Membaca buku, bisa jadi perbuatan langka di era digital. Akibat digempur oleh media sosial, tontonan, dan pergaulan mongkrong sana nongkrong sini. Jangankan jadi kebiasaan, menyediakan waktu untuk membaca saja sudah kian sulit. Semuanya sibuk, hingga tidak sempat membaca lagi. Sangat manusiawi sih ya.
Membaca buku, memang “kalah jauh” bila dibandingkan nongkrong di kafe-kafe. Kulineran apalagi jalan-jalan ke tempat wisata. Membaca juga tidak lebih penting daripada urusan politik, urusan bisnis dan gaya hidup. Ngomongin politik, ngomongin kandidat capres, sekalian ngomongin orang lebih asyik. Membaca buku, apalagi di taman bacaan, sama sekali tidak level bagi sebagian orang, Tidak menarik dan membosankan, katanya.
Memang tidak banyak orang yang gemar membaca buku. Apalagi mau mengurusi taman bacaan. Selain sibuk kerja sehari-hari, fisik juga sudah lelah. Malah pusing kepala bila dibawa membaca buku. Negara saja sudah bikin pusing, BBM naik saja bikin emosi. Apalagi ditambah membaca buku makin ruwet saja. Iya benar juga ya, membaca bikin tambah pusing.
Wajar sih, membaca buku itu jendela dunia hanya sebatas jargon. Membaca sebagai jendela ilmu dan pengetahuan hanya sebatas doktrin, Tanpa aksi tanpa perilaku. Kesadaran yang kamuflase. Wajar lagi, bila beli buku mampu tapi membacanya tidak mampu. Jarang tuntas saat membaca. Lelah, sibuk, dan nggak punya waktu alasannya.
Realitas itulah yang “dilawan” Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Enam haru dalam seminggu melayani aktivitas literasi di taman bacaan. Mulai dari taman bacaan, berantas buta aksara, tempat main anak difabel, kelas prasekolah, hingga koperasi simpan pinjam. Taman bacaan yang bukan untuk membangun minat baca. Tapi hanya sediakan akses bacaan. Untuk mendekatkan anak-anak dan warga dengan buku bacaan, sambil membiasakan membaca buku dan main di taman bacaan. Di TBM Lentera Pustaka, membaca bukan untuk menjadikan anak-anak pintar. Tapi cukup untuk bisa mengisi waktu dengan kegiatan yang positif, sambil ajarkan akhlak-adab baik dalam kehidupan.
Aktivitas literasi dan taman bacaan, bahkan perilaku membaca hanya butuh komitmen dan konsistensi. Ditambah kesungguhan pengelola taman bacaan dalam ber-literasi. Mengurus taman bacaannya dengan baik, benar, dan efektif. Tidak peduli apa kata orang. Menjadikan taman bacaan sebagai ladang amal untuk semua orang. Agar hidup lebih baik dan lebih bermanfaat. Biar nggak begitu-begitu saja, apalagi begini-begini saja.
Pegiat literasi di taman bacaan prinsipnya sederhana. Yaitu “Nggak usah mati-matian hanya untuk mengejar sesuatu yang tidak bisa dibawa mati. Sambil menebarkan manfaat kepada banyak orang. Hidup sederhana dan apa adanya saja. Agar lebih literat!”
Jadi, Bapak Ibu, Om Tante, masih suka membaca buku nggak ya? Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka