Ketika Taman Bacaan Tidak Lagi “Nice to Have” tapi …

Saat berkiprah di taman bacaan, tekad atau pengabdian terbukti tidak ada artinya tanpa dedikasi dan komitmen untuk menjalankannya. Taman bacaan dan gerakan literasi tidak cukup hanya berbasis diskusi atau narasi semata. Tapi aksi nyata dan praktik di lapangan menjadi kata kuncinya.

 

Tujuh tahun lalu, saat TBM Lentera Pustaka, saya tidak punya banyangan akan seperti apa ke depannya. Hanya modal semangat untuk sediakan tempat membaca. Bila tidak di “buy in” oleh masyarakat pun, ya cukup taman bacaan menjadi “nice to have“, lebih baik ada daripada tidak ada. Sebatas “nice“, asal ada taman bacaan.

 

Tapi kini, TBM Lentera Pustaka sudah mencapai titik “Need to Have“, sangat dibutuhkan untuk ada. Lambat laun TBM atau tamam bacaan sudah jadi kebutuhan, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Saya butuh berada di TBM, wali baca dan relawan pun butuh, korporasi yang mendukung CSR pun butuh. TBM sudah jadi kebutuhan bagi anak-anak yang membaca, anak kelas prasekolah, yatim binaan, jompo binaan, koperasi simpan pinjam, dan pengguna layanan motor baca keliling. Saat “need to have“, tidak ada lagi orang yang dominan. Semuanya bersinergi, berkolaborasi sehingga TBM sudah jadi ekosistem pendidikan nonformal. Kalau kata orang literasi, sudah bersifat inklusif. Karena di TBM Lentera Pustaka saat ini, tidak kurang dari 200 orang menjadi pengguna layanan setiap minggunya. Beroperasi 6 hari dalam seminggu (kecuali Senin). Ada 15 program literasi yang dijalankan dan aktivitasnya padat merayap.

 

Jadi benar, TBM atau taman bacaan pada akhirnya harus bergerak dari “nice to have“, sekadar ada menjadi “need to have” harus ada dan berguna. Agar TBM semakin berdaya, makin diminati masyarakat. Dan yang penting dikelola secara profesional, berkualitas dan berbasis praktik di lapangan. Tidak lagi sebatas narasi dan diskusi.

 

TBM yang “need to have” pasti isu pentingnya tidak lagi “berpikir keterbatasan” (scarcity thinking) tapi “berpikir kelimpahan” (abundance thinking). TBM yang tidak sebatas sediakan akses bacaan, tapi menjadikan masyarakat lebih berdaya lebih literat. Semuanya karena buku-buku, karena aktivitas yang melimpah di taman bacaan.

 

Maka TBM yang “need to have” selalu bergerak tanpa henti. Pantang menyerah karena landasannya hati bukan logika. Komitmen dan dedikasi, bukan idealisme atau ilusi. Dan TBM harus dikelola sepenuh hati, bukan setengah hati. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #TamanBacaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *