Kisah Guru Iqra di Taman Bacaan

Sudah 3 bulan ini, setelah diminta mereka, saya menjadi guru melek Al Quran bagi kaum ibu di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Tiap Sabtu ba’da Maghrib, 4-5 orang ibu datang membawa buku Iqra yang saya berikan untuk belajar baca-tulis Al quran. Masih di tahap awal, tentu hasilnya belum terlihat. Tapi melihat ketekunan mereka saya optimis, suatu saat nanti mereka akan bisa membaca Al Quran. Setelah Iqra, nanti dilanjutkan ke Juz Amma dan Insya Allah Quran besar tinggal melanjutkannya.

 

Kelas melek Al Quran ini program ke-15 dari program literasi yang dijalankan TBM Lentera Pustaka. Saya khususnya, mengajar langsung melek Al Quran di samping menjadi “driver” Motor Baca KEliling (MOBAKE) TBM Lentera Pustakan setiap Minggu sore. Sementara program lainnya, seperti taman bacaan, gerakan berantas buta aksara, kelas prasekolah, dan koperasi simpan pinjam dibimbing oleh wali baca dan relawan taman bacaan. Maka, sebutlah saya hanya seorang guru melek Al Quran.

 

Apa yang saya mau katakan melalui tulisan ini? Saya tersadarkan. Bahwa masih ada dan banyak orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Walau hanya mengajarkan mengenal huruf dan bisa membaca Al Quran. Sementara selama ini, saya hanya disibukkan dengan urusan dunia semata. Sudi berlama-lama di jalan urusan pekerjaan, berlama-lama ngobrol di grup WA yang manfaatnya sedikit sekali. Dan ternyata, saya masih diberi kesempatan untuk berbuat lebih optimal untuk kaum ibu yang tidak bisa membaca Al Quran. Maka kini, jadilah saya guru melek Al Quran di sebuah kampung kecil.

 

Ada senyum di wajah kaum ibu yang belajar baca Al Quran walau baru sebatas Iqra. Semangat datang belajar dan antusias saat membaca huruf demi huruf di Iqra. Di balik proses ini, kelas melek Al Quran ini mampu menjadi “pembuka pintu kebaikan” dan “penutup pintu keburukan” baik kaum ibu yang belajar dan saya sendiri. Hati yang terpuaskan, saat kaum ibu tersenyum akhirnya bisa membaca Al Quran. Sebuah pengabdian sosial yang tidak bisa dibandingkan dengan urusan harta, pangkat atau status sosial siapapun.  

 

Saya tersadar. Untuk selalu memperbaiki diri dan menebar kebaikan kepada siapapun. Karena selama ini, saya hanya disibukkan dengan urusan dunia. Pengen ini pengen itu tapi gagal mengubah niat baik jadi aksi nyata. Menjadi guru melek Al Quran juga mengingatka saya untuk lebih banyak introspeksi diri daripada menyalahkan keadaan. Untuk selalu berbagi kebiasaan sebisa saya dan menebar manfaat kepada orang lain, Untuk lebih eling lan waspada daripada terbuai pada kehidupan dunia yang sementara. Dan akhirnya, saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk menjadi “guru melek Al quran”.

 

Saya pun makin tersadar. Seperti dinyatakan dalam kitab “Nashaihul Ibad”, pada akhirnya setiap diri harus sadar untuk mengingat 3 hal dalam hidupnya untuk selalu menjadikan: 1) ruh yang berpegang pada Allah, 2) amal yang terus ditegakkan, dan 3) jasad yang akan habis di telan bumi. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, tapi ia melihat hati dan amal kalian.” (HR.Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).

 

Sadar, memang gampang diucapkan. Tapi tidak mudah untuk dilakukan. Semoga saya istikomah menjadi guru melek Al Quran bagi kaum ibu. Untuk memberantas buat huruf Al Quran dengan ikhlas. Bila sudah sadar, Insya Allah berikutnya memperbanyak sabar. Salam literasi #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *