Spirit Taman Bacaan, Jauhi Prasangka Buruk

Agak kontradiktif sih. Di Indonesia, hari gini masih PPKM darurat, masih ada penyekatan di jalan dan disuruh disiplin tegakkan protokol kesehatan. Korban pun terus berjatuhan. Hingga kemarin 7 Juli 2021, korban Covid-19 pun menembus rekor. Ada 34.379 kasus baru dan meninggal dunia 1.000 orang lebih. Sementara di Stadion Wembley semalam. Saat Inggris vs Denmark di Piala Eropa 2021. Puluhan ribu orang berdesak-desakan menonton bola. Tanpa masker tanpa jaga jarak. Saling berpelukan saat terjadi gol. Apalagi besok saat terjadi final ideal, Inggris vs Italia. Kontras, apa yang terjadi di sini dan di sana.

 

Kenapa kondisi di Indonesia masih begini?

Bisa jadi, sebabnya karena prasangka buruk. Prasangka itulah yang akhirnya jadi keluh-kesah. Jadi protocol Kesehatan terabaikan. Jadi PPKM darurat terpaksa dilakukan. Dan prasangka buruk akhirnya jadi negeri ini masih begini. Entah sampai berapa lama lagi? Solusinya sederhana, harusnya semua orang segera vaksin Covid-19. Karena vaksin itulah ikhtiar yang paling realistis untuk “menghentikan” laju Covid-19.

 

Prasangka buruk itu anggapan kurang baik tentang sesuatu. Atau masalah seperti pandemi Covid-19. Berpikir negatif dan cara pandangnya jelek. Dan itu bisa terjadi pada siapa pun, dalam hal apapun. Maka ada baiknya, siapa pun untuk mengurangi prasangka buruk. Dalam agama Islam, prasangka buruk merupakan perbuatan yang sangat dikecam. Karena tidak sedikit pun mendatangkan kebaikan. Maka ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah memperbanyak prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa.” (Al-Hujurat – 12).

 

Imam Sufyan Ats-Tsauri menyebut prasangka itu ada dua jenis. 1) prasangka yang mendatangkan dosa, yaitu sangkaan yang ditampakkan melalui ucapan atau medsos dan 2) prasangka yang tidak mendatangkan dosa, yaitu berprasangka dalam hati, namun bisa jadi pembuka jalan terjadinya prasangka yang dosa. Begitulah kira-kira.

 

Maka prasangka buruk pun jadi “musuh” dari gerakan literasi. Literasi bukan hanya soal baca atau tulis. Tapi literasi juga harus berani “melawan” prasangka buruk siapapun. Melawan mereka yang berprasangka terhadap ikhtiar baik. Literasi tidak mungkin berkembang bila dirasuki prasangka buruk. Seperti di taman bacaan, anak-anak yang membaca pun sedang berjuang untuk melawan prasangka. Ikhtiar untuk lebih paham dan meraih kejelasan tentang pengetahuan.

 

Gerakan literasi atau taman bacaan agak sulit eksis bial banyak prasangka. Karena taman bacaan harus berhadapan dengan realitas. Dengan anak-aak, buku-buku, dan komitmen pengelola yang terjadi di lapangan. Karena di taman bacaan, siapa pun berjuang hanya untuk “mengubah iat baik jadi aksi nyata”.

 

Ketahuilah literasi akan meraih “kemenangan”. Saat Gerakan literasi di mana pun, mampu menjadikan manusia tidak lagi berkawan dengan prasangka buruk. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #GerakanLiterasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *