Saat ada yang tanya, berapa sih standar hidup layak seorang pensiunan di masa pensiun? Tentu jawabnya, relatif. Tapi setidaknya siapapun, pekerja di manapun, memang harus mempersiapkan masa pensiunnya sendiri. Karena bila tidak, maka akan mengalami masalah keuangan di masa pensiun. Atau mengalami “penurunan” standar hidup. Jadi, penrting untuk mempersiapkan masa pensiun sejak dini.
Berapa sih standar hidup layak seorang pensiunan di masa pensiun, saat tidak bekerja lagi? Mungkin, kita perlu mengenal istilah “Tingkat Penghasilan Pensiun – TPP” atau replacement ratio. Yaitu tingkat penghasilan pensiun seseorang di hari tua agar dianggap “mencukupi” untuk memenuhi kebutuhan di masa pensiun. Ada berbagai pandangan soal TPP, soal standar penghasilan yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan hidup di masa pensiun, diantaranya:
- Seorang pensiunan dianggap mampu memenuhi standar hidupnya bila memiliki tingkat penghasilan pensiun – TPP sebesar 70%-80% dari gaji terakhir. Misal sebelum pensiun gaji terakhirnya Rp. 10 juta per bulan, maka TPP yang dianggap layak sekitar Rp. 7-8 juta per bulan (versi LIMRA).
- Seorang pensiunan dianggap mampu memenuhi standar hidupnya bila memiliki tingkat penghasilan pensiun – TPP sebesar 40% dari gaji terakhir. Misal sebelum pensiun gaji terakhirnya Rp. 10 juta per bulan, maka TPP yang dianggap layak sekitar Rp. 4 juta per bulan (versi rekomendasi ILO).
- Tapi realitasnya hari ini di Indonesia, seorang pensiunan hanya memiliki tingkat penghasilan pensiun – TPP sebesar 10% dari gaji terakhir. Misal sebelum pensiun gaji terakhirnya Rp. 10 juta per bulan, maka TPP yang dimiliki sekitar Rp. 1 juta per bulan. Hal ini terjadi karena banyak pekerja hanya mengikuti program pensiun wajib seperti JHT BPJS Ketenagakerjaan.
Maka standar hidup layak seorang pensiunan di masa pensiun, pilihannya bisa mencapai a) 70%-80% dari gaji terakhinya, b) b) 40% dari gaji terakhirnya, atau c) realitas hari ini hanya 10% dari gaji terakhirnya. Mana yang mau dipilih? Tentu, bergantung kepada si pekerjanya. Mau seperti apa keadaannya di masa pensiun. Bila mau mempertahankan standar dan gaya hidup seperti waktu bekerja, maka dibutuhkan program pensiun sukarela seperti DPLK untuk mempersiapkan ketersediaan dana di masa pensiun. Bila tidak ya tidak apa-apa. Yang jelas, realitas saat ini adalah 7 dari 10 pensiunan di Indonesia pada akhirnya mengalami masalah keuangan. Sangat bergantung kepada anak-anaknya atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Oleh karena itu, untuk menghindari masalah keuangan di masa pensiun atau gagal memenuhi stnadar hidup di hari tua sangat diperlukan program pensiun sukarela seperri DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). DPLK diperlukan untuk memenuhi “kekurangan” dana untuk membiayai kehidupan di masa pensiun, di samping memelihara stnadar hidup di hari tua. Melalui DPLK, seorang pekerja setidaknya memperoleh keuntungan di antaranya: 1) tersedianya dana yang pasti untuk membiayai hidup di masa pensiun, 2) ada hasil investasi yang signifikan saat manfaat pensiun dibayarkan, 3) menjadi lebih disiplin menabung untuk hari tua, dan 4) mendapat insentif pajak saat manfaat pensiun dibayarkan.
Bila JHT BPJS diibaratkan “kipas angin”, sedangkan DPLK ibarat “AC”. Maka siapapun pensiunan akan lebih nyaman di rumah bila memiliki AC. Begitu pula dengan persiapan masa pensiun, akan lebih baik tidak hanya mengandalkan program wajib seperti JHT tapi juga memiliki DPLK. Tujuannya sederhan, agar pensiunan tetap sejahtera dan nyaman di masa pensiun.
Ketahuilah, siapapun pasti akan pensiun bila waktunya tiba, cepat atau lambat. Masalahnya, sudahkah kita siap untuk pensiun? Sekali lagi, siapkan masa pensiun sejak dini. Jangan sampai menyusahkan anak atau orang lain di hari tua, saat kita tidak bekerja lagi. Kerja yes, pensiun oke.
Jadi, berapa sih standar hidup layak pensiunan menurut Anda? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun