari omongan buruk itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak berkiprah secara sosial. Untuk mengajak anak-anak dan warga membaca buku secara rutin. Lebih dekat dengan buku bacaan sambil menghindari perbuatan buruk, termasuk omongan yang tidak ada gunanya. Taman bacaan yang tidak hanya mengemban misi literasi. Tapi juga menjadi sarana membentuk akhlak dan adab baik di anak-anak usia sekolah dan masyarakat.

Literasi omongan, hati-hati dengan omongan, jaga lisan di mana pun. Karena mencari salah dan aib orang lain hanya untuk kepuasan diri sendiri adalah tanda hati yang rusak. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *