Merasa Cukup di Taman Bacaan, Kok Bisa?

Entah kenapa, sekarang ini banyak orang gemar berkeluh-kesah. Tidak bersyukur atas apa yang dimiliki. Gampang iri dan benci atas suksesnya orang lain. Berharap lebih kepada orang lain bukan kepada Tuhan. Tidak sabaran dan segalanya pengen instan. Itu semua cerminan dari sikap tidak qo’naah alias tidak pernah merasa cukup.

 

Kita sering lupa. Uang banyak atau sedikit itu tidak akan pernah cukup. Karena nilai uang itu ada di berkah-nya, bukan di jumlahnya. Tiap hari teriak kurang, cerita-cerita punya masalah. Terus solusinya apa? Nggak ada kan. Yah itulah bila tidak pernah merasa cukup, tidak bersyukur. Dunia cuma dilihat sebagai materi, bukan jadi ladang amal dan melatih diri untuk lebih sabar.

 

Sikap merasa cukup itu penting. Agar bisa bersyukur dan menjadi pangkal kebahagiaan. Ketenangan hati, kenyamanan pikiran. Bersikap untuk selalu ikhlas menerima dan merasa cukup atas ikhtiar yang dilakukannya. Soal hasil biarlah Allah yang menentukan. Karena saat merasa cukup, siapapun akan menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Sifat qo’naah atau merasa cukup, pasti menyebut apa yang dimilikinya sudah pantas untuknya. Karena semua yang ada sudah kehendak-Nya.

 

Selalu merasa cukup. Spirit itulah yang dipelajari di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Saat menjadikan taman bacaan sebagai jalan hidup, sebagai ladang amal. Tidak peduli seberapa besar materi yang dimiliki. Tapi selalu berbuat baik dan menebar manfaat melalui penyediaan tempat membaca. Apapun keadaannya, siapapun pengganggunya tetap berkiprah secara sosial di taman bacaan. Agar anak-anak kampung tersedia akses bacaan, di samping bisa mengisi waktu dengan kegiatan yang positif. Karena itu, pegiat literasi dan relawan yang ada hanya berkiprah sepenuh hati. Untuk melatih sikap qo’naah, sabar, ikhlas, dan menerima apa adanya. Merasa cukup, karena berada di taman bacaan sebagai bagian jalan hidup.

 

Di taman bacaan dan di manapun, seharusnya kita bisa menerima dan mencukupkan diri. Atas apa yang dimiliki, atas apa yang dipunya. Tanpa perlu keluh-kesah, tanpa perlu omong sana omong sini. Kerjakan saja yang baik dan tebarkan manfaat. Agar  hati dan pikiran selalu diselimuti ketenangan. Rezeki, kiprah sosial, atau apapun tetap disyukuri dan dicukupkan. Karena semuanya sudah pantas untuk kita.

 

Maka esok, tidak usah berlebihan dalam harapan. Jalani yang perlu dikerjakan, nikmati prosesnya, dan syukuri hasilnya. Agar kita selalu merasa cukup. Cukup dan cukup dalam segala keadaan.

 

Qo’naah itu mampu menghitung nikmat yang diterima agar mau bersyukur. Bukan menghitung masalah sehingga berkeluh-kesah. Jadilah literat #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka