Saat ada yang bertanya, kenapa urus taman bacaan? Jawabnya sederhana, karena mengabdi di taman bacaan adalah wujud penghambaaan kepada-Nya. Karena seorang hamba tugasnya hanya menjaga sikap dan perilaku taat dan tunduk kepada tuannya. Ketika taman bacaan jadi jalan hidup, maka jangan ditolak apalagi dibantah.
Selain sarana berbuat baik dan menebar manfaat, taman bacaan pun menjadi tempat pengakuan seorang hamba, yang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa di muka bumi. Bila kita sadar ada yang menciptakan, lantas kenapa kita tidak mau menghamba kepada-Nya? Kata Ibnu Taimiyah, “makhluk yang paling bahagia adalah yang paling besar penghambaannya kepada Allah SWT”.
Kerja sudah, bergaul sudah, bergaya dalam hidup pun sudah. Terus mau apa lagi? Ya, tentu perbesar sikap penghambaaan kepadanya. Mengerjakan apa yang bisa dikerjakan dan menjadikannnya sebagai ladang amal. Apapun dan di mana pun, termasuk berkiprah di taman bacaan. Karena sejatinya, Allah tidak suka melihat salah seorang dari kita menganggur, tidak beramal untuk dunia, tidak juga beramal untuk akhirat. Jadi, kerjakan saja yang baik selagi masih ada waktu.
Mengabdi taman bacaan ada bukti sikap penghambaaan. Hamba yang mengabdi untuk umat dan untuk-Nya. Dan siapapun mengaku sebagai hamba-Nya dan berbuat yang baik maka Allah akan mengurusnya, melimpahinya ampunan, melimpahinya maaf, dan memenuhi kebutuhannya. Lalu, kenapa masih belum mau mengaku hamba?
Mungkin agak kamuflase. Tapi memang benar adanya, berkiprah di taman bacaan mengabdi secara sosial di manapun justru mempertegas sikap penghambaaan kita. Makin sadar diri, bahwa kita hanya seorang hamba. Maka tugas kita di dunia ini sangat sederhana. Jadilah Hamba Allah yang baik, taat, rendah hati, dan tetap lurus dalam situasi apapun.
Saat kita bekerja, bisa jadi kita dibisiki untuk sombong dan keluar dari konsep hamba. Saat kita bergaul, segala rupa dibicarakan lalu kita lupa bahwa kita hanya seorang hamba. Saat kita berbisnis atau dalam aktivitas apapun, tanpa disadari setan sering kali menghembuskan bisikan-bisikan agar kita lepas dari posisi sebagai hamba. Sombong, takabur, tinggi hati, terlalu banyak angan, dan sebagainya. Semuanya terjadi karena kita kurang meng-hamba.
Hati-hati, jadilah seorang hamba. Bersikaplah rendah hati, mau berbuat baik dan berani menebar manfaat.
Masih ingat kisah. Ketika Fir’aun ditenggelamkan. Ketika Qorun dibenamkan. Ketika Abu Jahal tewas terhinakan. Ketika Qisra lari tunggang langgang dan ketika Raja
Namrudz ambruk seketika. Mereka contoh manusia yang meninggi, takabur dan merasa paling hebat. Maka akhirnya, Allah rendahkan mereka secara paksa, cepat atau lambat. Itu pasti terjadi, percayalah.
Tengoklah ke dalam diri. Siapa kita ini, dari mana berasal dan mau ke mana pergi? Sungguh, kita hanya seorang hamba. Diperintah untuk berbuat baik dan menebar manfaat, sambil tetap taat kepada-Nya.
Jangan pernah melawan posisi sebagai hamba. Jangan pula jadi hamba yang takabur atau merasa paling hebat. Bila begitu, bersiaplah untuk jatuh dan merana.
Cepat atau lambat, pasti terjadi. Silakan jadi apa saja. Jadi pekerja, pebisnis, pengusaha, penggerak, aktivis sosial, penggemar gaya hidup silakan. Asal tetap berpegang sebagai hamba dan meniatkan menjadi Hamba Allah yang taat dan bermanfaat. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen