UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) telah menyebut program pensiun adalah setiap program yang mengupayakan manfaat pensiun bagi peserta. Itu berarti, setiap pekerja bila ingin tetap sejahtera di masa pensiun maka harus berani menyisihkan sebagian gaji atau penghasilan untuk hari tua. Tapi sayangnya, saat ini tidak banyak pekerja yang memiliki program pensiun. Survei SLIK OJK tahun 2022 menyebut tingkat inklusi (kepemilihan) dana pensiun di Indonesia hanya sebesar 5%. Artinya, 95% dari 136 juta pekerja di Indonesia tidak punya program pensiun. Maka wajar, survei menyebut 9 dari 10 pekerja sama sekali tidak siap pensiun alias berhenti bekerja.
Nah, salah satu cara pekerja untuk merencanakan masa pensiun dapat dilakukan melalui Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). PPIP adalah program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun. Berbeda dengan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) yang manfaatnya ditetapkan dengan rumus tertentu dalam peraturan Dana Pensiun.
Kenapa PPIP? Karena setidaknya ada 5 (lima) kehebatan PPIP yaitu 1) manfaat pensiun yang akan diterima pekerja adalah akumulasi iuran beserta hasil pengembangannya, 2) besaran iuran ditetapkan di awal berupa persentase dari gaji atau nominal tertentu, 3) kontrol dan risiko ada di tangan peserta, termasuk risiko investasinya, 4) dana dicatat pada akun individu, dan 5) saat manfaat pensiun dibayarkan dikenakan pajak final sebesar 5%. Tentu saja, benefit PPIP ini tidak dimiliki oleh program lain selain program pensiun yang diselenggarakan dana pensiun, baik DPLK maupun DPPK.
Pada hakikatnya. iuran PPIP bisa berasal dari pekerja, pemberi kerja atau gabungan iuran pekerja dan atau pemberi kerja. Misalnya, iuran PPIP sebesar 10% dari gaji, kontribusinya dari pekerja 5% dan pemberi kerja 5%. Menariknya, apabila pemotongan iuran PPIP dilakukan melalui payroll atau ssitem penggajian maka dapat dibukukan sebagai variabel pengurang pajak penghasilan (Pph 21). Melalui PPIP berarti seorang pekerja menyetor iuran dana pensiun secara rutin yang manfaatnya dapat dicairkan saat mencapai usia pensiun.
Khusus pekerja di perusahaan swasta, baik skala kecil-menengah-besar, yang selama ini tidak punya program pensiun maka pilihan yang paling pas adalah Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Katakanlah, Si A seorang pekerja di Perusahaan X. Maka untuk menjadi peserta PPIP cukup menyetorkan “iuran” secara rutin setiap bulan, sesuai kemampuannya. Nantinya, akumulasi iuran selama menjadi peserta ditambah hasil pengembangan/investasi akan manfaat pensiun yang diterima. Untuk itu, besar kecilnya manfaat pensiun melalui PPIP sangat bergantung pada tiga hal; yaitu 1) besarnya iuran yang disetor, 2) hasil pengembangan/investasi selama jadi peserta, dan 3) lamanya kepesertaan. Semakin lama menjadi peserta maka akumulasi dananya pasti semakin besar. Bisalah untuk menikmati masa pensiun dengan sejahtera di hari tua.
Lalu, apakah iuran PPIP yang berasal dari perusahaan dapat dijadikan kompensasi pascakerja? Tentu saja iya. Sekalipun PPIP bersifat individual, sejatinya iuran yang berasal pemberi kerja atau perusahaan pasti diperhitungkan sebagai bagian kompensasi pascakerja untuk pembayaran uang pensiun, pesangon atau uang pisah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 58 PP 35/2021 tentang Perjanjian kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Pemutusan Hubungan Kerja yang menegaskan, “Pengusaha yang mengikutsertakan Pekerja/Buruh dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh Pengusaha dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Pengusaha atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja akibat Pemutusan Hubungan Kerja”.
Sebagai contoh saja, Si Syarif seorang pekerja pensiun di usia 55 tahun dan sesuai regulasi berhak mendapatkan uang pensiun-pesangon sebesar Rp. 400 juta dari perusahaan. Bila perusahaan sudah menyetor iuran sebesar 5% dari gaji Si Syarif ke PPIP yang diselenggarakan DPLK dan akumulasi dananya telah mencapai Rp. 300 juta, maka perusahaan hanya membayarkan selisihnya sebesar Rp. 100 juta. Itu berarti, PPIP diakui sebagai bagian kompensasi pascakerja kepada pekerja.
Maka penting hari ini, mengembalikan “marwah” dana pensiun ke PPIP (Program Pensiun Iuran Past). Karena sejatinya dana pensiun, baik DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) maupun DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja), ada di PPIP. Bahwa ada Program Pensiun Dana Kompensasi Pascakerja (PPDKP) yang “lebih diminati” perusahaan, tentu perlu di-edukasi dan dikomunikasikan untuk memilih PPIP terlebih dulu, lalu PPDPK. Agar porsi iuran PPIP lebih besar dari PPDKP. Karena sejatinya, praktik dana pensiun tidak boleh mengabaikan prinsip individual. Maka edukasi dan komunikasi menjadi sangat penting. Apalagi dikaitkan dengan UU No. 4/2023 tentan P2SK.
Bila sepakat, masa depan dana pensiun di Indonesia, baik DPLK dan DPPK, pastinya ada di PPIP. Selain lebih transparan, PPIP pun lebih sesuai dengan kebutuhan pekerja di Indonesia pada umumnya. Karena melalui PPIP sebagai program pensiun, setidaknya memberikan 3 (tiga) keuntungan utama yaitu 1) adanya pendanaan yang pasti untuk pembayaran uang pensiun atau kompensasi pascakerja, 2) adanya hasil investasi yang optimal selama menjadi peserta PPIP, dan 3) mendapatkan insentif perpajakan saat manfaat pensiun dibayarkan, pajaknya final 5%.
Yuk, kembalikan Marwah PPIP. Dana pensiun yang pas untuk pekerja dalam mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera sekaligus bisa jadi bagian pembayaran kompensasi pascakerja bagi perusahaan. Yuk Siapkan Pensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun #ProgramPensiun