Kita sering tidak sadar. Menghafal adalah cara paling malas untuk mengingat. Alasannya karena otak manusia memang tidak dirancang untuk sekadar menimbun data, melainkan untuk mengaitkan informasi dengan makna. Semakin banyak orang memaksa diri menghafal kata demi kata, maka semakin cepat lupa. Maka belajar bukan untuk menghafal tapi untuk memahami.
Contoh sederhana, siapapun atau siswa yang belajar untuk ujian. Bila caranya sekadar menghafal buku Pelajaran atau buku catatan biasanya akan lupa dalam hitungan hari setelah ujian selesai. Sebaliknya, siswa yang membaca untuk memahami maka akan mampu menjelaskan ulang dengan bahasanya sendiri. Kemampuan mengingatnya lebih lama. Artinya, belajar untuk mengingat bukanlah soal daya simpan otak. Tapi soal bagaimana kita membentuk hubungan antara informasi dan pengalaman nyata. Karena itu, pengalaman belajar bagi anak sangat penting. Bukan untuk menghafal tapi untuk memahami.
Berangkat dari pemikiran itu, TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bohgor menjalankan program KElas PRAsekolah (KEPRA) untuk anak-anak usia prasekolah (PAU/TK) tiap Selasa – Kamis dan Minggu secara rutin. Selain belajar calistung, anak-anak KEPRA TBM Lentera Pustaka lebih menekankan “pengalaman belajar” anak-anak untuk memahami, kenapa belajar itu penting? Belajar sebagai pengalaman, bukan untuk menghafal atau jadi lebih pintar.
TBM Lentera Pustaka menyadari sepenuhnya. Pengalaman belajar pada anak usia dini sangat penting. Bukan hanya untuk mempersiapkan anak masuk ke jenjang pendidikan dasar tapi meletakkan fondasi aspek kognitif, sosial, emosional, dan bahasa yang kuat. Karena pengalaman belajar yag dialami langsung anak secara rutin pastinya akan membantu meningkatkan keterampilan seperti sosialisasi, konsentrasi, kepercayaan diri, dan kemampuan pemecahan masalah yang akan membawa dampak positif jangka panjang di masa dpean.

Jelas, KEPRA TBM Lentera Pustaka hadir untuk memfasilitasi pengalaman belajar anak sejak dini. Anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya, membaca bersama, bekerja sama untuk mengelola emosi dan menumbuhkan ras empati serta toleransi. Agar si anak mampu mengembangkan keterampilan sosial dan emosional. Di saat yang sama, pengalaman belajar anak pasti akan dapat meningkatkan kemampuan kognitif. Belajar utuk meningkatkan konsentrasi, kreativitas, dan kemampuan berpikir, serta membantu memahami artinya belajar.
Anak yang punya pengalaman belajar secara nyata (bukan di sekolah formal) akan lebih mudah beradaptasi. Terbiasa dengan lingkungan belajar dan membaca, dekat dengan buku-buku bacaan. Lagi-lagi bukan untuk menghafal tapi untuk memahami realitasnya. Melalui pengalaman belajar yang nyata dan beragam, maka berbagai aspek perkembangan anak dapat dibangun, seperti motorik, bahasa, kognitif, sosial, emosional, serta seni dan nilai moral agama.
Bermain di taman bacaan, berkreasi sambil belajar membaca bersama pada akhirnya akan membentuk kepercayaan diri dan kemandirian anak. Semuanya terjadi karena si anak punya pengalaman belajar secara nyata. Terbiasa dengan lingkungan belajar dan membaca. Maka belajarlah untuk menambah pengalaman, bukan untuk jadi pintar apalagi menghafal. Salam literasi!











