Antara Batu, Air, dan Membaca Buku

Dalam banyak hal, batu di mana pun lebih senang bertabrakan. Saling menendang saat disatukan. Batu memang keras. Agak sulit menyerap air. Begitu pula yang terjadi pada mereka yang kepalanya mem-batu oleh kepintaran-kepintarannya. Maka kian banyak orang pintar yang gemar berdebat, saling berbantahan. Merasa dirinya paling benar dan orang lain selalu salah. Beda pendapat langsung mendebat, gengsi untuk mengalah.

 

Beda halnya dengan air. yang cenderung menyatu. Mengalir rapi dan saling mengisi. Air yang selalu fleksibel dan selalu mencari posisi untuk tidak bertabrakan. Selain menyuburkan, air pun mampu menyegarkan siapapun yang ada di dekatnya. Bahkan dengan segala kelembutannya, air pun mampu melubangi kerasnya batu. Karena sifatnya cairm air memang tidak suka berdebat. Lebih baik mengisi ruang yang kosong dan memilih mencari solusi atas suatu masalah.

 

Berangkat dari filosofi itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor mengajarkan pentingnya membaca buku di sungai, Duduk di batu sambil menikmati air yang mengalir lalu membaca buku. Berusaha memahami isi buku bacaan agar tahu nilai-nilai dan pesan yang ada di dalamnya. Sekaligus mengajarkan anak-anak pembaca aktif. Untuk tidak bertindak seperti batu, namun lebih berjiwa seperti air. Lebih baik saling mengisi kekurangan daripada berdebat tanpa aksi nyata atau solusi. Membaca buku sambil mengajarkan pentingnya memelihara alam, termasuk batu dan air yang ada di depannya.

 

Sebagai sumber informasi, buku mampu membuka wawasan pembacanya. Sekaligus menjadikan seseorang untuk bersikap bijak, Atas perbedaaan dan realitas yang ada dalam kehidupan. Terkadang di antara batu dan air, memang buku diperlukan. Untuk menjadi keadaan lebih baik dan dapat menambah kecerdasan akal dan pikiran pembacanya.

 

Hidup itu pasti berbeda. Beda paham, beda pikiran, beda karya, nbeda rasa, bahkan beda idola pemimpinnya. Jadi untuk apa saling berdebat dan berbantah-bantahan. Apalagi mencaci maki dan menghujat orang yang tidak disukainya. Cukup terima saja perbedaan dan diam. Lalu, berikan solusi yang baik atas masalah yang ada. Toh bila tidak sama, kenapa tidak boleh beda?

 

Maka di taman bacaan, selalu ada ajaran untuk berperilaku tidak seperti batu. Lebih memilih untuk menjadi air. Saling mengisi dan saling menyatu. Untuk bergerak menyuburkan tanah, menumbuhkan tanaman. Seperti membaca buku pun lebih baik daripada banyak omong. Karena membaca sekaligus bercermin agar lebih tahu diri dan lebih menghargai perbedaan. Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *