Literasi Idul Fitri, Apa Pekerjaan Terbesar Seusai Lebaran?

Silaturahim lebaran masih terus berlanjut. Untuk mengembalikan diri ke fitrah-Nya. Berkunjung, bercengkrama sambil menikmati hidangan lebaran yang apa adanya. Ketupat, opor ayam, kue nastar, hingga berbagi rezeki sedikit ke sanak saudara. Euforia lebaran masih terasa di dada. Tapi kenapa masih ada galau menyelimuti hati dan pikiran? Apa gerangan yang menyebabkan kegalauan di hari nan fitri?

 

Sahabat, meminta maaf dan memaafkan memang membutuhkan keikhlasan. Tulus dan sepenuh hati untuk mengakui kekurangan diri. Berlapang dada untuk meminta maaf dan memaafkan. Apapun alasannya. Sebagai momen membersihkan diri dari penyakit hati, sekaligus menyambung tali silaturahim yang pernah terputus.

 

Ikhlas, itulah obat kegalauan. Karena mengikhlaskan itu lebih menenangkan. Agar tidak berlama-lama bergelut dengan benci, dendam, bahkan cacian. Merelakan setiap yang dirasa itu lebih menyenangkan. Agar tidak ada sesak menerpa atau gundah merana. Lebaran, adalah momen untuk memperbaiki niat, membaguskan ikhtiar, dan memperbanyak doa baik. Setelah menggembleng diri melalui ibadah puasa sebulan penuh. Tanpa pamrih dan sepenuh hati.

 

Masih galau, mungkin karena belum ikhlas. Sehingga merasa tergores, terjatuh, dan terluka. Merasa sakit atau disakiti. Memang selalu ada ujian dan cobaan dalam diri. Atas sebab apapun, oleh siapapun. Maka biarkanlah pancaran senyum merasuk hingga ke hati. Untuk tetap berlaku bijak dan mengontrol emosi. Sebab sabar memang tidak ada batas. Apalagi di momen lebaran yang suci.

 

Sahabat, apapun kondisinya. Ikhlaskan semuanya. Damaiman semua dengan iman dan takwa yang ada. Buka karena ingin surga. Bukan pula karena malaikat tidak pernah alpa. Tapi semuanya karena tiap manusia memang penuh potensi dosa. Maka solusinya, hanya meminta maaf atau memaafkannya. Selebihnya, tinggal selaraskan hdup sesuai dengan ketentuan dan ketetapan Ilahi Rabbi.

 

Galau itu manusiawi. Maka mengeluhlah, menangislah, dan tersungkurlah di hadapan-Nya. Karena apapun cobaannya, semuanya hanya pantas dilihat oleh-Nya. Bukan oleh manusia lain yang juga lemah. Hanya Allah SWT kuncinya segala beban dan ujian. Hanya kepada-Nya, berbagi dan mengadu masalahnya. Sebagai buah iman dan takwa dari ibadah puasa.

 

Sahabat, hanya lingkar iman dan takwa yang melindungi kita. Hanya Allah SWT yang menjaga kita. Dengan qalbu yang menguatkan gerakan. Melalui lisan yang menjadikan cerminan. Dan karena pikiran dan perilaku yang menjadi kekuatan. Seluas apapun ujiannya. Seberat apapun cobaannya. Tetaplah iman dan takwa yang kita simpan.

 

Maka di momen lebaran dan sesudahnya nanti. Hanya iman dan takwa yang mampu menjasi oase di dalam hati. Untuk lebih tenang, lebih bijak tanpa perlu dijangkau pikiran. Karena iman dan takwa, sejatinya bukanlah keyakinan tanpa bukti. Tapi sebuah kepercayaan tanpa syarat.

 

Agar esok dan hari-hari mendatang, menjaga iman dan takwa itulah “pekerjaan terbesar” kita. Untuk lebih realistis dalam hidup. Karena hanya iman dan takwa yang bisa melihat apa yang kita percayai. Salam literasi!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *