Di dalam kepala orang iris hati,pasti ada kalimat:”Kok bisa dia sesukses itu, padahal …,” atau “Kenapa hidup mereka lebih baik ya?” Kita sering lupa, setiap orang punya jalan hidup masing-masing. Maka hindari merasa iri di mana pun, atas sebab apapun. Iri hati itu “racun” yang bikin hidup tidak sehat. Akibat tidak suka melihat orang lain lebih sukses atau lebih baik.
Bila hari ini kita tidak bahagia. Bisa jadi, akibat sering iri hati pada kawan atau orang lain. Selalu membandingkan diri dengan orang lain, baik itu soal pencapaian, kekayaan, penampilan, atau kehidupan pribadi. Sering mengintip laju orang lain, lagi apa dan sedang apa? Hingga lupa, untuk mensyukuri apa yang dimiliki.
Mainannya medsos, tapi saat melihat teman posting liburan atau pencapaian kariernya tiba-tiba langsung iri bahkan benci. Orang lain yang sukses (tanpa kita tahu ikhtiar dan kerja kerasnya), langsung berpikir, “Ah, paling dia cuma beruntung”. Terlalu gampang merendahkan orang lain. Teman buka usaha baru atau naik jabatan, tapi malah enggan memberi ucapan selamat atau bahkan diam-diam berharap usahanya gagal. Gara-gara iri hati jadi insecure, merasa kalah dan makin tidak suka atas pencapaian orang lain. Kok bisa?
Seorang penulis dan jurnalis Prancis, Pierre Veron yang dikenal dengan sindiran sosialnya yang cerdas dan humor yang menyentuh. Dua pernah berkata bahwa orang yang paling tidak bahagia adalah mereka yang selalu mengeluh tentang kebahagiaan orang lain. Jadi sederhana, asal melihat orang lain senang lalu kita tidak senang. Berarti kita tidak bahagia dan dirasuki penyakit iri hati.
Realitas emosional menyebut ketidak-bahagiaan bukan berasal dari apa yang kita miliki atau tidak miliki. Tapi dari bagaimana kita membandingkan diri dengan orang lain? Alih-alih menikmati hidup sendiri, mereka yang terjebak dalam iri hati justru terus-menerus merasa kurang, bahkan saat sebenarnya mereka memiliki banyak hal patut disyukuri.
Banyak orang tidak bahagia karena iri hati. Mengeluhkan kebahagiaan orang lain sebagai bentuk ketidak-puasan batin yang tidak pernah berakhir. Siklus hidupnya jadi negatif, semakin iri, semakin jauh dari rasa damai dan bahagia. Hingga lupa, kebahagiaan sejati itu lahir dari menerima hidup sendiri dengan lapang dada, bukan dari membandingkan dengan hidup orang lain.
Maka buang jauh-jauh rasa iri. Alihkan fokus kepada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan syukuri. Tidak usah membandingkan diri dengan orang lain. Jangan selalu merasa tidak puas dengan diri sendiri. Mulailah berpikir lebih sehat, berperilaku lebih rileks. Karena kita, sejatinya bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.
Mau hidup lebih bahagia? Teruslah berbuat baik dan menebar manfaat di manapun. Atau silakan jadi relawan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Bahagianya tidak berbatas. Salam literasi!