Katanya 20 Mei hari kebangkitan nasional ya. Kita mau bangkit dari apa dan kemana Pak Le? Lah kok kebohongan jadi dipercaya oleh banyak orang, terus mau bangkit apa? Ijazah palsu nggak kelar-kelar, premanisme nggak beres-beres, korupsi nggak abis-abisa, PHK dimana-mana. Yang lapar tetap lapar, terus disuruh bangkit ke mana?
Susah Pak Le bangkit. Ketika kebohongan udah jadi “kebenaran umum”. Asal orang banyak yakin maka benarnya mereka, meskipun tidak pernah diuji. Bahaya Pak Le, apa yang kita bukan saja keliru. Tapi mengerikan karena semakin banyak kepala yang menyetujui tanpa berpikir ulang. Di hari kebangkitan nasional kok rasionalitas dikalahkan oleh konsensus. Kebaikan kalah sama premanisme. Itu fakta Pak Le.
Pak Le sudah tahu belum? Zaman begini, kebohongan massal itu sering menyelinap lewat propaganda, dogma, atau kebiasaan yang diwariskan. Kebijakan pun dibuat sering diakali. Untuk menindas kaum yang lemah, membiarkan rakyat yang terlantar. Tidak sedikit orang tumbuh dari ketidaktahuan, dipelihara oleh kenyamanan, dan dibela oleh rasa takut terhadap perbedaan. Takut akan oknum, takut berkata benar bila akhirnya dianggap salah. Sekarang ini melawan kebobrokan tidak lagi bisa dengan kata-kata. Susah banget menyampaikan kebenaran bila akhirnya dikebiri, bahkan disingkirkan. Makin sulit membongkar keburukan bila akhirnya harus kehilangan reputasi. Terus, kita mau bangkit dari apa?
Banyak orang hari ini sudah tidak percaya satu sama lain. Apatis dan tidak peduli lagi. Membaca buku sudah kalah dari gawai. Introspeksi diri tersingkir oleh gaya hidup. Berlomba unjuk kemewahan dan pujian, sambil membanding-bandingkan diri. Bangkit untuk citra pribadi, bangkit biar dibilang keren. Itulah artinya kebangkitan Pak Le?
Ironi sekali Pak Le. Makin banyak di antara kita yang makin percaya pada sebuah kebohongan. Semakin besar pula risiko bagi siapa pun yang mencoba membongkarnya. Keberanian tidak lagi cukup untuk melawan kebohongan. Intelektual dan keteguhan hati pun kian tidak berdaya melawan kepalsuan. Arusnya terlalu kuat, bila melawan pun malah jadi salah.
Hari Kebangkitan Nasional mungkin masih keyinggian. Hari ini cukup dengan hari kesadaran nasional saja. Sebagai momen untuk membangun kesadaran nasional baru. Untuk berpegang pada kejujuran, kebenaran, dan keberanian untuk berbuat baik. Sadar atas apa yang sudah diperbuat dan bagaimana ke depannya? Karena “sadar” itu artinya insaf; merasa; tahu dan mengerti (kata sifat) atau ingat kembali (kata kerja). Maka siapa pun, harus menyadari, menginsafi, atau memahami keadaan yang sesungguhnya. Agar tetap objektif dan berpihak pada realitas.
Sadar, untuk mau berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun dan hingga kapanpun. Salam literasi!