Lanjutkan Aksi Nyata di Taman Bacaan

Ilmu modern terkadang menyesatkan. Terlalu kontemporer. Adalah yang bilang 2 + 2 = 6. Ada lagi yang menghitung 2 + 2 = 9. Kok bisa begitu? Katanya, jawabannya relatif. Selalu ada argumen panjang untuk menjelaskan hal-hal yang relatif. Terkadang di sekeliling kita, banyak sekali pandangan salah. Bahkan sudah salah tetap ngotot, begitulah ilmu modern yang kontemporer.

 

Sudahlah, yang benar itu, 2 + 2 = 4. Itulah ilmu dan ajaran yang benar. Hitungan yang mutlak, tidak ada yang relatif di sutu. Agar kita tetap berada pada cara berpikir yang benar. Sehingga bertindak pun dengan benar. Agar tidak terpengaruh oleh ilmu dan ajaran lain yang berpandangan salah. Berpegang pada kebenaran, berpijak pada perbuatan baik.

 

Jangan sampai besok-besok kita hanya berbicara kebaikan tanpa melakukannya. Jangan sampai membahas taman bacaan hanya sebatas diskusi dan seminar. Tanpa praktik nyata atau bahkan tidak “menginjakkkan kaki” di taman bacaan. Taman bacaan itu perbuatan, bukan narasi. Taman bacaan memang harus diurus, tidak cukup hanya dibicarakan. Begitu pula dengan praktik-praktik lainnya dalam kehidupan. Pendidikan dan akhlak pun praktik, tidak cukup hanya narasi. Seperti ngopi pun praktik, untuk apa membahas kopi tanpa ngopi!

 

Spirit praktik dan aksi nyata itulah yang dipegang pegiat literasi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Apapun yang dilakukan, semuanya berbasis praktik di lapangan. Taman bacaan sebagai ladang amal, untuk mengubah niat baik jadi aksi nyata. Tempat berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama. Karena TBM Lentera Pustaka yakin, siapapun yang ada di taman bacaan maka harus berbuat alias bertundak. Hukumnya sederhana, siapa yang berbuat baik maka akan mencipatkan warusan kebaikan. Lahir dari perbuatan baik kita sendiri, maka akan selalu berpihak pada kebaikan sehingga nantinya layak untuk mendapatkan hasil yang baik pula.

 

Apapun kita, tergantung pada apa yang kita lakukan. Bukan sebatas omongan atau diskusi. Perbuatan apapun, baik atau buruk, toh pada akhirnya akan kembali kepada pemiliknya. Jadi, jauhi ilmu yang menyesatkan. Jangan semua-semua hanya bisa diomongkan tanpa diikuti tindakan nyata. Hidup yang bermakna itu saat melakukan sesuatu yang baik dan benar secara nyata. Tidak lagi sebatas narasi atau diskusi. Bukankah “khoirunnaass anfa’uhum linnaass”, bahwa sebaik-baik manusia itu yang paling bermanfaat kepada manusia lainnya (dalam arti yang sesungguhnya).

 

Kebenaran itu mutlak, bukan relatif. Maka teruslah berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun. Bertindak nyata daripada sekadar berbicara tentang kebaikan. Dan esok, rasakan bedanya rasakan hasilnya sendiri. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *