Ada awan di Rooftop Baca TBM Lentera Pustaka. Kadang menutupi kadang membuka. Terhampar di pelupuk mata manusia. Tapi ternyata, awan tidak pernah jatuh ke bumi. Sebab, langit tak mau ditinggal sendiri.
Seperti awan, manusia pun ibarat awan-awan yang saling mengejar dan menarik diri saling menghilang lalu lenyap. Untuk mengingatkan. Tentang apa yang terjadi, dan tentang apa yang datang dan pergi.
Awan bukan sekadar menyajikan keindahan. Seperti awan-awan di “negeri di atas awan” di Lolai Tana Toraja, Gn. Luhur Cibeber Lebak atau di B29 Lumajang. Tapi lebih dari itu, awan sebagai tanda kebesaran Allah SWT. Karena tidak ada yang indah, bila bukan Allah yang menciptakannya. Lalu kenapa, manusia masih lalai apalagi ingkar?
Awan selalu mengajarkan manusia. Bahwa di bumi ini, penuh misteri. Selalu ada awal, dan ada akhir. Dari ada menjadi tidak ada. Semua berproses menurut aturan-Nya. Awan yang membentuk dirinya sendiri. Hingga hancur menjadi rintik-rintik hujan. Atau luluh lantak diterjang teriknya sinar matahari. Persis seperti manusia; semuanya berawal dari proses. Dari tidak bisa apa-apa, belajar, dan menjadi apa-apa. Tapi akhirnya, tetap akan hancur dan hilang pada waktunya.
Persis seperti awan. Manusia pun begitu. Dia boleh mau jadi apa saja. Hingga besar dan berisi. Tapi bila waktunya tiba, semua lenyap dan hilang ditelan bumi. Lalu, nikmat Allah SWT yang nama lagi yang kita dustakan? Belajarlah dari awan.
Maka di mana pun, awan akan terus berarak. Meskipun ia belum selesai menangis. Toh sejatinya, di balik awan yang menggelapkan selalu ada matahari yang menerangkan. Awan di rooftop baca, pun Selalu ingin hidup. Bebas dan tenang. Salam literasi #RooftopBaca #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka