Membaca buku itu penting, pasti semua sepakat. Tapi di era digital begini, pentingnya membaca bukan karena menambah wawasan dan pengetahuan. Bukan pula karena membaca dapat menambah kosakata. Apalagi dapat meningkatkan fokus dan keonsentrasi seseorang, Pentingnya membaca sebatas pengetahuan, kosakata, dan konsentrasi itu bersifat klasik. Pemahaman yang ditanamkan saat kecil, saat pertama kali sekolah.
Pentingnya membaca buku hari ini, justru untuk menjadikan seseorang bersikap literat. Orang-orang yang mampu memahami realitas yang terjadi di masyarakat. Mampu memberi solusi atas masalah yang terjadi. Literat itu artinya bersedia meningkatkan empati, di samping berbuat nyata untuk menebar manfaat kepada orang lain. Sebisa dan semampu yang dilakukan. Maka membaca buku itu penting. Untuk meningkatkan kemampuan literasi seseorang. Agar lebih realistis, lebih objektif, dan bertumpu pada solusi.
Hari ini, banyak orang hebat. Pengetahuannya melimpah, pendidikannnya tinggi, bahkan religiusnya luar biasa. Tapi sayang, mereka kerjanya suudzon alias berpikir negatif kepada orang lain, bahkan kepada pemimpin dan negaranya. Atas nama kritik, merasa bebas ngomong apa saja di grup WA atau media sosial. Apakah mereka kurang membaca buku? Justru sangat banyak membaca buku. Hanya buku-buku itu gagal memperbesar rasa empati dan objektivitas. Merasa paling benar, sementara orang lain pasti salah. Sama sekali tidak literat.
Jadi, membaca buku itu penting. Agar seseorang menjadi lebih literat. Untuk lebih realistis, objektif, dan bertindak solutif atas masalah. Bukan sebaliknya, justru mencari-cari di mana salahnya. Lalu jadi gibah dan memperbesar masalah. Orang-orang yang merasa jadi “korban” atas keadaan dan perbuatan orang lain. Jago ngomong tapi aksinya kosong.
Membaca buku itu praktik baik. Maka manfaatnya harus baik dalam omongan dan perbuatan. Mampu mengubah niat baik jadi aksi nyata. Karena peradaban baik itu harus dipraktikkan, bukan didiskusikan. Membaca buku bukan untuk mencari salahnya orang lain tanpa bisa mengetahui salahnya sendiri. Seperti kata Gus Mus, bila kau sibuk mencela orang lain saja. Lalu kapan kau sibuk menyadari celamu sendiri?
Maka pegiat literasi di taman bacaan, tentu bukan untuk menjadikan anak-anak pintar karena membaca buku. Membaca buku bukan untuk sukses di masa depan. Karena urusan masa depan itu urusan Allah SWT. Tapi membaca buku justru untuk menjadikan anak-anak lebih literat. Anak-anak yang mampu bersikap realistis, objektif, dan bertumpu pada soslusi bukan masalah. Literat untuk membentuk karakter baik yang kokoh. Karakter yang lebih baik dari sebelumnya.
Dan yang paling penting, perjalanan menuju manusia literat itu butuh kesabaran dan ketekunan. Literat yang melibatkan hati bukan hanya logika. Bacalah agar lebih literat. Lebih realistis, objektif, dan solutif. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka