Untuk suatu hal, selalu ada sudut pandang yang berbeda. Tidak sama apa yang Anda pikirkan dengan orang lain. Ada sisi kiri ada yang kanan. Ada yang merasa benar ada yang merasa salah. Ada yang jadi pemain, ada yang jadi penonton. Ada yang bergerak ada yang berdiam diri. Maka, selalu ada dua sudut pandang soal apapun.
Seperti hujan yang turun ke bumi. Ada yang menganggap anugerah, ada yang bilang sebagai musibah. Sinar matahari pun bisa disambut bergairah atau bisa dianggap masalah. Lagi-lagi, selalu ada dua sudut pandang. Cara pandang yang berbeda pada setiap orang. Objek boleh sama tapi sudut pandang pasti berbeda. Seperti hidup, selalu ada yang optimis tapi tidak sedikit yang pesimis.
Sudut pandang. Soal cara melihat sesuatu. Kehilangan harta, pasti dianggap masalah bagi kaum pecinta dunia. Tapi bisa momen untuk mengingat sang pencipta bagi kaum pecinta akhirat. Karena harta telah melalaikan selama hidupnya. Saat dimusuhi kawan, ada yang merasa kecewa. Tapi ada pula yang bersyukur karean ditunjukkan sifat asli kawannya. Itulah sudut pandang. Tipa kepala berbeda, tiap orang pasti tidak sama.
Aktivitas sosial pun, ada yang memandang positif ada yang negatif. Ada yang apatis ada yang dinamis. Seperti berbuat baik pun ada yang memandang optimis ada yang pesimis. Beda sudut pandang sangat lumrah. Tergantung kepada orangnya. Ada yang gemar berbuat baik, ada yang benci berbuat baik. Itu semua sangat lazim dalam hidup manusia. Maka tidak usah khawatir. Karena selalu ada dua sudut pandang. Gelap atau terang, optimis atau pesimis. Ada yang “merasa sepi di keramaian”, ada yang “merasa ramai di kesepian”.
Sudut pandang memang boleh berbeda. Tapi substansinya tidak akan perah berbeda. Bahwa kebaikan ya baik, sementara keburukan ya tetap buruk. Gibah dan fitnah itu keburukan. Sementara amal dan sedekah itu kebaikan. Semua sudah menjadi kehendak-Nya. Jadi, apapun tergantung sudut pandang orangnya.
Ajarannya sudah jelas. Tapi sudut pandang manusia yang berbeda. Ada yang hidupnya “sabar” dulu lalu “bersyukur”. Tapi ada pula yang hidupnya “bersyukur” dulu kemudian “bersabar”. Namun yang pasti, sabar dan syukur itulah yang mengajarkan siapapun untuk bersikap realistis. Menerima apapun apa adanya. Asal tetap berada di jalan kebaikan, di jalan untuk menebar manfaat untuk banyak orang. Sekalipun sudut pandang orang lain berbeda.
Point of view atau sudut pandang, pasti beda. Namun ketahuilah, apa yang ada pada kita saat ini, itulah yang pas dan pantas dari Allah SWT. Biarkan sudut pandang bergulir sendiri, hingga menemukan jalannya sendiri. Jangan paksa sudut pandang kita kepada orang lain. Karena memang tidak ada yang akurat dalam menilai apapun bila bermodalkan sudut pandang subjektif kita sendiri.
Sudut pandang boleh beda. Tapi sama sekali tidak boleh ada orang lain yang mendefinisikan atau menghakimi tentang diri kita. Karena orang lain itu sesat dan sok tahu tentang kita. Salam literasi