Dulu di era 1980-an, saat saya masih SD. Karena ekonomi orang tua tergolong tidak mampu, sangat sulit bisa dapatkan akses buku bacaan. Jangankan perpustakaan atau taman bacaan, ingin punya buku pelajaran sekolah saja harus “menunggu Bapak punya uang” berbulan-bulan. Maka sering dimarahi guru pelajaran karena tidak punya buku. Teman semeja pun merasa terganggu bila bukunya dibaca berdua. Nasib anak-anak zaman saya kecil.
Sebagai anak sekolah, saya sih pengen baca. Tapi apa daya tidak punya uang untuk beli buku. Bapak saya, sebagai seorang tentara, gajinya hanya cukup untuk menghidupi istri dan 4 anaknya. Sama sekali, tidak ada kemewahan masa kecil yang dekat dengan buku. Hanya teman yang kaya yang bisa langganan majalah ananda atau hai, beli komik petualangan tin tin. Jadi bila ditanya kenapa masa kecil saya tidak suka baca buku? Ya karena saya miskin dan tidak punya akses bacaan.
Tapi sekarang, miris aja banyak buku yang dibuang-buang. Dijadikan bungkus nasi, bungkus bumbu dapur. Bahkan tidak sedikit buku di rumah-rumah yang dimakan rayap. Atau dikiloin. Buku-buku yang disia-siakan. Gampang banget tidak peduli pada buku. Tapi giliran ditanya, katanya buku itu jendela dunia, gudangnya ilmu pengetahuan. Lalu kenapa banyak buku-buku yang dibuang? Bukankah buku bekas itu jadi buku baru bagi yang belum membacanya.
Maka kini, saya bersyukur bisa mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sebagai tempat membaca buku anak-anak usia sekolah. Saya tidak berharap mereka punya minat baca yang tinggi. Tapi saya ingin sediakan akses bacaan kepada anak-anak itu. Karena selama ini memang tidak ada tempat membaca buku. Alhamdulillah, TBM Lentera Pustaka akhirnya terus berkembang dan maju. Banyak orang datang dan membantu aktivitas membaca dan literasinya. Ada yang donasi buku, bakti sosial, liputan TV, hingga ber-CSR di taman bacaan. Yah ibaratnya, taman bacaan sudah jadi ladang amal banyak orang. Tempat mengabdi siapa saja. Asal ikhlas dan dijalani dengan konsisten.
Lalu ada yang tanya saya. Kenapa bikin taman bacaan? Ya itu tadi, buat ladang amal saya. Bila ada orang bantu bikin masjid, saya pilih bantu bikin taman bacaan atau TBM. Ikhlas dan sepenuh hati karena Allah SWT bukan karena orang lain. Karena TBM adalah “warisan” yang bisa saya tinggalkan untuk umat. Walau hanya mengajak anak-anak membaca sekaligus mengajarkan akhlak baik. Istilahnya, ubahlah niat baik jadi aksi nyata. Karena baik itu harus dikerjakan, bukan didiskusikan.
Jujur, karena buku pula. Saya tersadar. Dari mana saya berasal dan ke mana saya mau pergi? Dan selama perjalanan itu pula, terselip pertanyaan yang harus saya pertanggungjawabkan. APA YANG SUDAH SAYA PERBUAT? Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka