Suatu hari, saya ditanya seorang anak kecil saat saat melihat ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) yang sepanjang hari duduk di pinggir jalan, sambil menggaruk kepala sambil telanjang dada.
“Pak, kenapa sih orang itu buang-buang waktu duduk di situ melulu tiap hari?”
Saya menjawab, “Oh iya Nak, itu orangnya lagi sakit jiwa disebut ODGJ, pikiran nya terganggu. Maka kita yang pikirannya sehat harus mengerti kondisinya. Doain aja biar bapak itu sembuh ya”
Memang betul, si bapak ODGJ itu terkena gangguan jiwa. Sepanjang hari duduk dengan tatapan kosong, kadang bicara sendiri, lebih sering melamun, dan tangannya tidak pernah berhenti menggaruk kepala. Sampai si anak kecil yang bertanya hafal banget dengan tingkah lakunya. Karena sering melihat di jalan menuju sekolah. Meskipun si ODGJ, perilakunya tidak mengganggu orang lain.
Bila dicermati, pertanyaan anak kecil ada benarnya. Kenapa si bapak ODGJ dianggap buang-buang waktu di jalan setiap hari? Jawabnya, karena dia sakit jiwa. Nah, kita yang sehat (tidak ODGJ) tapi gemar membuang-buang waktu, mau disebut apa? Setiap hari berkeluh-kesah tanpa punya solusi. Menyia-nyiakan waktu untuk memperbaiki diri atau berubah menjadi lebih baik? Tertawa sendiri di depan handphone, nongkrong berlama-lama di kafe, atau hanya ngobrol di WA tanpa ke kenal waktu lagi.
Katanya, waktu adalah hal yang paling berharga. Katanya lagi, waktu tidak bisa diputar ulang atau kembali lagi. Tapi di saat yang, kita seringkali tidak menghargai waktu. Hingga berapa banyak waktu yang terbuang percuma, sia-sia tanpa bisa dimanfaatkan untuk aktivitas positif dan bermanfaat bagi orang banyak. Waktu ternyata bukan soal milik kita. Tapi waktu harusnya digunakan untuk apa? Waktu yang dipakai untuk hal-hal yang bermanfaat. Mana yang prioritas mana yang bukan prioritas?
Waktu memang tidak minta dihargai. Tapi waktu yang menyuruh kita bisa membaginya dengan baik, agar apapun lebih efisien dan efektif. Sehingga 24 jam satu hari bisa digunakan untuk perbuatan baik dan bermanfaat. Karena waktu yang terbuang percuma pasti berdampak negatif, seperti: 1) kerjaan jadi menumpuk, 2) pikiran stres, 3) kepedulian sosial hilang, dan bahkan 4) sibuk tapi nggak karuan. Maka, kita harus mau dan berani belajar lagi tentang waktu. Kenapa orang lain bisa produktif, lalu kita tidak? Kenapa yang lain bisa memanfaatkan waktu, kita tidak?
Waktu memang punya kita, bukan punya orang lain. Tapi terlalu banyak orang hari ini, justru mengikuti waktu orang lain. Menunggu dan menunggu hingga habis bergelas-gelas kopi. Hingga terbiasa membuang-buang waktu.
Sadarilah, saat kita tidak memakai waktu dengan baik untuk yang bermanfaat maka waktu akan menguasai kita. Mumpung masih punya waktu, jangan biarkan waktu yang telah berlalu membuat kita menyesal. Bukankah waktu adalah teman terbaik yang akan selalu ada untuk kita, kapanpun dan di manapun.
Dan kini di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, saya pun masih belajar tentang waktu. Waktu untuk aktivitas yang baik dan bermanfaat. Agar tidak lagi gemar membuang-buang waktu. Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka