Bertajuk “Harmonisasi Pensiun dan Penguatan Tata Kelola Investasi Sebagai Amanat dari UU No. 4 Tahun 2023”, Kementerian Keuangan, CFA Society Indonesia, dan Prospera menggelar Seminar Pensiun Tahunan ketiga yan dihadiri tidak kurang dari 100 peserta. Dibuka bersama oleh Pahala Mansury (Wakil Menteri Luar Negeri RI sekaligus President CFA Society Indonesia), Febrio Kacaribu, Ph.D. (Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI) dan Ogi Prastomiyono (Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK), acara ini menegaskan pentingnya reformasi program pensiuan yang ada sebagai amanat dari UU No.4/2023 tentang PPSK. Karena faktanya hari ini, 1 dari 2 pensiunan di Indonesia masih bekerja. Untuk itu ke depan, upaya membangun kemandirian ekonomi penduduk di hari tua sangat penting dilakukan. Apalagi Indonesia akan memasuki tren penuaanpopulasi (ageing society), di mana penduduk tua lebih banyak dari penduduk muda. Nggah bahaya tah?
Acara yang terdiri dari dua sesi: 1) Pension System Harmonization dan 2) Investment Governance Best Practice serta diikuti tanggapan dari para penelis, setidaknya ada banyak hal yang perlu dipahami dan renungkan terkait kondisi program pensiun di Indonesia setelah 30 tahun berlangsung (sejak UU Jamsostek dan Dana Pensiun tahun 1992). Maka sebagai informasi terkait dengan data dan fakta program pensiun di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Saat ini pekerja yang menjadi peserta program Jaminan hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan sekitar 37 juta peserta (17,6 juta aktif dan 19,5 juta non aktif), sedangkan peserta program Jaminan Pensiun (JP) mencapai 17,9 juta pekerja (14 juta aktif dan 3,9 juta non aktif).
- Total aset program pensiun (BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, dana pensiun) per per 2022 mencapai Rp. 1.231 triliun atau setara 6,3% dari PDB. Khusus aset dana pensiun (DPLK dan DPPK) mencapai Rp. 360 triliun atau 29% dari total aset program pensiun yang ada.
- Total aset JHT mencapai Rp. 450 triliun dan JP Rp. 154 triliun (BPJS Ketenagakerjaan) dengan jumlah peserta 18 juta pekerja di JHT dan 14 juta pekerja di JP.
- Total aset kelolaan dana pensiun di Indonesia (per September 2023) mencapai Rp. 360 triliun dengan total peserta 4 juta pekerja yang dikelola 198 dana pensiun (DPLK dan DPPK).
- Khusus DPLK, total aset yang dikelola per September 2023 mencapai Rp. 126 triliun dengan jumlah peserta 2,8 juta pekerja. Dari angka itu, program kompensasi pascakerja mengelola aset Rp. 32,8 triliun (26%) dengan 912 ribu peserta (32,5%) dari total aset dan peserta DPLK yang ada. Dari 15 DPLK yang memiliki program kompensasi pascakerja, ada 2.433 perusahaan yang menjadi pesertanya.
- Berdasarkan SLIK 2022, tingkat literasi dana pensiun di Indonesia mencapai 30,46% namun tingkat inklusi dana pensiun hanya 5,42%.
- Tingkat manfaat pensiun yang diterima pekerja di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai ilustrasi: manfaat dari program wajib (JHT-JP-Pesangon) bila bekerja lebih dari 32 tahun dengan upah terakhir Rp 5 juta, maka manfaat pensiun yang diterima hanya 9,7% dari upah terakhir atau setara Rp500 ribu/bulan. Padahal bila sesuai ketentuan harusnya mencapai 39,7% dari upah terakhir atau manfaat pensiun yang diterima harusnya setara Rp 2 juta/bulan.
- Saat ini tingkat kepatuhan pemberi kerja atau pengusaha yang membayarkan pesangon pekerja saat berhenti pekerja, estimasi hanya 27%. Artinya, 63% pemberi kerja belum membayarkan pesangon sesuai ketentuan regulasi yang ada.
- Maka wajar dengan kondisi program pensiun di Indonsia saat ini, faktanya 1 dari 2 pensiunan masih bekerja. Bahkan 7 dari 10 pensiunan yang ada mengalami masalah keuangan di hari tua (bila tidak mau disebut miskin) dan 9 dari 10 pekerja yang ada sama sekali tidak siap untuk pensiun atau berhenti bekerja.
Maka atas alasan 1) menghindari jatuh miskin di hari tua, 2) menyeimbangkan antara daya beli saat masa muda dan tua, dan 3) memberikan penghasilan yang cukup untuk seseorang di masa tua sangat perlu dibangun desain sistem pensiun yang baik, yang berbasis program pensiun yang 1) layak, 2) terjangkau, dan 3) berkelanjutan.
Harus diakui, kondisi program pensiun saat ini: 1) pekerja yang memiliki perlindungan penghasilan pada hari tua sangat rendah, hanya 16% dari pekerja, 2) manfaat pensiun/hari tua yang diterima sangat rendah, rata-rata setara 10% dari penghasilan terakhir, 3) mudahnya menarik seluruh dana untuk hari tua di usia muda, 4) usia pensiun relatif muda, dan 5) kebijakan investasi belum optimal.
Maka mau tidak mau, reformasi program pensiun menjadi penting dilakukan agar 1) sebagian besar pekerja menjadi peserta program pensiun, 2) manfaat pensiun/hari tua paling rendah mencapai 40% dari penghasilan terakhir (sesuai rekomendasi ILO), 3) sebagian besar dana program pensiun hanya dapat diambil saat sudah berhenti bekerja/tidak produktif (retirement age), 4) usia pensiun yang lebih wajar (sesuai usia harapan hidup dan mencerminkan usia tidak produktif), dan 5) kebijakan investasi yang optimal. Plus, ditambah dukungan edukasi yang berkelanjutan dan akses digital yang mudah untuk memiliki program pensiun.
Jadi ke depan, harmonisasi program pensiun adalah sebuah keniscayaan. Soal pensiun harus diharmonisasikan dan dioptimalkan untuk seluruh pekerja di Indonesia. Karena secara prinsip harmonisasi program pensiun harus 1) meningkatkan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum, 2) menghindari tumpeng tindih program pensiun yang sudah ada, 3) melaksanakan Program Pensiun tambahan yang bersifat wajib yang diselenggarakan secara kompetitif.
Memang, urusan program pensiun bukan soal pembagian “kue hari tua” tapi soal keseimbangan antara program wajib dan tambahan yang bersifat wajib secara kompetitif. Agar iklim bisnis program pensiun sesuai amanat UU No. 4/2023 tentang PPSK tetap terjaga dan terlindungi, di samping benar-benar efektif mampu menumbuhkan tingkat kepesertaan dan aset kelolaan program pensiun di Indonesia. Dan penting diperhatikan untu menjadi agenda program pensiun di Indonesia. Yaitu 1) ikhtiar bersama edukasi akan pentingnya hari tua – masa pensiun, 2) kemudahan akses memiliki program pensiun (digitalisasi pensiun), 3) memastikan middle and upper class income jadi peserta program pensiun, dan 4) bagaimana cara pekerja informal bisa ikut jadi peserta program pensiun di mana pun.
Kira-kira begitu dulu soal harmonisasi program pensiun, mari dikawal bersama-sama. Agar urusan hari tua dan masa pensiun ratusan pekerja di Indonesia menjadi lebih baik. Optimis bukan pesimis, nggak bahaya tah? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #EdukasiDPLK