Disertasi Manajemen Pendidikan: Efektivitas Tata Kelola Taman Bacaan Berbasis Model CIPP, Apa Hasilnya?

I.  PENDAHULUAN

Ironis, tingkat minat membaca di Indonesia yang rendah berbanding terbalik dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai mencapai 221.563.479 jiwa atau lebih dari separuh  total populasi penduduk Indonesia tahun 2023 yang mencapai 278 juta jiwa (APJII, 2024). Bahkan lebih jauh lebih rendah dari jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia yang mencapai 167 juta orang (Datareportal.com, 2023).

Rendahnya minat membaca di merupakan masalah klasik. Telah banyak usaha yang dilakukan oleh berbagai pihak, namun hasilnya belum sampai pada kata “sukses”. Salah satu program pendidikan sebagai tindak lanjut dan implementasi program pemerintah yang turut mendukung keberhasilan pembangunan dunia pendidikan adalah adanya pengembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Pengembangan program pendidikan berupa program Pengembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) adalah salah satu program pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (4), tercantum bahwa satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Taman baca masyarakat adalah tempat sengaja yang dibuat perorangan atau pemerintah, swakelola dan swadaya masyarakat untuk menyediakan bahan bacaan dan menumbuhkan minat baca kepada masyarakat. Sebagai salah satu program pendidikan nonformal dan dalam rangka ikut mencerdaskan kehidupan bangsa serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul, taman bacaan masyarakat adalah pilihannya. Di tengah gempuran era digital dan sebagai salah satu bentuk implementasi “Merdeka Belajar”, taman bacaan masyarakat tetap fokus pada pengembangan gerakan literasi dan budaya baca pada masyarakat Indonesia. Keberadaan taman bacaan masyarakat merupakan tanggung jawab negara baik itu dari pusat maupun pada tingkatan daerah dan semua komponen bangsa untuk memenuhinya, apalagi jika dikaitkan dengan amanat konstitusi. Secara spesifik, kewajiban untuk meningkatkan minat baca masyarakat diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (UU Perpustakaan).

Namun faktanya, taman bacaan sebagai salah satu pendidikan nonformal di Indonesia dihadapkan pada kenyataan yang sulit. Ternyata 60% taman bacaan di Indonesia hanya dikunjungi tidak lebih dari 30 anak pembaca pada setiap jam baca. Taman bacaan semakin sepi dan terpinggirkan. Selain itu, 60% fasilitas ruang baca yang ada di taman bacaan di Indonesia pun tidak memadai. Bahkan 60% jumlah koleksi buku taman bacaan di Indonesia pun belum memadai. (Survei Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia oleh TBM Lentera Pustaka pada Juni 2023). Atas dasar itu, upaya evaluasi tata kelola taman bacaan sebagai layanan dasar pendidikan nonformal perlu dilakukan.

Tata kelola pendidikan nonformal menjadi bukti lemahnya manajemen pengelolaan dan kinerja pendidikan nonformal seperti taman bacaan masyarakat. Mulai dari perencanaan program taman bacaan yang lemah, kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasaran, hingga anggaran biaya yang tidak jelas dari mana asalnya? Oleh karena itu, evaluasi terhadap tata kelola taman bacaan sebagai layanan dasar pendidikan nonformal di Indonesia harus dilakukan. Demi tercapainya tujuan pendidikan masyarakat yang berkelanjutan dan efektif. Di samping menjadi bagian meningkatkan minat baca dan budaya literasi masyarakat melalui taman bacaan.

Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” pada Maret 2016, yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Indikator tumbuhnya minat baca seharusnya dimulai dari akses buku bacaan, membangun kebiasaan membaca, dan kemudian menjadi budaya. Data Central Connecticut State University pun menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,01 persen atau satu berbanding sepuluh ribu penduduk.

Salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini yaitu belum maksimal tata kelola taman bacaan. Mungkin karena sifatnya sosial sehingga pengelolaan tidak serius. Ditambah kurangnya kreativitas pengelola taman bacaan, kesadaran masyarakat yang masih rendah, bahkan perhatian pemerintah hampir dikatakan tidak ada. Oleh karena itu, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) seharusnya memiliki sistem tata kelola yang lebih efektif dan efisien. Agar Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sebagai lembaga pendidikan nonformal dapat mengambil peran penting untuk meningkatkan kegemaran membaca masyarakat, di samping meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada di berbagai wilayah.

Tata kelola sangat diperlukan untuk pencapaian tujuan organisasi taman bacaan berdasarkan visi dan misi dibutuhkan sekaligus menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak yang berkepentingan. Salah satu cara yang umum yaitu mengukur efisiensi dan efektifitas tata kelola. Selain itu, upaya evaluasi terhadap tata kelola taman bacaan sebagai bagian dari manajemen pendidikan sangat diperlukan. Taman Bacaan Masyarakat sebagai lembaga pembudayaan kegemaran membaca masyarakat yang menyediakan ruang untuk membaca, diskusi, bedah buku, menulis dan kegiatan sejenisnya tidak dapat dilepaskan dari tata kelola. Taman bacaan adalah ibarat perpustakaan dalam pertumbuhan (in statu nascendi).

Manfaat taman bacaan masyarakat adalah menumbuhkan minat baca dan kecintaan membaca untuk memperkaya pengalaman belajar bagi warga dan menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain memberikan kemudahan mendapatkan bahan bacaan yang dibutuhkan masyarakat, taman bacaan masyarakat juga melakukan berbagai kegiatan untuk menumbuhkembangkan minat dan kegemaran membaca agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Data Perpustakaan Nasional RI tahun 2017, menyatakan minat baca masyarakat Indonesia disebut masih rendah bila dibandingkan negara lain. Frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata hanya 3-4 kali per minggu. Sementara jumlah buku yang dibaca rata-rata hanya 5 sampai dengan 9 buku per tahun. Maka upaya meningkatkan minat baca harus diperjuangkan dan ditingkatkan. Minat baca masyarakat di daerah pun masih kurang lantaran minimnya askes buku bacaan yang dimiliki. Atas realitas inilah, keberadaan taman bacaan masyarakat semakin diperlukan di masyarakat.

Fakta terjadi di Desa Sukaluyu Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, tidak adanya akses buku bacaan dan rendahnya minat baca disinyalir menjadi sebab rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata 71% setingkat SD, 9% setingkat SMP. Bila kondisi ini dibiarkan maka dapat dipastikan angka partisipasi pendidikan masyarakat di wilayah tersebut tidak akan mengalami peningkatan. Maka keberadaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang didukung tata kelola yang baik diharapkan mampu meningkatkan minat baca masyarakat dan budaya literasi, di samping dapat menekan angka putus sekolah.

Mengacu pada realitas di atas, maka penelitian tentang efektivitas tata kelola taman bacaan sebagai layanan dasar pendidikan nonformal patut dilakukan sebagai bagian untuk memperkuat tata kelola dan eksistensi taman bacaan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada taman bacaan di Kabupaten Bogor, untuk melihat pentingnya evaluasi tata kelola taman bacaan masyarakat. Efektivitas tata kelola taman bacaan dapat ditinjau melalui model CIPP (Context, Input, Process, Product) pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor. Melalui CIPP dapat dievaluasi  tata kelola taman bacaan sebagai sarana meningkatkan kegemaran membaca dan budaya literasi masyarakat. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk meningkatkan tata kelola taman bacaan agar menjadi lebih baik lagi. Maka fokus penelitian terdiri dari: evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses, dan evaluasi produk yang berjalan di taman bacaan masyarakat. Bagaimana efektivitas tata kelola taman bacaan berbasis model CIPP pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor? Agar dapat mendeskripsikan dan menguji efektivitas tata kelola taman bacaan sebagai sarana peningkatan kegemaran membaca masyarakat pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor.

II. KAJIAN TEORETIK

Upaya meningkatkan tata kelola berarti menempuh serangkaian proses untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan suatu organisasi. Tata kelola merupakan suatu sistem pengendalian internal organisasi dalam mengelola program dan risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan organisasi dalam jangka panjang (Muh. Arief Effendi, 2009:1). Oleh karena itu, tata kelola menyangkut upaya sistematis dalam suatu proses untuk mencapai tujuan organisasi, melalui prinsip-prinsip manajemen yang di dalamnya menjalankan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi.

Tata kelola atau governance sering didefinisikan sebagai suatu bentuk atau proses penyelenggaraan kewenangan dan administrasi dalam mengelola problem yang dihadapi dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, seperti: sektor publik, sektor privat (swasta), dan sektor ketiga yaitu civil society. Karenanya, tata kelola dimaknai sebagai sistem interaksi dimana proses-proses organisasi dan administrasi diselenggarakan secara demokratis, akuntabel, dan partisipatorik dengan melibatkan semua aktor dan stakeholder (Asaduzzaman, 2020).

Tata kelola yang baik memastikan bahwa organisasi dapat mengelola sumber daya secara lebih efisien, mengarahkan pada pengambilan keputusan yang tepat, dan meningkatkan hubungan di antara pemangku kepentingan. Lessambo (2014:3) menyebut, tata kelola sebagai kewajiban organisasi terhadap pelanggan, pemangku kepentingan, dan otoritas pengawas yang menjalankan fungsi untuk menetapkan aturan tentang bagaimana organisasi harus dikelola. Tata kelola harus menjawab, bagaimana tujuan organisasi akan dicapai? Bagaimana proses dijalankan? Dan bagaimana kinerja dioptimalkan sehingga dapat meningkatkan nilai dan kepercayaan publik terhadap organisasi.

Tata kelola akan terwujud apabila memiliki prinsip yang membangkitkan kepercayaan seperti akuntabilitas, efektif, efisien, berorientasi, partisipasi, dan transparansi. Maka sistem tata kelola yang baik mencakup tata cara, mekanisme, dan prosedur yang baik dalam menyelenggarakan organisasi dan administratif berdasarkan prinsip-prinsip dan ukuran akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan, transparan, efisien, efektif, dan atas dasar integritas (Appel-Meulenbroek, 2021).

Sebagai acuan, indikator-indikator tata kelola organisasi yang dapat menjadi acuan terdiri dari:1) transparansi, 2) partisipasi, 3) akuntabilitas, 4) koordinasi, 5) tanggung jawab, 6) kemandirian, dan 7) kesetaraan dan kewajaran (Noor dan Rahmatullah, 2020:82). Dengan demikian, akan terwujud tata kelola yang efektif,  partisipasi aktif dari masyarakat, profesional, dan transparan dalam bekerja.

Salah satu cara untuk mengetahui tingkatan tata kelola organisasi, dapat dilakukan taman bacaan masyarakat (TBM). TBM merupakan lembaga sosial yang menyediakan bahan bacaan dan layanan untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Kalida (2014:1) menegaskan masyarakat menaruh perhatian dan kepedulian terhadap Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sebagai sarana untuk meningkatkan kegemaran membaca masyarakat. TBM sering diidentikkan dengan perpustakaan komunitas, dan hadir di tengah-tengah masyarakat merupakan wujud komitmen pengelola untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun generasi yang berkualitas melalui budaya membaca sesuai amanat UU No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sebagai sumber belajar masyarakat memiliki kedudukan strategis dalam mengembangkan potensi masyarakat melalui aktivitas membaca. TBM memiliki beberapa fungsi, di antaranya: memasyarakatkan minat baca, mendorong pendidikan sepanjang hayat, dan membuka peluang untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Bolehlah TBM disebut sebagai sumber belajar yang mampu mendorong dan mempercepat terwujudnya masyarakat belajar (learning society). Yakni masyarakat yang gemar membaca, melek informasi, dan mampu meningkatkan daya saing di era kompetitif. TBM adalah tempat atau wadah yang didirikan dan dikelola oleh masyarakat dan pemerintah untuk memberikan akses pelayanan bahan bacaan kepada masyarakat sekitar sebagai sarana pembelajaran dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (Buku Pedoman Penyelenggaran Taman Bacaan Masyarakat, 2006:9).

Dalam konteks itulah, TBM memiliki peran strategis untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam rangka untuk mendorong dan menstimulasi masyarakat agar tumbuh dan meningkat minat dan motivasinya dalam membaca, sehingga tercipta masyarakat yang memiliki budaya membaca (reading society). Selain menjadi lembaga pembudayaan kegemaran membaca, TBM harus didukung oleh kemampuan tata kelola yang efektif dan efisien. Mengingat keberadaan TBM sangat penting, maka kemampuan, keterampilan dan kinerja pengelola TBM harus ditingkatkan dengan menjalankan praktik baik tata kelola taman bacaan.

Sebuah studi yang dilakukan oleh tim dari Perpustakaan Nasional RI terhadap TBM (2010), mengungkapkan bahwa TBM itu merupakan sesuatu yang unik dan menarik. Dari studi tersebut, TBM memiliki daya tarik, terutama terhadap lima hal, yaitu: a) pelayanan yang ramah sehingga dapat menarik minat untuk memanfaatkan taman bacaan, b) bahan bacaan yang beragam, c) tempat sederhana yang membuat masyarakat lebih akrab, d) koleksi terus diperbaharui; dan e) bahan bacaan bersifat populer, tidak terlalu serius.

Jadi, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dapat dikatakan sebagai wadah yang didirikan dan dikelola oleh masyarakat sebagai satu langkah untuk memudahkan akses buku bacaan kepada masyarakat. Oleh karena itu, tata kelola dan program taman bacaan tidak boleh membosankan. Minat dan perilaku membaca seyogyanya dibuat menjadi lebih asyik dan menyenangkan. Siapapun yang berada di taman bacaan, harus punya rasa ikut memiliki (sense of belonging) dan ikut bertanggung jawab.

Program dan aktivitas taman bacaan harus asyik dan menyenangkan, itulah kata kuncinya. Maka TBM dapat menerapkan model edutainment, yang memadukan unsur education dan entertaiment. Suatu proses pembelajaran yang didesain dengan memadukan antara muatan pendidikan dan hiburan secara harmonis sehingga aktivitas pembelajaran berlangsung menyenangkan (Hamruni, 2009:50). Pembelajaran edutainment sifatnya student center, yang menjadikan anak sebagai pelaku pembelajaran. TBM Edutainment, membuat pembaca merasa tidak sedang membaca, tetapi sedang melakukan kegiatan yang menyenangkan dan tetap mendapatkan suatu pembelajaran. Sesuai dengan spirit yang berbunyi: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah:185).

Efektif atau tidaknya tata kelola taman bacaan masyarakat, patut dilakukan evaluasi. Evaluasi untuk melakukan penilaian, proses untuk menemukan nilai layanan program sesuai dengan kebutuhan peserta atau pengguna layanannya. Cronbach, Stufflebeam, Alkin, dan Maclcolm yang dikutip Mesiono (2017:4) menyatakan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar  tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih. Evaluasi adalah proses menentukan sejauh mana tujuan tercapai. Tidak hanya terkait penilaian prestasi tetapi juga upaya peningkatannya (Aziz. S, Mahmood. dan M, Rehman. Z., 2018:190).

Evaluasi tidaklah mudah. Menurut Winarno (2013:240), evaluasi merupakan proses yang rumit dan kompleks. Proses ini melibatkan berbagai macam kepentingan individu yang terlibat dalam proses evaluasi. Kerumitannya berkaitan dengan penggunaan kriteria yang telah ditetapkan untuk melakukan evaluasi. Hal ini berarti kegagalan dalam menentukan kriteria akan menghambat proses evaluasi  yang akan dijalankan.

Untuk mengetahui apakah proses belajar sesuai dengan rencana yang telah diterapkan dan mengecek hasil belajar Sesuai atau tidak, dapat dilakukan melalui evaluasi. Sugiyono (2014: 741) menyebut evaluasi program merupakan metode yang sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisa data, dan menggunakan informasi untuk menjawab pertanyaan tentang proyek, kebijakan, dan program.

Maka untuk mengukur efektivitas tata kelola taman bacaan. Salah satu model evaluasi yang dapat diterapkan adalah model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product). Model CIPP merupakan kerangka komprehensif untuk melakukan evaluasi formatif dan sumatif atas proyek, personel, produk, organisasi, dan sistem evaluasi (Stufflebeam & Shinkfield, 2007:325). Model CIPP berpijak pada pandangan bahwa tujuan terpenting dari evaluasi program bukanlah membuktikan  (to prove), melainkan meningkatkan (to improve). CIPP dikategorikan sebagai pendekatan evaluasi yang berbasis pada peningkatan program (improvement-oriented evaluation) atau evaluasi pengembangan (evaluation for development).

Sebagai alat evaluasi, model CIPP memiliki keunggulan, yaitu: 1) sistem kerja yang dinamis, 2) pendekatan yang bersifat holistik yang bertujuan memberikan gambaran secara rinci dan luas terhadap suatu program mulai dari konteks, hingga proses implementasinya, 3) dapat dilakukan perbaikan selama program berjalan, 4) memiliki potensi untuk bergerak pada evaluasi formatif, dan sumatif, serta 5) lebih komprehensif dari model lainnya (Sudarno, 2017).

 

III. METODE

Penelitian menggunakan metode evaluasi program model CIPP (Context, Input, Process, Product) untuk mengukur efektivitas tata kelola taman bacaan pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor. dengan menggunakan Model CIPP (Context, Input, Process, Product). Analisis secara mendalam dilakukan untuk setiap komponen evaluasi. Komponen konteks, menyangkut kebijakan, analisis kebutuhan, tujuan, dan sasaran. Komponen input, mencermati struktur organisasi, perangkat program, prosedur dan mekanisme, sumber daya manusia, fasilitas pendukung , sistem pembinaan, anggaran, dan ketercapaian tujuan. Komponen proses, membedah perencanaan, pelaksanaan dan koordinasi, laporan program, sosialisasi, evaluasi, dan dukungan masyarakat. Komponen produk, mendeskripsikan pencapaian hasil (output), pencapaian dampak (outcome), manfaat, pengembangan, dan reputasi.

Melalui triangulasi, pendekatan multimetode saat mengumpulkan dan menganalisis data diharapkan fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Maka instrumen yang dipiluh meliputi studi dokumen (untuk kebijakan taman bacaan dan literasi), wawancara dengan regulator dan penggerak literasi, kuesioner, observasi ke taman bacaan, dan focus group discussion dengan pengelola taman bacaan. Analisis data bersifat analisis  interaktif (interactive of analysis) yang disajikan secara menyeluruh.

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi tata kelola taman bacaan berbasis CIPP pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor dilakukan menggunakan skala nilai (rating scale) dengan rentang nilai 1 terendah sampai dengan nilai 5 tertinggi. Dari hasil kuesioner dan focus group discussion yang dilakukan, maka maka diperoleh skala nilai efektifitas tata kelola taman bacaan sebagai berikut:

  1. Evaluasi komponen konteks (context), meliputi aspek a) kebijakan, b) analisis kebutuhan (need analysis), c) tujuan dan d) sasaran diperoleh nilai rata-rata 4,03 atau dapat dikategorikan “baik”.
  2. Evaluasi komponen input meliputi aspek a) struktur organisasi, b) perangkat program, c) prosedur dan mekanisme, d) sumber daya manusia, e) fasilitas pendukung, f) sistem pembinaan, g) anggaran, dan h) ketercapaian tujuan diperoleh nilai rata-rata 3,29 atau dapat dikategorikan “cukup”.
  3. Evaluasi komponen proses (process) meliputi aspek a) perencanaan, b) pelaksanaan dan koordinasi, c) laporan, d) sosialisasi, e) evaluasi, dan f) dukungan masyarakat diperoleh nilai rata-rata 3,40 atau dapat dikategorikan “cukup”
  4. Evaluasi komponen produk (product) meliputi aspek a) pencapaian hasil (output), b) pencapaian dampak (outcome), c) manfaat, d) pengembangan, dan e) reputasi diperoleh nilai rata-rata 3,55 atau dapat dikategorikan “cukup”.

 

Dengan demikian, secara umum efektivitas tata kelola taman bacaan pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor dapat disebut “cukup efektif”, berada di antara sangat efektif dan kurang efektif. Lebih detail lagi, evaluasi terhadap 23 indikator pada 4 (empat) komponen persebarannya terdiri: a) kategori “baik” pada 5 (lima) aspek (analisis kebutuhan, tujuan, sasaran, struktur organisasi, manfaat), b) kategori “cukup” pada 17 (tujuh belas) aspek (kebijakan, perangkat program, prosedur dan mekanisme, sumber daya manusia, fasilitas pendukung, sistem pembinaan, ketercapaian tujuan, perencanaan, koordinasi, laporan, sosialisasi, evaluasi, dukungan masyarakat, pencapaian hasil (output), pencapaian  dampak (outcome), pengembangan, reputasi), dan c) kategori “kurang baik”pada 1 (satu) aspek ( anggaran).

Sebagai lembaga sosial yang menyediakan bahan bacaan dan layanan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor dihadapkan pada 8 (delapan) masalah krusial, yaitu: 1) kesadaran masyarakat yang rendah, 2) relawan yang sedikit, 3) ruang baca yang tidak layak, 4) koleksi buku yang sedikit, 5) sarana dan prasaran yang kurang memadai, 6) dana operasional yang bermasalah, 7) tim pengurus yang kurang komitmen, dan 8) tidak adanya perhatian dari pemda/instansi terkait. Untuk itu, seluruh pemangku kepentingan taman bacaan, tanpa terkecuali seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengelola TBM, relawan, pihak swasta, dan masyarakat harus berkolaborasi untuk berpartisipasi aktif dalam melanggengkan eksistensi taman bacaan. Bila tidak, sangat mungkin taman bacaan tidak mampu mempertahankan eksistensi di daerahnya atau menjadi “mati suri”, hidup segan mati pun tidak mau.

Ada 3 (tiga) elemen penting untuk mempertahankan eksistensi taman bacaan di Indonesia, yaitu 1) ada pembaca, 2) ada buku, dan 3) ada komitmen pengelola. Untuk itu, dukungan pemerintah, kesadaran masyarakat, dan koleksi buku bacaan yang tersedia menjadi sebuah keniscayaan bagi taman bacaan dan gerakan literasi. Maka untuk mendorong efektivitas tata kelola taman bacaan masyarakat (TBM) sangat diperlukan koordinasi dan sinergi antara pemerintah, pengelola TBM, pihak swasta, dan masyarakat. Agar taman bacaan dapat memainkan peran lebih besar dalam meningkatkan kegemaran membaca anak-anak dan masyarakat di tengah gempuran era digital.

Beberapa isu strategis terkait tata kelola taman bacaan di Kabupaten Bogor antara lain:

  1. Relawan, didapati 40% TBM yang ada hanya memiliki relawan kurang dari 5 orang, 30% TBM di antara 5-10 orang relawan, dan 30% TBM memiliki lebih dari 10 orang relawan.
  2. Biaya operasional, didapati 65% TBM membutuhkan biaya operasional di bawah Rp.25.000.000 per tahun, 25% TBM membutuhkan biaya antara Rp.25.000.000 s.d. Rp.50.000.000, dan 10% TBM butuh biaya lebih dari Rp.50.000.000 per tahun.
  3. Jadwal operasional, didapati 60% TBM hanya beroperasi 2-3 hari dalam seminggu, 25% TBMM beroperasi 4-5 hari, dan hanya 15% yang beroperasi setiap hari
  4. Legalitas, didapati 60% TBM belum memiliki legalitas formal berbentuk yayasan dan 40% TBM sudah memiliki berbentuk yayasan.
  5. Sumber pendanaan, didapati 75% TBM didanai dari “kantong sendiri”, 15% dari CSR, dan 10% TBM dari donatur pribadi.

 

Kelima isu strategis di atas, semestinya mendapat perhatian khusus. Agar taman bacaan di mana pun bisa tetap eksis dan bertahan hidup. Belum lagi persoalan koleksi buku bacaan yang masih minim. Karena 85% TBM hanya memiliki koleksi buku bacaan di bawah 3.000 buku. Kondisi ini pada akhirnya membuat taman bacaan makin “jauh panggang dari api, menjadi tidak kompetitif dan berpotensi tidak diminati masyarakat.

Hal yang tidak kalah menarik, regulasi seperti Keputusan Menteri (Kepmen) Desa, Pembangunan Daerah tertinggal, Dan Transmigrasi No. 3 Tahun 2024 tentang Panduan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat Desa dan Perbup Bogor No. 45/2022 tentang Gerakan Literasi Daerah telah mengatur tentang pendanaan taman bacaan yang bisa berasal dari pemerintah daerah atau dana desa, namun dalam realisasinya tidak terjadi. Ada persoalan di tingkat perangkat desa atau kecamatan, sehingga regulasi hanya sebatas “indah” di atas kertas. Dan sayangnya, 60% TBM di Kabupaten Bogor tidak mengetahui regulasi tersebut dan hanya 40% TBM yang tahu regulasinya walau belum pernah pula mendapatkan anggaran dari pemerintah daerah atau dana desa.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan tingkat efektivitas tata kelola TBM yang “cukup” sepertinya taman bacaan dihadapkan pada tantangan yang berat. Akses digital begitu mudah, sementara akses buku bacaan semakin sulit. Komitmen pengelola TBM yang “setengah hati” dan koleksi buku bacaan yang terbatas, bukan tidak mungkin minat baca masyarakat justru makin melemah. Untuk itu, TBM ke depan harus terus berjuang dan mengantisipasi dinamika peradaban. Caranya, tentu harus menjadikan taman bacaan sebagai tempat yang asyik dan menyenangkan. TBM di masa mendatang harus memiliki 5 (lima) fungsi layanan di masyarakat yaitu: 1) menyediakan akses bacaan dan referensi kepustakaan (widya pustaka), 2) menjadi sentra sentra kegiatan ilmiah dan pembelajaran (widya loka), 3) menjadi wadah pelestarian budaya dan kearifan lokal (widya budaya), 4)  menjadi sarana membentuk karakter dan perangai baik dan positif (widya pekerti), dan 5) menjadi wadah praktik baik dan tindakan nyata yang bermanfaat bagi orang banyak (widya krida). Dan yang tidak kalah penting, taman bacaan masyarakat yang sudah berkontribusi terhadap peningkatan kegemaran membaca masyarakat harus berani untuk mempublikasikan praktik baiknya di media sosial secara masif dan berkelanjutan. Agar publik tahu, apa yang dikerjakan di taman bacaan dan gerakan literasi.

 

V. SIMPULAN

Terbukti, efektivitas tata kelola taman bacaan pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor dapat disimpulkan “cukup efektif” dengan skor rerata 3,56 namun masih dihadapkan pada tantangan yang berat khususnya soal perhatian pemerintah, kesadaran masyarakat, dan  koleksi buku bacaan. Biaya operasional TBM menjadi variabel bermasalah yang harus dicarikan solusinya. Agar TBM tetap eksis dan mampu bertahan di masyarakat.

TBM tidak cukup dilihat hanya sebatas kebijakan, Namun yang penting, ada dukungan dari berbagai pihak dan sinergi kolaboratif untuk meningkatkan kegemaran membaca di tengah masyarakat.

Salah satu landasan penting untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia yang unggul adalah dengan menumbuhkan minat baca dan budaya literasi. Tersedianya akses bacaan yang bermutu di daerah sehingga dapat mendongkrak Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang lebih baik dan berkualitas.

***

Appel-Meulenbroek, R., Colenberg, S., & Danivska, V. 2021. Towards an interdisciplinary employee-workplace alignment theory. In R. Appel-Meulenbroek & V. Danivska (Eds.), A handbook of theories on designing alignment between people and the office environment (pp. 272–288). Routledge/Taylor & Francis Group. https://doi.org/10.1201/9781003128830-23

Asaduzzaman, M. 2020. Global Encyclopedia of Public Administration, Public Policy, and Governance. Global Encyclopedia of Public Administration, Public Policy, and Governance, January 2016. https://doi.org/10.1007/978- 3-319-31816-5

Aziz. S, Mahmood. M, and Rehman. Z., 2018. Implementation of CIPP Model for Quality Evaluation at School Level: A Case Study. Journal of Education and Educational Development, Vol. 5 No. 1, p. 189-206.

Buku Pedoman Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat. 2006. Jakarta: Direktorat Dikmas.

Direktorat Pendidikan Masyarakat. 2010. Acuan dan pengelolaan : Program Taman Bacaan Bacaan penguatan keaksaraan. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional

Effendi, Muh. Arief. 2009. The Power Of Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.

Hamruni. 2009. Edutainment dalam Pendidikan Islam dan Teori–teori Pembelajaran Quantum. Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah UIN Sunan kalijaga.

Kalida, M. 2014. Fundraising TBM, Yogyakarta: Cakruk Publishing.

Lessambo, F. I. 2014. THE INTERNATIONAL CORPORATE GOVERNANCE SYSTEM Audit Roles and Board Oversight. PALGRAVE MACMILLAN. https://doi.org/10.1057/9781137360014

Noor, IHM dan Noris Rahmatullah, 2020. Inovasi Tata Kelola Sekolah Menengah Atas Dalam Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar. Jakarta, Kemdikbud RI

Stufflebeam, D. L. 2007. The CIPP Model for Evaluation. In D. L. Stufflebeam & T. Kellaghan (Eds.). The International Handbook Of Educational Evaluation (Chapter 2). Boston, MA: Kluwer Academic Publishers.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Winarno, Budi. 2013. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus, cetakan pertama, Edisi dan Revisi Terbaru. Yogyakarta: CAPS (Center of academic Publishing Service).

Yunus, Syarifudin. 2022. Membangun Budaya Literasi dan Taman Bacaan Berbasis Edukasi dan Hiburan – TBM Edutainment. Jakarta: Endnote Press.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *