Bila Pekerja Terkena PHK dari Kantor, Apa yang Dituntut?

Lagi banyak beredar di berita dan grup WA terkait berbagai perusahaan yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawannya. Menurut berita, ada mau PHK 200 pegawai, ada yang 500, bahkan ada yang ribuan. Mungkin dalam kondisi ekonmi global yang tidak baik-baik saja, mungkin PHK sulit dihindari. Secara regulasi, PHK memang diperbolehkan asal dilakukan sesuai prosedur dan regulasi yang berlaku, dan yang terpenting hak-hak pekerja dipenuhi, terutama pesangon.

 

UU No. 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, sudah mengatur dengan tegas. Pasal 156 ayat (1) menyebutkan “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”. Jadi bila terjadi PHK, maka perusahaan wajib hukumnya membayar uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH). Sesuai aturan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi akibat 1) pekerja pensiun, 2) pekerja meninggal dunia, atau 3) pekerja di-PHK akibat efisiensi perusahaan. Bila mau lebih rinci, UU 6/2023 pyn mengatur 17 alasan sebab terjadinya PHK. Mulai dari penggabungan, peleburan, efisiensi, perusahaan merugi, force majeure, perusahaan pailit, pekerja mengajukan PHK akibat perbuatan melanggar, sakit berkepanjangan, cacat, usia pensiun, atau meninggal dunia.

 

Oleh karena itu, bagi perusahaan atau pemberi kerja, patut dipahami PHK sah secara hukum jika 1) ada alasan yang sah menurut undang-undang (misalnya efisiensi, pailit, pelanggaran berat), 2) prosedur PHK dijalankan (bisa melalui bipartit, mediasi, atau PHI), dan 3) hak-hak pekerja dibayar penuh: pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak (tunjangan cuti, THR proporsional, dsb.).

 

Komponen Penjelasan
Uang Pesangon Besarnya tergantung masa kerja, mulai dari 1x hingga 2x ketentuan yang ada di UU No. 6/2023.
Uang Penghargaan Masa Kerja Diberikan jika sudah kerja >3 tahun, bertingkat sesuai masa kerja.
Uang Penggantian Hak Sisa cuti, biaya pulang, THR proporsional, dan hak lain yang belum diberikan.

 

Sementara untuk pekerja atau karyawan, harus dipahami. Terkadang, PHK sulit dihindari akibat kondisi bisnis perusahaan. Akan tetapi, pekerja wajib paham akan hak-haknya bila mengallami PHK. Aturannya, pekerja yang terkena PHK atas sebab apapun, maka berhak memperoleh sejumlah: a) uang pesangon (UP), b) uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya ongkos pekerja. Karena itu, setiap pekerja harus tahu aturan mainnya, sebagaiman ditegaskan dalam PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

 

Sebagai contoh, sebut saja si Kuple, pekerja yang di-PHK atas sebab EFISIENSI PERUSAHAAN. Dengan masa kerja l20 tahun dan upah terakhirnya Rp. 10 juta, maka si Kuple sebagai pekerja berhak mendapat UP – UPMK – UPH dengan perhitungan sebagai berikut:

– Uang Pesangon = 9 kali X 1 X Rp. 10 juta = 90 juta

– Uang Penghargaan Masa Kerja = 7 kali X Rp. 10 juta = 70 juta

– UPH = 1 kali X Rp. 10 juta = 10 juta

Maka, uang pesangon yang diperoleh si Kuple saat PHK sebesar Rp. 170 juta.

 

Berikut tabel perhitungan Uang Pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sesuai UU Cipta Kerja (pada gambar).

Jadi tidak apa pekerja di-PHK, asal hak uang pesangon sesuai regulasi dibayarkan kepada pekerja. Akan tetapi di banyak kasus PHK, pekerja harus hati-hati karena 1) sering kali PHK dilakukan sepihak tanpa proses bipartite, 2) pesangon tidak dibayar penuh, atau bahkan tidak dibayar sama sekali, c) pekerja diminta resign secara “sukarela” agar perusahaan tidak wajib membayar pesangon. Kondisi sebab PHK yang semacanm itu harus disikapi, bila perlu dipersoalkan. Agar perusahaan tidak semena-mena terhadap hak pekerja.

 

Di sisi lain, bagi perusahaan, cepat atau lambat PHK pekerja pasti terjadi. Entah atas sebab pensiun, meninggal dunia atau di-PHK. Karena itu, yang diperlukan perusahaan adalah keberanian untuk mendanakan uang pesangon sebagai kewajiban kompensasi pascakerja dari sekarang. Uang pesangon yang dicicil dan didanakan melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Sehingga suatu saat diperlukan, maka uang pesangon yang harus dibayarkan sudah tersedia di DPLK. Kenapa perusahaan sering tidak membayar uang pesangon bila terjadi PHK? Jawabnya, karena tidak tersediannya dana yang cukup untuk membayarkan uang pesangon sesuai regulasi. Maka tabungan dari sekarang uang pesangon ke dana pensiun.

 

Akhirnya, PHK itu boleh tapi bukan berarti bebas. Asalkan dilakukan sesuai regulasi dan pekerja mendapat seluruh haknya, maka PHK adalah bagian sah dari dinamika ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia. Salam #SadarPensiun #YukSiapkanPensiun #DPLKSAM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *