Tanggal 8 September diperingati sebagai Hari Aksara Internasional. Tapi kali ini, hari aksara dihantui banjirnya hoaks alias berita bohong. Kominfo (7/09/2021) menyebut konten hoaks seputar vaksin Covid-19 di media sosial saja mencapai 2.084 hoaks. Seperti hoaks yang menyebut “Covid-19 bisa menular lewat ASI dan menyusui“. Belum lagi hoaks tentang ambil bansos tunai di kantor pos harus bawa bukti sudah divaksin, vaksin Covid-19 berbahaya bagi ibu menyusui, dan rincian biaya tilang terbaru di Indonesia.
Hari aksara di negeri ini benar-benar ditantang secara terbuka oleh hoaks. Maka hari aksara, tidak lagi urusan buta huruf atau kegemaran membaca. Hari asksara bukan hanya urusan baca-tulis. Tapi lebih dari itu, hari aksara harus mampu membendung bertebarannya hoaks dan konten-konten negatif di media sosial. Karena maraknya hoaks jadi bukti adanya krisis literasi di Indonesia.
Sejatinya, hari aksara internasional tidak dapat dipisahkan dari gerakan literasi. Di tengah gempuran media sosial dan digitalisasi, hari aksara harus mampu memformulasikan ikhtiar membangun masyarakat yang literat. Masayarakat yang tidak terjebak dengan berita-berita bohong alias hoaks. Masyarakat yang tidak mudah percaya pada berita yang tidak jelas sumbernya. Bahkan pesannya bersifat merusak persatuan. Hari aksara dan gerakan literasi harus mampu mengajarkan masyarakat untuk memilah dan memilih informasi. Agar terhindar dari hoaks, terhindar dari fitnah dan konten negative yang tidak produktif.
Bagaimana bisa hari aksara dan gerakan literasi mencegah hoaks?
Sederhana saja. Skenario-nya adalah hari aksara dan gerakan literasi diharapkan mampu menjadikan masyarakat lebih memahami realitas. Realitas perbedaan, realitas bangsa di masa pandemic Covid-19. Salah satunya dengan membaca berita yang kredibel. Dengan begitu, pengetahuan dan wawasan jadi meningkat. Sehingga kesadaran terhadap realiatas dan keterampilan komunikasi pun jadi lebih baik. Ujungnya, mampu memilah dan memilih informasi. Di samping tidak gampang menyebar hoaks. Itulah masyarakat yang literat.
Maka di momen Hari Aksara Internasional, persoalan gerakan literasi tidak dapat dipandang sepele. Harus ada aksi nyata untuk membangun gerakan literasi di masyarakat. Baik melalui taman bacaan atau komunitas literasi di berbagai daerah. Karena itu, gerakan literasi di Indonesia sudah semestinya fokus untuk meningkatkan kecakapan personal dan sosial setiap anggota masyarakat khususnya berbasisi 4C, yaitu:
- Critical thinking atau selalu berani berpikir kritis
- Creativity atau memberi ruang kreativitas
- Collaboration atau bersedia kolaborasi dalam segala bidang
- Communication atau keterampilan komunikasi yang memadai
Memang tidak mudah membangun masyarakat yang literat. Tidak gampang memengertikan masyarakat terhadap realitas kehidupan. Masyarakat yang sadar untuk memahami keadaan. Karena itu, dibutuhkan ikhtiar bersama untuk mewujudkan masyarakat yang “melek aksara” secara paripurna. Bukan masyarakat yang hanya gandrung teknologi digital. Tapi gagal menggunakannya dengan baik dan benar. Sehingga hoaks begitu mudahnya merebak ke seantero nusantara. Masyarakat literat harusnya tidak fokus pada masalah. Tapi bertumpu pada solusi dari tiap masalah.
Hari aksara bukan seremoni. Apalagi dituntaskan di atas seminar. Tapi hari aksara adalah aksi nyata untuk bergerak dan berubah ke tatanan kehidupan yang lebih baik. Peradaban yang anti hoaks dan anti konten negative. Sebagai cara menuju masyarakat yang literat. Salam literasi. #HariAksaraInternasional #GerakanLiterasi #tamanbacaan #TBMLenteraPustaka